Israel Tewaskan 26 Orang dalam Serangan Gaza, Gunakan ‘Drone dengan Peluru Berisi Paku’ | Berita Konflik Israel-Palestina

Setidaknya 26 warga Palestina tewas sejak fajar menyingsing di seluruh Gaza akibat serangan Israel, menurut sumber medis yang berbicara kepada Al Jazeera. Sistem kesehatan di wilayah terkepung dan terus dibombardir itu sudah porak-poranda dan kewalahan menghadapi arus korban luka setiap hari, memaksa dokter untuk memprioritaskan siapa yang harus ditangani lebih dulu.

Dalam pembunuhan terbaru pada Jumat, tiga orang meninggal dalam serangan Israel di lingkungan Tuffah, Kota Gaza Timur. Lima lainnya tewas dalam serangan udara Israel di Jabalia an-Nazla, Gaza Utara.

Sebelumnya, serangan Israel menghantam tenda-tenda pengungsian warga Palestina di al-Mawasi, Gaza Selatan—yang sebelumnya ditetapkan sebagai "zona aman"—menyebabkan kebakaran besar dan menewaskan sedikitnya lima orang, termasuk bayi. Al-Mawasi telah berkali-kali menjadi sasaran tembakan mematikan Israel.

Korban tewas juga mencakup enam orang yang sedang berusaha mendapatkan bantuan kemanusiaan.

Koresponden Al Jazeera, Hani Mahmoud, melaporkan bahwa korban luka, termasuk anak-anak, dibawa ke Rumah Sakit Nasser. Beberapa menunjukkan luka yang konsisten dengan serangan drone.

"Misil drone dipenuhi paku, logam, dan serpihan yang meledak dengan kecepatan tinggi, menyebabkan pendarahan internal," kata Mahmoud. "Serangan semacam ini semakin sering dan menyasar kerumunan orang, seperti di pasar atau saat mengantri air."

"Meski Israel mengklaim menggunakan senjata canggih, di lapangan jumlah korban justru bertolak belakang dengan klaim mereka," tambahnya.

‘Apa yang harus kami lakukan? Mati di rumah?’

Blokade ketat Israel di Gaza memaksa dokter di fasilitas medis yang penuh sesak untuk membuat keputusan sulit tentang prioritas pasien.

Pasien penyakit kronis seringkali menjadi yang pertama terabaikan karena unit gawat darurat dipenuhi korban serangan Israel.

"Sebelum perang, saya menjalani cuci darah tiga kali seminggu, masing-masing empat jam. Saat itu kondisinya stabil, pengobatan efektif, dan kami pulang dengan keadaan baik," kata Omda Dagmash, pasien cuci darah, di Rumah Sakit al-Shifa yang nyaris tak berfungsi di Kota Gaza.

MEMBACA  Pakistan Memblokir Upaya Khan untuk Bersaing dalam Pemilu 2024, Menurut TOI

"Sekarang saja perjalanan ke rumah sakit sangat sulit, apalagi kami jarang makan dengan cukup."

Di al-Shifa, jadwal cuci darah dipersingkat dan frekuensinya dikurangi. Bagi sebagian, ini masalah hidup dan mati.

"Perjalanan ke sini jauh dan mahal," kata Rowaida Minyawi, pasien lansia. "Setelah lelah seperti ini, kadang kami malah tak mendapat perawatan. Saya punya penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan diabetes. Obat yang diberikan pun tidak berkualitas. Apa harus mati di rumah?"

Selain memprioritaskan pasien, tenaga kesehatan mengatakan mereka terpaksa mengurangi operasional seminimal mungkin karena tanpa bahan bakar, tak ada listrik—dan tak ada cara untuk menyelamatkan nyawa.

"Hanya beberapa unit yang masih beroperasi. Kami terpaksa mematikan listrik di bagian lain," kata Ziad Abu Humaidan dari tim teknik rumah sakit.

"Halaman rumah sakit lebih mirip kuburan ketimbang tempat penyembuhan. Tanpa listrik, tak ada penerangan, alat medis tak bekerja, dan layanan penting lainnya lumpuh."

Dukungan terhadap Perang di Israel Mulai Pudar

Menurut survei opini publik oleh media Israel Maariv, sekitar 44% masyarakat Israel menyatakan perang lanjutan di Gaza tidak akan mencapai tujuan negara.

Sebanyak 42% responden yakin pertempuran akan berhasil meraih tujuan, sementara 11% belum memutuskan.

Maariv juga mencatat, 73% pendukung koalisi pemerintah percaya militer akan sukses, sedangkan 70% pendukung oposisi berpendapat sebaliknya.

Sementara itu, Israel mendapat kecaman langka setelah membombardir satu-satunya gereja Katolik di Gaza pada Kamis, menewaskan tiga orang dan melukai setidaknya 10 orang.

Presiden AS Donald Trump menghubungi PM Israel Benjamin Netanyahu usai menilai serangan tersebut "tidak positif", menurut juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt.

Setelah panggilan itu, Netanyahu menyebut serangan itu akibat "amunisi nyasar" dan mengatakan Israel sedang menyelidiki insiden tersebut.

MEMBACA  Suara Ledakan Terdengar di Ibu Kota Iran, Tehran | Berita Senjata Nuklir

Hamas mengecam serangan sebagai "kejahatan baru terhadap tempat ibadah dan pengungsi tak bersalah" dalam konteks "perang pemusnahan terhadap rakyat Palestina".