Pasar sebagian besar tidak peduli kemungkinan tarif baru bisa bikin saham turun kayak bulan April lalu.
Presiden Donald Trump kasih perpanjangan lagi utk kebijakan tarifnya yg akan berlaku mulai 1 Agustus. Beberapa negara, termasuk mitra dagang besar kaya Korea Selatan dan Jepang, dapet “surat tarif” Senin lalu, isinya tarif baru buat barang mereka. Trump bilang lebih banyak surat akan dikirim Selasa dan Rabu.
Negara-negara yg dapet surat bakal kena tarif baru gantiin yg diumumin Trump tgl 2 April.
Awal tahun ini, pengumuman tarif dadakan Trump bikin pasar kacau. Sekarang dgn kemungkinan sama, beberapa pasar malah ada di level tertinggi. Kayaknya pasar gak cuma ngitung resiko itu, tapi mungkin ngabaikan sama sekali.
“Pada titik tertentu, resiko tarif balasan dgn mitra dagang utama bisa kembali ke level 2 April, dan itu bisa jadi penghalang utk pasar,” kata Nadia Lovell, strategis saham AS senior UBS, dalam briefing media Selasa. “Tapi utk sekarang pasar kayaknya mau lewatin resiko ini.”
Dan emang mereka lewatin.
Minggu lalu, S&P 500 capai rekor tertinggi 6,284.65. Per Selasa, cuma selisih 50 poin dari rekor itu. Pasar sempet balik naik dari titik terendah awal April, karena AS pelan-pelan nuju kebijakan dagang yg dianggap stabil sama investor. Mereka juga mulai terbiasa dgn kebijakan tarif Gedung Putih yg suka berubah-ubah.
“Beberapa bulan terakhir, kita liat pemerintahan naikin tarif, terus cepat turunin lagi, dan ini mungkin cuma taktik eskalasi lagi,” kata Lovell soal deadline terbaru.
Di lingkaran investasi, fenomena ini disebut “Trump put“, istilah dari trading opsi. Teori ini bilang Trump selalu mundur dari kebijakan yg bikin saham turun, jadi setiap penurunan cuma sementara dan jadi kesempatan beli.
Tapi bukan berarti pasar benar-benar kebal dari ketidakpastian tarif. Dow Jones dan S&P sama-sama turun Selasa, hari kedua berturut-turut.
Sejauh ini, Trump udah tunjukin kecenderungan utk mundur dari kebijakan tarif paling keras. Banyak perpanjangan deadline bikin investor yakin tarif akhir gak bakal seberat draf awal. Ada juga pengecualian utk beberapa industri kayak chip, mineral penting, dan beberapa obat. Tapi Trump janji gak ada perpanjangan lagi utk deadline 1 Agustus.
Meski sekarang ada jeda, rata-rata tarif impor AS udah lebih dari enam kali lipat dibanding awal tahun. Menurut hitungan UBS, tarif rata-rata sekarang 16%, bandingin sama 2.5% di 2024. Kalo semua tarif yg ditunda diterapin lagi, angkanya bisa naik ke 21%.
Di Wall Street, banyak institusi keuangan sarankan klien diversifikasi dari saham AS, meski udah naik lagi sejak April. Banyak manajer investasi alihkan portofolio ke saham Eropa, yg udah lama ketinggalan dari AS. Alasannya, pasar AS masih rentan sama kebijakan dagang yg berubah-ubah.
“Apa yg terjadi kemarin gak boleh diartikan kita udah dekat akhir cerita tarif AS 2025,” tulis Thierry Wizman, strategis forex global Macquarie. “Selain tarif balasan yg belum kelar, tahun ini juga bakal ada tarif strategis baru.”
Naikin tarif juga bakal bikin prediksi pertumbuhan AS lebih rendah dari sekarang. Di awal kebijakan tarif Trump, resesi AS melonjak. Prediktor dari Wall Street dan The Fed turunin proyeksi pertumbuhan GDP dan naikin prediksi inflasi & pengangguran. Rata-rata pertumbuhan AS menurut ekonom Fed sekarang 1.4%. Prediksi UBS utk 2025 lebih rendah, cuma 0.9%, kata Jonathan Pingle, Ekonom AS utama mereka.
Kalo semua tarif April balik lagi, AS bisa kehilangan “tiga persepuluh” dari tingkat pertumbuhan tahunan, kata Pingle. “Di skenario itu, kemungkinan resesi naik, dan pertumbuhannya bakal lambat. AS jarang banget tumbuh di bawah 1%.”