Para investor sangat optimis tentang strategi "beli skarang, bayar nanti". Perusahaan fintech asal Swedia, Klarna, baru saja melantai di bursa dan menjadi IPO terbesar sepanjang tahun 2025 sejauh ini, menurut Renaissance Capital.
Tapi bagi pendiri sekaligus CEO Klarna, Sebastian Siemiatkowski, perjalanan menuju kesuksesan ini memakan waktu puluhan tahun—dan sangat berliku. Bahkan, dia butuh waktu tahunan untuk menyadari bahwa kewirausahaan mungkin adalah jalannya yang sebenarnya.
Semuanya dimulai saat dia berusia 15 tahun, bekerja membalikkan Whopper di Burger King Swedia. Di sana, dia mempelajari dasar-dasar layanan pelanggan—dan mulai bertanya-tanya mengapa orang memilih bayar dengan kartu kredit daripada debit.
Karena tidak melihat masa depan di bisnis fast food, Siemiatkowski mencoba berbagai pekerjaan seperti perawat penderita demensia, guru sekolah, dan akhirnya jadi telemarketer untuk penjualan langganan internet. Pengalaman terakhirlah yang memicu ketertarikannya pada budaya kerja keras—sebuah mode yang langsung dia sukai hingga sekarang di usianya yang ke-43.
“Sales biasanya dilihat sebagai hal yang menjijikkan, tapi saya anggap itu indah,” katanya kepada Sequoia Capital. “Saya selalu suka memoles dan menyempurnakan skrip penjualan saya; akhirnya saya tahu saya berhasil suatu hari ketika saya menutup 16 panggilan berturut-turut. Hal semacam ini—seni meyakinkan—adalah keterampilan yang menarik.”
Tapi ini baru awal dari jalan Siemiatkowski memimpin perusahaan fintech top yang kini memiliki nilai pasar $16 miliar.
Tahun jeda yang memicu ide bisnis miliaran dolar
Ayah Siemiatkowski selalu ingin anaknya menjadi dokter; malah, dia mendaftar di Stockholm School of Economics untuk belajar bisnis, tapi dia bukanlah murid yang berprestasi.
Hanya dua tahun masuk, dia mengambil tahun jeda bersama teman sekampusnya, Niklas Adalberth, yang juga sesama alumni Burger King. Petualangan itu membawa mereka mencoba jadi bartender, (gagal) bekerja di kapal pesiar Florida, dan jadi pelayan di resor ski Swiss.
Masih gelisah, mereka berdua kemudian menumpang mobil keliling dunia. Tapi krisis muncul saat mereka ketinggalan kapal kargo terakhir ke Los Angeles dari Sydney, membuat mereka terdampar.
“[Itu] benar-benar mengajarkan kami nilai ketahanan,” kenang Siemiatkowski kepada Sequoia. “Kami harus menghabiskan waktu sebulan penuh di kota asing, tidak tahu apa yang akan dilakukan atau bagaimana menghidupi diri. Akhirnya kami menemukan tempat tidur hostel murah dan pekerjaan sebagai pemindah furniture. Kami membuktikan pada diri sendiri bahwa kami bisa menjadi pandai. Tidak peduli seberapa buruk keadaannya, kami bisa menemukan cara untuk bertahan.”
Krisis yang mungkin lebih buruk muncul saat mereka pulang dan sadar mereka telah melewatkan batas waktu untuk mendaftar ulang kelas di sekolah bisnis.
“Ini meninggalkan satu tahun penuh kosong,” kata Siemiatkowski. “Saat itu, saya kurus dan miskin setelah setahun bepergian, tidak ada pekerjaan, tidak sekolah, tidak ada dukungan sama sekali.” Hidup dari tunjangan kesejahteraan dan kupon makanan, dia dapat pekerjaan di perusahaan anjak piutang, yang membantu perusahaan kecil menutupi faktur yang belum dibayar. Pengalaman inilah yang pada tahun 2005 menanamkan benih untuk pendekatan Klarna dalam pembayaran konsumen: beli sekarang, bayar nanti.
Siemiatkowski mulai membangun Klarna di usia 23, dan merek tersebut kini menjadi salah satu perusahaan teratas di industri "beli sekarang, bayar nanti" yang sangat disukai Gen Z.
Dua dekade kemudian, dengan 40 karyawan yang menjadi jutawan, jalan Siemiatkowski dari pembalik burger menjadi mogul fintech membuktikan bahwa kesuksesan jarang datang dari perencanaan yang cermat—itu datang dari meraih peluang yang diberikan hidup kepadamu.
Fortune menghubungi Klarna untuk komentar lebih lanjut.
Fortune Global Forum kembali pada 26–27 Oktober 2025 di Riyadh. CEO dan pemimpin global akan berkumpul untuk acara dinamis berbasis undangan yang membentuk masa depan bisnis. Ajukan permohonan undangan.