Seorang pria Afghanistan, yang detailnya secara tidak sengaja bocor oleh Inggris dalam kebocoran data besar, telah ditahan di Pakistan untuk dideportasi bersama beberapa anggota keluarganya, kata putranya kepada BBC.
BBC telah melihat dokumen yang tampaknya mengonfirmasi bahwa pria tersebut adalah bagian dari unit pasukan khusus Afghanistan yang bekerja bersama pasukan Inggris di Afghanistan, dikenal sebagai “Triples”.
Ancaman deportasi ini muncul saat Pakistan terus melanjutkan upaya untuk mengusir apa yang mereka sebut sebagai “warga asing ilegal” ke negara asal mereka.
Namun, putra pria Afghanistan itu mengatakan kasus mereka sangat mendesak karena jika dideportasi ke Afghanistan, ia takut mereka akan dibunuh karena ayahnya pernah bergabung dengan Triples.
Pemerintah Taliban mengklaim bahwa semua warga Afghanistan dapat “tinggal di negara ini tanpa rasa takut”. Tetapi laporan PBB berjudul “No Safe Haven” yang dirilis bulan lalu meragukan jaminan mereka tentang amnesti umum.
Pria ini dan keluarganya awalnya mendaftar ke Program Relokasi dan Bantuan Afghanistan (ARAP) Inggris—yang dibuat untuk memindahkan dan melindungi warga Afghanistan yang bekerja dengan pasukan Inggris atau pemerintah Inggris di Afghanistan—tak lama setelah Taliban kembali berkuasa pada Agustus 2021.
Keluarga itu berada di Pakistan menunggu keputusan akhir atas aplikasi—yang telah disetujui oleh Kementerian Pertahanan tahun lalu—ketika otoritas Pakistan datang untuk membawa mereka.
Putranya, Rayan (nama samaran demi keamanan), mengatakan kepada BBC bahwa ia berhasil menghindari penangkapan setelah bersembunyi di kamar mandi hotel di Islamabad bersama istri dan anak bayinya, sementara beberapa anggota keluarganya dibawa ke kamp penahanan.
“Beberapa dari keluarga saya masih anak-anak, yang paling muda baru delapan bulan. Kami terus memohon kepada polisi untuk membiarkan mereka.”
Saudaranya kemudian menelepon dari kamp dan mengatakan bahwa pejabat menginformasikan mereka akan dideportasi, tambah Rayan.
“Saudara saya bilang mereka dikurung dalam satu ruangan dengan sekitar 90 orang lain, lalu dipanggil berdasarkan nama dan dipisahkan,” kata Rayan. “Saya sangat takut mereka akan tiba-tiba dideportasi.”
Rayan menjelaskan bahwa keluarganya terjebak di Pakistan sejak Oktober 2024, ketika data biometrik mereka direkam.
Tapi mereka masih menunggu.
“Kami hanya menunggu tanpa penjelasan. Mereka terus menyuruh kami menunggu, dan sekarang sudah terlambat,” ujar Rayan.
Jubir Kementerian Pertahanan mengatakan mereka tidak berkomentar kasus per kasus. “Kami tetap berkomitmen penuh untuk memenuhi kewajiban kepada semua orang yang memenuhi syarat setelah lolos pemeriksaan relokasi,” tambah pernyataan itu.
Situasi ini semakin mengkhawatirkan karena detail keluarga ini termasuk dari sekitar 19.000 warga Afghanistan yang mendaftar relokasi ke Inggris yang bocor pada Februari 2022. Keluarga yang terlibat kebocoran khawatir ini membuat mereka rentan.
Rayan kini ketakutan polisi akan kembali menahannya, istrinya, dan anak mereka, dan mengatakan ia telah memohon kepada Komisi Tinggi Inggris di Islamabad untuk dipindahkan ke hotel lain demi perlindungan.
Calvin Bailey, anggota parlemen Partai Buruh yang pernah bekerja dengan Triples Afghanistan sebagai komandan RAF, mengatakan situasi ini “sangat memilukan”. Ia menyatakan ayah Rayan dan Triples adalah “orang yang perlu kami bantu dan kami punya kewajiban untuk memastikan mereka mendapat lebih dari sekadar perlindungan minimal”.
Bailey menambahkan bahwa ia berharap pemerintah dan Komisi Tinggi Inggris bekerja di balik layar, meskipun tidak selalu terlihat publik.
Pakistan memiliki rekam jejak panjang dalam menampung pengungsi Afghanistan. Namun pemerintah sebelumnya mengaku frustrasi dengan lamanya proses relokasi warga Afghanistan ke negara lain.
Menteri Dalam Negeri Pakistan, Talal Chaudry, mengatakan kepada BBC bahwa mereka “harus bertanya kepada otoritas Inggris mengapa mereka menunda-nunda proses relokasi ini.”
“Sudah bertahun-tahun,” katanya. “Apakah Anda benar-benar pikir mereka akan memberikan kelonggaran kepada warga Pakistan yang tinggal lebih lama di Inggris?”
Sejak September 2023, saat Pakistan meluncurkan “Rencana Repatriasi Warga Asing Ilegal”, 1.159.812 orang telah kembali ke Afghanistan, menurut badan migrasi PBB.
Pemerintah menegaskan kebijakan ini berlaku bagi semua warga asing ilegal.
Sekitar tiga juta warga Afghanistan tinggal di Pakistan, menurut badan pengungsi PBB—termasuk 600.000 orang yang datang setelah Taliban mengambil alih kekuasaan pada 2021. PBB memperkirakan setengahnya tidak memiliki dokumen.
UNHCR mendesak Pakistan untuk “memastikan pengembalian warga Afghanistan ke negara mereka bersifat sukarela, aman, dan bermartabat.”
Di tengah razia polisi dan deportasi musim panas ini, UNHCR mendesak pemerintah “untuk menerapkan langkah-langkah pengecualian bagi warga Afghanistan yang masih membutuhkan perlindungan internasional dari pemulangan paksa.”
Pelaporan tambahan oleh Usman Zahid