Perplexity Ingin Berkolaborasi dengan Penerbit, Namun Tetap Terus Digugat.

Mesin pencari AI, Perplexity, lagi dapat masalah baru terkait hubungannya yang buruk sama penerbit: tuntutan hak cipta lagi. Gugatan ini diajukan atas nama dua grup media terbesar di Jepang, Nikkei dan Asahi Shimbun. Mereka nuntut karena perusahaan ini menyalin dan nyimpen isi artikel serta mengabaikan "tindakan teknis" yang dibuat buat cegah hal ini. Kedua grup media itu minta ganti rugi masing-masing ¥2,2 miliar (USD 15 juta).

Ini jadi kemunduran buat usaha mesin pencari AI itu buat berbaikan dengan penerbit online, terutama organisasi media, yang kontennya sangat mereka andalkan untuk hasilin jawaban AI.

Mesin jawaban Perplexity yang pakai AI menjelajah situs web untuk akses konten, lalu pake materi itu untuk bikin jawaban singkat buat pengguna yang nyantumin sumber. Jawabannya merangkum info dari banyak sumber, termasuk artikel berita. Tapi, banyak penerbit berita khawatir kalo mesin pencari AI seperti Perplexity bisa jadi ancaman buat industri mereka, karena ngalihin audience dari situs web mereka dan ngerusak model iklan dan langganan mereka.

Buat coba redain kekhawatiran ini, Perplexity udah tanda tangani kemitraan bagi hasil dengan media seperti Fortune, Time, Le Monde, Der Spiegel, dan Los Angeles Times, dan janji bakal kasih akses ke alat perusahaan mereka ke organisasi mitra agar bisa bikin produk AI sendiri.

Perplexity juga baru aja luncurin program yang ngizinin penerbit untuk bagi hasil dari konten mereka lewat browser web Comet dan asisten AI-nya. Startup itu udah alokasiin dana $42,5 juta untuk inisiatif ini, dengan penerbit dapet 80% dari revenue dari langganan baru, Comet Plus. Penerbit akan dapet uang ketika artikel mereka datengin traffic lewat Comet, muncul di pencarian, atau bantu pengguna lewat asisten AI.

MEMBACA  Petani Kedelai AS Desak Perjanjian Dagang Usai Langkah Argentina: 'Frustrasi yang Sangat Mendalam'

Tuduhan Abaikan Tanda ‘No-Crawling’

Perplexity, yang didirikan tahun 2022, terakhir dihargai $18 miliar dalam putaran pendanaan Juli. Perusahaan rutin bicara soal pentingnya jurnalisme untuk produk mereka. Jessica Chan, kepala kemitraan penerbitan perusahaan, sebelumnya bilang ke Fortune bahwa perusahaan butuh "ekosistem jurnalisme dan penerbitan digital yang berkembang" dan "produksi terus-menerus" informasi jurnalistik untuk sukses.

"Dunia nggak akan mungkin sukses kalo Perplexity sukses tapi penerbit nggak," katanya.

Tapi, usaha ini belum berhasil cegah makin banyak perusahaan media yang ngambil tindakan hukum terhadap startup AI itu.

Perplexity udah hadapi ancaman hukum dari BBC karena ambil dan pake konten secara verbatim tanpa izin, juga dari Forbes dan Wired karena nerbitin ulang konten berhak milik tanpa kutip sumber. Mereka juga lagi hadapi gugatan hak cipta dari Dow Jones milik News Corp dan The New York Post. Baru aja minggu lalu, perusahaan gagal buat yakinkan pengadilan federal New York untuk buang atau pindahin gugatan News Corp.

Kasus News Corp dan gugatan terbaru dari Nikkei dan Asahi punya klaim yang mirip tapi akan dinilai di bawah hukum hak cipta yang berbeda. Di Jepang, pelatihan AI pada karya berhak cipta yang ada sebagian diizinkan, tapi ada batasannya ketika konten disalin atau disimpan tanpa izin atau ketika pengaman teknis penerbit diabaikan. Sedangkan, hukum hak cipta AS umumnya kasih perlindungan yang lebih kuat untuk penerbit, dengan pengadilan yang selidiki reproduksi dan penggunaan komersial konten.

Gugatan Nikkei dan Asahi juga klaim bahwa Perplexity udah rusak kredibilitas koran mereka dengan kasih ringkasan yang salah dan informasi yang secara keliru dikaitin ke artikel koran mereka, yang langgar Undang-Undang Pencegahan Persaingan Curang, hukum Jepang yang larang berbagai bentuk persaingan tidak sehat untuk jamin praktik adil di pasar dan lindungi bisnis dari pelanggaran seperti iklan yang menyesatkan.

MEMBACA  "Menukar Komputer Bisnis dengan Laptop Lenovo Legion untuk Kerja, Tanpa Penyesalan"

Dalam pernyataan ke Financial Times, yang dimiliki Nikkei, koran finansial itu tuduh perusahaan melakukan “‘free riding’ pada konten artikel yang wartawan dari kedua perusahaan udah habisin banyak waktu dan usaha untuk teliti dan tulis,” tanpa bayar kompensasi apapun.

Klaimnya juga termasuk tuduhan bahwa, dalam menyalin dan nyimpen artikel berita, Perplexity abaikan pengaman teknis seperti kode “robots.txt” yang dipake situs web untuk kasih tau apakah datanya bisa atau nggak bisa diambil oleh crawler otomatis; Perplexity bilang mereka hormatin permintaan ini, meski laporan 2024 di Wired nemuin Perplexity mungkin udah langgar janjinya dengan pake alamat IP yang nggak diungkapin untuk akses konten dari situs yang udah memilih untuk nggak di-scrape.

Masalah crawling ini juga udah sebabin ketegangan antara Cloudflare dan Perplexity. Perusahaan keamanan cyber itu juga tuduh bahwa Perplexity nyelakain permintaan no-crawling situs web dengan samarin identitasnya, sehingga buat lalu lintasnya keliatan kayak datang dari sumber yang berbeda. Cloudflare selidiki startup AI itu setelah pelaporannya bahwa Perplexity mengabaikan arahan robots.txt. Perplexity nggak langsung tanggapi permintaan komentar Fortune.