Perusahaan yang mencoba lakukan lebih dengan sedikit sumber daya biasanya pakai otomatisasi saat resesi. Tapi, munculnya AI generatif bisa ubah pola pemenang dan pecundang saat resesi berikutnya datang.
Biasanya pekerja kantoran (seperti ilmuwan, insinyur, desainer) jarang terkena PHK besar saat resesi. Tapi kali ini mungkin beda, kata Murat Tasci, ekonom senior JPMorgan.
“Kecepatan adopsi AI di tempat kerja bisa gantikan banyak pekerjaan yang terdiri dari tugas kognitif non-rutin. Ini pekerjaan seperti analisis, desain, atau hukum,” tulisnya.
Sejak akhir 1980-an, pekerjaan rutin (contoh: penjualan, admin, produksi) mulai hilang karena otomatisasi. Butuh waktu lama buat pulih setelah resesi—bahkan beberapa belum kembali ke level sebelum krisis 2008.
Tapi pekerja kognitif non-rutin biasanya tetap aman dan cepat pulih. Sekarang, tren pengangguran menunjukkan tanda buruk buat mereka.
Tanda ‘Mengkhawatirkan’ dalam Pola Pengangguran
Untuk pertama kalinya, pekerja kognitif non-rutin justru mendominasi jumlah pengangguran, bukan pekerja manual non-rutin (seperti perawat atau koki).
“Ini pertanda buruk. Risiko pengangguran buat pekerja kantoran mungkin naik,” kata Tasci. AI juga sudah mengurangi lowongan entry-level yang biasanya diisi lulusan baru.
Sementara itu, AI kurang berpengaruh ke pekerjaan rutin atau manual yang butuh interaksi fisik. Tapi ancaman ke pekerja kantoran lebih berbahaya karena mereka sekarang hampir 45% dari total lapangan kerja.
“Resiko pengangguran besar dan pemulihan lambat bisa bikin pasar tenaga kerja berikutnya suram,” peringat Tasci.
Tapi tak semua pesimis. David Sacks, investor teknologi, bilang prediksi kiamat pekerjaan karena AI berlebihan.
“Masih ada pembagian tugas antara manusia dan AI. Kamu gak akan kehilangan pekerjaan karena AI, tapi karena orang lain yang lebih jago pakai AI,” katanya di X.
Perkenalkan Fortune Global 500 2025, daftar perusahaan terbesar dunia. Lihat daftarnya tahun ini.