Bra Tanpa Kawat Jadi Tren di Victoria’s Secret
Di dunia bra, model tanpa kawat sedang menang. Dalam laporan keuangan terbaru Victoria’s Secret, CEO Hillary Super menyebut bra push-up tanpa kawat So Obsessed sebagai produk andalan dengan pertumbuhan 30% dibanding tahun lalu.
Komentarnya disambut positif oleh analis Morgan Stanley, Alexandra Stratton, yang mengatakan Super lebih paham tren fashion dibanding tim manajemen sebelumnya. Namun, Super juga menghadapi banyak masalah, seperti tarif impor Trump dan ketidakpastian konsumen. Saham perusahaan turun 50% sejak Januari, dan baru-baru ini mereka mengalami security breach yang memaksa tutup situs selama tiga hari.
Dua investor aktivis—Brett Blundy dari Australia dan Barrington Capital—mulai menekan perubahan, termasuk evaluasi kepemimpinan Super.
Perjalanan Sulit Victoria’s Secret
Super bergabung 10 bulan lalu dengan harapan baru. Ia direkrut dari Savage X Fenty milik Rihanna dengan paket gaji $18 juta. Namun, ia mewarisi merek yang sudah bermasalah sejak era sebelumnya, termasuk skandal pemimpin pria dan citra seksual yang tidak lagi relevan.
Upaya rebranding dengan VS Collective—yang lebih inklusif—tidak cukup menarik minat konsumen. Pangsa pasar turun jadi 18,7% pada 2022.
Tekanan Investor Aktivis
Blundy dan Barrington Capital menuntut perubahan besar, termasuk evaluasi dewan direksi. Mereka menyalahkan keputusan seperti akuisisi Adore Me yang gagal memberi keuntungan.
Meski begitu, beberapa analis melihat tanda perbaikan di bawah Super, terutama di merek PINK dan lini kesehatan.
Masa Depan di Tangan Super
Super baru merekrut tim pemasaran dan kreatif baru, yang ia sebut "super squad." Tugas mereka berat: membawa Victoria’s Secret kembali ke puncak sambil menyeimbangkan citra lama dan baru.
"Kami punya peluang untuk mengekspresikan VS dengan lebih energik dan menyenangkan," kata Super.
Tapi waktu tidak banyak. Investor terus menekan, dan pasar menunggu hasil nyata.