Orang-orang punya rasa takut alami untuk tunjukin kelemahan, terutama saat wawancara kerja ketika mereka mencoba tampil yang terbaik. Itu lah kenapa Nickle LaMoreaux, CHRO dari raksasa teknologi IBM, selalu nanya ke setiap kandidat pertanyaan yang sama: “Bisa cerita waktu kamu gagal?”
LaMoreaux bilang dia cari orang yang bisa tunjukin ketahanan, apalagi sekarang AI udah ubah total kerja kantoran dan karyawan dipaksa buat belajar skill baru. Intinya, apakah seseorang bisa gagal, bangkit lagi, belajar dari kesalahan, dan lanjut dengan cepat? Ini adalah kualitas yang LaMoreaux sebut “learning agility,” atau kemampuan buat beradaptasi dan bangun skill. Ini juga yang dia anggap sebagai “faktor kesuksesan terpenting” di bisnis sekarang.
“Kita di lingkungan di mana kamu gak bisa prediksi apa yang bakal terjadi,” katanya di panel Tech Week 2025 di New York awal bulan ini. “Gimana kalau kamu belajar sesuatu selama dua taun tapi gak berhasil, apa yang bakal kamu lakuin? Seberapa kuat ketahanan kamu buat bangkit dan belajar hal baru?”
LaMoreaux bilang IBM sebagai perusahaan mencoba gak cuma bahas gagal, tapi terima itu. CEO Arvind Krishna sekarang ngadain jam kerja bulanan yang disiarkan ke seluruh perusahaan di mana dia sebutkan eksperimen AI yang gagal. Ini upaya internal buat “normalin” kegagalan, karena bakal banyak percobaan dan masalah saat adopsi teknologi baru. Dia juga bilang penting buat catat apa yang gak berhasil, sama pentingnya dengan yang berhasil, supaya orang lain gak ulang kesalahan yang sama.
Budaya kayak gini umum di startup, tapi jarang di perusahaan Fortune 500. “Untuk organisasi besar yang udah lama berdiri, gagal dan merayakannya gak mudah,” katanya. “Ini perubahan budaya buat banyak organisasi. Orang susah dengan kata ‘gagal’.”
Brit Morse
[email protected]