Dua tahun lalu, Tapestry mengumumkan rencana beli Capri Holdings, pemilik merek Michael Kors, tapi gagal karena masalah regulator. Mereka bilang infrastruktur teknologi dan supply chain yg dibangun untuk Coach bisa bantu perbaiki merek lain lebih cepat.
Ternyata, Tapestry bahkan gagal memperbaiki merek yg udah dimiliki bertahun-tahun sebelum rencana beli Capri di 2023. Kemarin, Tapestry mencatat kerugian $855 juta di Kate Spade karena penurunan pendapatan dan investasi yg dilakukan.
Tapi perusahaan masih percaya Kate Spade bisa sukses dgn sedikit usaha lagi. Padahal, Tapestry beli Kate Spade—yg terkenal dgn tas uniknya—8 tahun lalu dgn harga $2,4 miliar dan hasilnya biasa aja. Tahun ini, penjualan Kate Spade cuma $1,2 miliar, lebih rendah dari waktu dibeli dan jauh di bawah puncaknya di $1,5 miliar.
“Kami tau masih banyak yg suka merek Kate Spade, tapi eksekusi kami kurang bagus beberapa tahun ini. Sekarang kami lebih pintar soal bangun merek,” kata Scott Roe, CFO Tapestry, ke Barron’s.
Di 2017, Coach Inc—yg juga punya Stuart Weitzman—ganti nama jadi Tapestry utk jadi saingan LVMH dan Kering, tapi fokus ke merek kelas atas. Ini jadi alasan rencana beli Capri senilai $8,5 miliar (yg punya Versace dan Jimmy Choo). Tapi FTC blokir deal ini tahun lalu karena dinilai merugikan persaingan di pasar tas.
Untungnya, Tapestry berhasil bangkitkan Coach dgn fokus ke toko sendiri dan data pelanggan. Sekarang, Gen Z & milenial muda jadi 60% dari 1,5 juta pelanggan baru Coach tahun ini. Menurut Neil Saunders dari GlobalData, Coach berhasil karena lebih kekinian.
Sayangnya, Kate Spade masih bermasalah. Kecuali Stuart Weitzman yg udah dijual, Coach sekarang menyumbang 80% penjualan Tapestry. Jadi, Tapestry lebih mirip Coach plus satu merek yg bermasalah. Tahun lalu, penjualan Coach naik 10% dan dorong saham Tapestry hampir dua kali lipat—meski kemarin sempat turun karena tarif.