Burkina Faso memperpanjang pemerintahan militer selama lima tahun

Pemerintahan militer Burkina Faso telah mengumumkan akan memperpanjang pemerintahan junta selama lima tahun lagi. Penguasa negara itu, Kapten Ibrahim Traoré, juga akan dapat mengikuti pemilihan presiden berikutnya, kata penyiar milik negara. Saat dia merebut kekuasaan dalam kudeta hampir dua tahun lalu, Kapten Traore berjanji akan mengembalikan pemerintahan sipil pada 1 Juli tahun ini. Tetapi Burkina Faso sekarang bergabung dengan Mali tetangga dalam memperpanjang pemerintahan militer. Langkah tersebut diumumkan pada hari Sabtu, setelah pertemuan konsultasi nasional di ibu kota negara Afrika Barat itu, Ouagadougou. Piagam yang telah diamandemen, yang ditandatangani oleh Kapten Traoré, menyatakan bahwa periode transisi baru selama 60 bulan akan berlaku mulai 2 Juli tahun ini. “Pemilihan yang menandai akhir transisi dapat diatur sebelum batas waktu tersebut jika situasi keamanan memungkinkan,” kata agen berita Reuters seperti dikutip dalam piagam itu. Burkina Faso telah diperintah oleh militer sejak Januari 2022, ketika Letnan Kolonel Paul-Henri Damiba merebut kekuasaan dari Presiden Roch Kaboré. Kolonel Damiba membenarkan kudeta tersebut dengan mengatakan pemerintahan sebelumnya gagal menangani kekerasan Islamis militan yang semakin meningkat. Sejak 2015, pemberontak jihad yang berafiliasi dengan Al-Qaeda dan kelompok Negara Islam telah melancarkan pemberontakan yang mematikan yang telah menewaskan ribuan orang dan mengungsi jutaan lainnya. Pada bulan September 2022, Kapten Traoré menggulingkan Kolonel Damiba, dengan alasan kudeta kedua diperlukan karena Kolonel Damiba sendiri tidak mampu mengatasi pemberontakan tersebut. Kapten Traoré berjanji akan memperbaiki situasi keamanan negara yang memprihatinkan dalam “dua hingga tiga bulan” dan mengembalikan pemerintahan sipil dalam waktu 21 bulan. Tetapi sejak memberikan janji tersebut, Kapten Traoré telah memperingatkan bahwa pemilihan bukan “prioritas” sampai wilayah direbut kembali dari pasukan jihad sehingga semua warga negara negara itu dapat memilih. Di bawah piagam baru, kuota tidak akan lagi digunakan untuk menetapkan kursi di majelis bagi anggota partai tradisional, laporan agen berita AFP. Sebaliknya, “patriotisme” akan menjadi satu-satunya kriteria untuk memilih anggota dewan. Keputusan yang diambil selama konsultasi nasional hari Sabtu berlangsung dengan cepat. Laporan media lokal menunjukkan bahwa partai politik tidak hadir di awal pertemuan. Kelompok-kelompok internasional dan hak asasi manusia, termasuk Uni Eropa dan PBB, telah menuduh Burkina Faso melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang serius dalam perangnya melawan Islamis, termasuk pembunuhan sembarangan dan penghilangan paksa puluhan warga sipil.

MEMBACA  Henry Rono, Pelari Jarak Pecahkan Rekor Dari Kenya, Meninggal pada Usia 72 Tahun