MBALE, Uganda (AP) — Wilson Watira menawarkan tangan saat bertemu rival politiknya di sebuah pemakaman, mengisyaratkan jabat tangan yang layak. Namun, pria itu tak mau bersentuhan, malah melipat selembar kertas yang ia arahkan ke Watira.
"Dia memandangku lalu mengambil kertas program itu. Dia melipatnya dan menyapaku," kata Watira. "Dia cuma takut padaku karena aku tidak takut padanya."
Watira, yang mencalonkan diri sebagai anggota Parlemen Uganda, mengingat kejadian itu sebagai contoh nyata ketakutan akan ilmu sihir yang merajalela di kalangan politikus di negara Afrika Timur ini.
Di depan umum, persaingan politik sering melibatkan aksi spektakuler: rival menyewa mobil untuk arak-arakan ribut di jalanan, membagi-bagikan uang dan iming-iming lainnya. Namun, di balik layar, perebutan kekuasaan bisa sangat bersifat spiritual—mulai dari ritual pengorbanan hingga konsultasi dengan dukun, menurut Watira dan narasumber lain yang berbicara kepada The Associated Press.
Watira, pemimpin kelompok suku Bamasaba, menduga anggota parlemen petahana yang menolak jabat tangannya khawatir tindakan itu akan memberi Watira keunggulan atau mendatangkan kesialan.
"Begitu pikiranmu terperangkap di tingkat itu, segala hal akan selalu dicurigai," ujarnya tentang upayanya mengatasi ketakutan akan sihir. "Kamu mulai berimajinasi, dan itulah tantangan terbesar di masyarakat kita."
Peperangan spiritual di kalangan politikus adalah bagian dari perdebatan lebih luas tentang kepercayaan di Uganda, di mana Kristen menjadi agama dominan. Banyak orang yang rajin ke gereja juga diam-diam mengunjungi kuil tradisional demi layanan okultisme yang mereka yakini bisa membawa kemenangan.
Sinkretisme ini telah lama membingungkan pemimpin gereja, yang mengajarkan bahwa Kristen tidak sejalan dengan sisa-sisa agama tradisional—praktik yang masih marak di sub-Sahara Afrika.
Dalam politik Afrika yang sering diwarnai perseteruan sengit antarkelas dan etnis, ketakutan akan sihir bisa memicu ledakan konflik.
Di South Sudan, Wakil Presiden Riek Machar percaya dirinya adalah pria kidal bergigi renggang yang dinubuatkan cenayang suku seabad lalu sebagai pemersatu bangsa. Tak sedikit yang yakin takhayul ini memicu perjuangan Machar merebut kekuasaan, di tengah perang sejak kemerdekaan 2011 saat ia berusaha menggulingkan Presiden Salva Kiir.
Di Kenya, sebagian demonstran anti-pemerintah yang berkumpul di Nairobi bulan lalu mengira disorientasi yang mereka rasakan saat mendekati kediaman presiden adalah mantra jahat untuk mendukung William Ruto. Presiden juga dikritik karena membangun gereja di kompleks istana yang dianggap sebagian orang sebagai kuil pertanda buruk.
Di Zambia, dua pria diadili karena diduga mempraktikkan sihir dan memiliki jimat untuk menyakiti Presiden Hakainde Hichilema. Hichilema sendiri pernah dituduh berilmu sihir oleh pendahulunya, Michael Sata, yang mengklaim jimat dari kampung halamannya lebih kuat.
Di Kampala dan kota-kota lain Uganda, tiang jalan dipenuhi iklan orang yang menjanjikan penangkapan pencuri secara gaib atau pemulihan hubungan asmara. Kini, banyak juga yang menawarkan jaminan kemenangan bagi politikus dalam pemilu Januari 2026.
"Di semua komunitas Uganda, ada ketergantungan gila pada dukun—terutama dari politikus," kata Steven Masiga, peneliti dan tokoh budaya di Mbale. "Dukun sekarang meraup uang dari politikus. Saat mereka mengumpulkan dana, ada persentase untuk dukun karena harapan sejati ada pada dukun."
Banyak kandidat merasa "pemilih bisa berubah-ubah, tapi dukun tak pernah mengecewakan," ujarnya.
Masiga mencontohkan seorang politikus di daerahnya yang dulu—atas saran dukun—menguliti kambing hidup-hidup tanpa menyembelihnya. Klien dukun itu menang pemilu.
Presiden Yoweri Museveni, yang berkuasa selama empat dekade dan mencalonkan diri lagi, pernah menyatakan rasa hormatnya pada dukun Afrika—istilah yang kerap bernada merendahkan untuk praktisi pengobatan tradisional atau mereka yang mengklaim bisa menyelesaikan masalah dengan sihir. Sebagian lebih suka disebut tabib tradisional.
Dalam pidato tahun lalu, Museveni bercerita pernah melompati ayam yang disembelih tiga kali dalam ritual saat memimpin perang gerilya yang membawanya ke kekuasaan pada 1986. Ia menyebut agama tradisional "sangat kuat" dan mendesak pemimpin agama arus utama agar tidak memusuhi praktisinya.
"Kami punya hubungan sangat baik dengan mereka," katanya tentang tabib tradisional.
Banyak politikus Uganda diduga memakai jasa dukun, tapi jarang mengaku di publik demi menghindari cemoohan. Beberapa pemimpin nasional pernah terlihat memasuki kuil dukun, memicu kecaman dari gereja.
Pada 2016, Ketua Parlemen Rebecca Kadaga difoto masuk kuil terkait klannya di Uganda timur. Uskup Agung Anglikan mengecamnya; Kadaga—yang kini tak lagi menjabat—mengatakan ia hanya memberi tahu leluhur tentang kesuksesan politiknya.
"Siapa yang tidak punya asal-usul? Itu akarku," katanya pada wartawan.
Di Mbale, tempat khitanan ritual menjadi bukti keyakinan kuat pada tradisi kuno, tabib tradisional Rose Mukite mengaku mendapat klien politikus dari jauh.
Di kuilnya—bangunan miruk iglo dengan pintu kecil yang memaksa klien untuk merangkak—ia mempraktikkan ilmu dengan mengocok labu dan melempar kerang cowrie ke lantai. Pip