Pasar Minyak Beralih Fokus ke Permintaan Saat Trump Nyalakan Kembali Perang Dagang

(Bloomberg) — Strategi tarif kacau Presiden AS Donald Trump udah ganggu pasar minyak selama berbulan-bulan, tapi serangannya ke mitra dagang minggu ini bikin semua setuju pada satu hal: prospek permintaan minyak bakal lebih buruk.

Paling Banyak Dibaca dari Bloomberg

Investor minyak selama ini kurang peduli berita dagang karena konflik Timur Tengah lebih pengaruh harga, tapi surat tarif Trump yang baru — dengan pajak tertinggi sejauh ini — bikin khawatir lagi soal perang dagang global bakal turunin konsumsi minyak mentah.

Prospek permintaan yang turun jadi masalah baru buat pasar yang udah dihantui bayangan kelebihan pasokan tahun ini. Selain perang dagang, prospek ekonomi China — importir minyak terbesar — yang suram bikin khawatir pasar bakal kesulitan serap pasokan tambahan di paruh kedua tahun ini.

"Fokusnya sekarang cuma pada permintaan dan tarif," kata Joe DeLaura, strategis energi global di Rabobank.

Prospek yang makin lemah bikin sentimen hedge fund terhadap minyak anjlok paling tajam sejak Februari. Manajer dana potong posisi bullish mereka di minyak AS sebanyak 29.994 lot jadi 148.106 lot per 8 Juli, menurut Commodity Futures Trading Commission. Taruhan short malah naik ke level tertinggi dalam lima minggu.

Gerakan harga minggu ini juga tunjukin betapa khawatirnya pasar soal permintaan. Harga minyak futures nggak terpengaruh keputusan OPEC+ untuk naikin produksi lebih dari perkiraan di Agustus, malah naik setelah Arab Saudi naikin harga buat pelanggan Asia — yang dilihat sebagai tanda percaya diri pada permintaan.

Perdagangan yang nggak jelas terus berlanjut Rabu kemarin, ketika komentar Menteri Energi UAE Suhail Al Mazrouei bahwa pasar butuh lebih banyak minyak bikin harga naik, padahal data tunjukkan stok minyak AS naik paling banyak sejak Januari pekan lalu.

MEMBACA  IMF mengatakan risiko stabilitas keuangan meningkat signifikan di tengah gejolak perdagangan.

"Kalau minyak nggak turun meski produksi OPEC lebih besar dari perkiraan dan stok minyak naik 7 juta barel, lalu apa yang harus bikin harganya turun?" kata Jon Byrne, analis di Strategas Securities.

Minyak emang sempet turun pekan lalu, tapi lagi-lagi nggak sesuai logika pasar biasa. Bloomberg laporkan OPEC+ mungkin berhenti naikin produksi, tapi futures malah turun 2,2% karena investor anggap berita itu sebagai tanda kurang yakin permintaan bisa seimbangin produksi.

Cerita Berlanjut

Perubahan fokus ini bikin komunikasi kartel dengan pasar makin ribet, memaksa trader analisa setiap pernyataan OPEC baik soal pasokan maupun sinyal permintaan.

"Keseimbangan pasokan dan permintaan akhir-akhir ini susah dilacak," kata Mark Malek, CIO di Siebert. "Ada banyak faktor yang dulu nggak ada," termasuk pasar gelap yang berkembang dan siklus berita yang berubah cepat.

"Pola yang dulu jelas di pasar minyak sekarang udah nggak keliatan," tambahnya.

Dalam jangka pendek, musim berkendara puncak di Amerika Utara dan margin kilang yang sehat masih topang konsumsi, sementara anggota OPEC kesulitan naikin produksi buat capai target 411.000 barel bulan Juli.

"Kalau liat ekspor dibanding impor, pasar terlihat relatif seimbang," kata Samantha Hartke, kepala analisis pasar Vortexa untuk Amerika. Tapi, "sedikit tanda kelemahan pasokan atau permintaan bisa guncang pasar."

Tapi ekspektasi permintaan yang melemah makin meluas. International Energy Agency Jumat lalu proyeksi konsumsi minyak global cuma naik 700.000 barel per hari di 2025 — paling lambat dalam 16 tahun selain masa pandemi 2020. Kontraksi terbesar terjadi di negara-negara yang kena perang dagang, termasuk China, Jepang, Korea, AS, dan Meksiko.

Tarif Trump bisa perparah situasi, termasuk pajak 50% untuk impor dari Brazil — pemasok penting minyak ke AS — yang bisa ganggu aliran perdagangan.

MEMBACA  Inflasi konsumen China bulan Juni meleset dari ekspektasi di tengah permintaan yang lemah

Tapi ketegangan geopolitik yang masih ada bikin sentimen bearish nggak sepenuhnya kuasai harga minyak. Trump bilang akan bikin "pengumuman besar" soal Rusia Senin depan, bikin spekulasi dia bakal tekan ekspor minyak Moskow. Sementara itu, serangan mematikan Houthi di Laut Merah tetap bikin khawatir soal rute perdagangan minyak utama.

Yang lebih penting, pasar minyak mungkin akan lihat laporan ekonomi besar dalam beberapa minggu ke depan, termasuk data indeks harga konsumen AS yang bisa pengaruhi kebijakan moneter di ekonomi terbesar dunia.

"Harga sekarang nggak masuk akal," kata Scott Shelton, spesialis energi di TP ICAP Group Plc. "Prospek harga minyak mentah keliatannya suram buat saya."

—Dengan bantuan dari Yongchang Chin.

Paling Banyak Dibaca dari Bloomberg Businessweek

©2025 Bloomberg L.P.