Loss Aversion – Mengapa Kita Lebih Takut Kehilangan Daripada Keuntungan

Loss Aversion: Mengapa Kita Lebih Takut Kehilangan Daripada Keuntungan

Manusia diatur untuk menghindari kerugian dengan cara apa pun. Fenomena psikologis ini, yang dikenal sebagai keengganan untuk kehilangan, menjelaskan mengapa kita cenderung lebih merasakan ketakutan akan kehilangan daripada kegembiraan karena mendapatkan keuntungan. Keengganan terhadap kerugian memiliki implikasi yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan kita, mulai dari pengambilan keputusan pribadi hingga investasi keuangan.

Keengganan terhadap kerugian pertama kali dikemukakan oleh psikolog Daniel Kahneman dan Amos Tversky pada tahun 1970-an. Penelitian mereka menunjukkan bahwa orang lebih termotivasi untuk menghindari kerugian dibandingkan memperoleh keuntungan yang setara. Faktanya, penelitian telah menunjukkan bahwa rasa sakit karena kehilangan secara psikologis dua kali lebih kuat daripada kesenangan karena mendapatkan.

Akar evolusi dari keengganan terhadap kehilangan dapat ditelusuri kembali ke nenek moyang kita, yang terus-menerus menghadapi ancaman terhadap kelangsungan hidup mereka. Mereka yang lebih sensitif terhadap potensi kerugian memiliki peluang lebih besar untuk bertahan hidup dan mewariskan gen mereka. Akibatnya, keengganan terhadap kehilangan ini telah tertanam kuat dalam psikologi kita.

Dalam konteks pengambilan keputusan, keengganan terhadap kerugian sering kali menimbulkan bias yang disebut bias status quo. Bias ini mengacu pada kecenderungan kita untuk lebih menyukai hal-hal yang sudah biasa dan menolak perubahan, meskipun perubahan tersebut mungkin menghasilkan keuntungan. Kita lebih cenderung berpegang pada apa yang kita ketahui, karena takut akan potensi kerugian yang mungkin timbul karena mencoba sesuatu yang baru.

Keengganan terhadap kerugian juga memengaruhi cara kita mengambil keputusan keuangan. Investor, misalnya, lebih cenderung menjual saham yang nilainya terlalu cepat naik karena takut akan potensi kerugian jika pasar ambruk. Di sisi lain, mereka mungkin menyimpan saham yang sedang menurun dengan harapan menghindari kerugian, bahkan ketika mereka berkepentingan untuk menjualnya.

MEMBACA  Mengapa Saham Super Micro Computer, C3.ai, Taiwan Semiconductor, dan Perusahaan Kecerdasan Buatan (AI) Lainnya Menguat pada Hari Kamis

Pemasar dan pengiklan sangat menyadari dampak keengganan untuk rugi terhadap perilaku konsumen. Mereka sering menggunakan strategi seperti penawaran waktu terbatas, kelangkaan, dan rasa takut ketinggalan untuk memicu ketakutan kita akan kehilangan. Dengan menekankan potensi hilangnya peluang atau produk, mereka bertujuan untuk membuatnya lebih menarik dan memotivasi kita untuk mengambil tindakan.

Memahami keengganan untuk kehilangan dapat membantu kita membuat keputusan yang lebih baik dan mengelola ketakutan kita secara efektif. Menyadari bahwa keengganan kita terhadap kehilangan merupakan respons yang alami dan evolusioner dapat membantu kita mengatasi bias status quo dan menerima perubahan ketika diperlukan atau bermanfaat.

Dalam hal investasi, penting untuk menyadari kecenderungan kita untuk bereaksi berlebihan terhadap kerugian. Dengan mempertahankan perspektif jangka panjang dan berfokus pada kinerja portofolio secara keseluruhan, kita dapat menghindari pengambilan keputusan impulsif yang hanya didasarkan pada kerugian jangka pendek.

Pada akhirnya, keengganan terhadap kehilangan adalah aspek psikologi manusia yang mengakar dan memengaruhi pengambilan keputusan dan perilaku kita di berbagai bidang. Dengan memahami fenomena ini, kita bisa menjadi lebih sadar akan bias kita dan membuat pilihan yang lebih rasional. Baik itu dalam keputusan pribadi atau investasi keuangan, mengakui ketakutan kita akan kehilangan dapat memberdayakan kita untuk menghadapi ketidakpastian dengan lebih efektif.