Memberi Hadiah bagi Konsumen yang Peduli Karbon Bukanlah Hal Radikal—Itu adalah Masa Depan Perbankan

Gabriele Buffo adalah anggota Harvard Innovation Lab yg spesialis di transformasi perbankan dan solusi super app.

Meski fintech sudah inovatif, sektor perbankan masih pakai metrik kuno. Skor kredit, tingkat pendapatan, dan pengeluaran masih jadi tolok ukur kepercayaan. Tapi di tahun 2025, bukan gaji yg bikin kamu layak dapat pinjaman, tapi perilakumu.

Sudah waktunya sistem finansial menghargai bukan cuma seberapa banyak kamu belanja, tapi juga caramu hidup.

Bank sekarang hadapi dilema besar. Di satu sisi, ada super app lincah spt di China yg udah dominan. Mereka gabungin belanja, gaya hidup, dan pembayaran jadi satu. Di sisi lain, 86% konsumen AS mau brand bawa perubahan positif utk lingkungan, dan 77% kehilangan respect kalo brand pilih untung daripada bumi. 63% konsumen juga lebih milih beli dari brand yg sesuai nilai mereka. Bank tradisional yg cuma kasih poin belanja atau bebas biaya tabungan, ketinggalan.

Ini fakta yg nggak nyaman: Kalo bank mau tetap relevan, mereka harus berhenti cuma ngejar teknologi dan mulai pimpin lewat nilai.

Disclaimer: Saya lagi kuliah S2 data science di Harvard, tapi juga anggota Harvard Innovation Lab yg fokus ke solusi super app berbasis gaya hidup berkelanjutan pake AI utk hadiahin pilihan hidup ramah lingkungan.

Kenapa nilai lebih penting daripada hadiah

Digitalisasi layanan atau bikin app keren udah nggak cukup. Gen Z dan milenial sekarang milih institusi finansial berdasarkan nilai. Mereka mau bank perhatikan dan peduli kalo mereka kurangi sampah, makan sehat, atau beli produk etis.

Kita kasih hadiah buat mil penerbangan, belanja mewah, atau trading saham. Kenapa nggak buat kurangi karbon, hidup mindful, atau pilih makanan berkelanjutan?

MEMBACA  Ketegangan yang Meradang di Kanada | Pendapat

Ada model loyalitas yg lebih cerdas: integrasi sinyal ESG (environmental, social, governance) langsung ke cara nasabah dinilai, dikelompokkan, dan dihadiahi. Ini bukan amal, tapi bisnis. Keterlibatan berbasis nilai bikin loyalitas lebih dalam, buka peluang jualan lain (kaya pinjaman ramah lingkungan buat mobil listrik), bahkan bisa jadi alternatif indikator risiko kredit (misal, pembayaran sewa atau listrik).

Mungkin ada yg keberatan kalo gaya hidup dimasukin ke produk finansial, bilang ini narik urusan pribadi atau bias. Tapi jujur aja, bank udah lama hadiahin perilaku—cuma salah arah. Sistem finansial selalu prioritaskan volume, bukan nilai. Dulu mungkin nggak masalah, tapi sekarang konsumen hidup di ekosistem, bukan cuma catatan keuangan. Mereka mau bank jadi mitra hidup, bukan cuma penyedia layanan.

Alasan utk bank perilaku

Sistem hadiah bertingkat yg lacak dan dukung gaya hidup rendah dampak bukan cuma mungkin—tapi praktis. Bayangin kalo orang yg naik transportasi umum, makan berkelanjutan, atau tidur lebih baik dapat suku bunga pinjaman lebih rendah atau tabungan lebih tinggi. Atau platform yg ajak pengguna capai tujuan berkelanjutan dan kasih hadiah nyata.

Ini bukan mimpi. Teknologinya udah ada. Yg kurang cuma kemauan institusi.

Udah ada tanda-tanda gerakan ke arah ini. Fintech progresif mulai eksplor indikator perilaku utk ukur tanggung jawab finansial lewat cara orang belanja, bukan cuma pendapatan. Contoh, Mastercard bikin Carbon Calculator bareng Doconomy. Alat ini bantu pengguna lacak jejak karbon belanja mereka lewat app bank. Lebih dari 50 bank di dunia udah pakai ini.

Pendekatan perilaku juga bikin bank lebih adaptif dan manusiawi. Model sekarang sering anggap orang yg pulih dari masalah finansial sebagai berisiko, meski perilaku sehari-hari mereka disiplin. Tentu, nggak semua pengeluaran sama. Aplikasi wellness atau transportasi umum bukan nilai universal, dan yg dianggap “baik” buat satu orang bisa dianggap boros buat yg lain. Makanya, nuansa penting.

MEMBACA  Pemotongan Anggaran Argentina Memicu Protes di Universitas Oleh Reuters

Orang berpenghasilan tinggi yg boros tanpa utuk belum tentu lebih aman daripada yg hemat setelah di-PHK. Tujuannya bukan menghakimi, tapi memaknai. Di industri lain, personalisasi udah biasa. Kenapa perbankan masih pakai alat tumpul kaya skor statis atau pendapatan saja?

Bank udah puluhan tahun jadi digital. Langkah selanjutnya adalah jadi sekutu etis—bukan lewat laporan ESG atau janji net-zero, tapi lewat desain produk nyata. Loyalitas sejati didapat saat sistem hadiah mencerminkan nilai dan aspirasi penggunanya.

Ini bukan cerita feel-good: Ini soal bertahan

Dalam laporan Accenture 2024, analis bilang bank bisa kehilangan loyalitas dan diferensiasi brand kalo gagal integrasi lebih dalam dengan ekosistem digital. Sementara, Gen Z anggap penyedia finansial sebagai cerminan nilai mereka, minta transparansi dan perubahan sosial.

Perubahannya jelas: Konsumen sekarang kelola makna, bukan cuma uang. Mereka cari kecocokan, bukan cuma kenyamanan.

Bank yg abaikan ini udah mulai kehilangan relevansi; satu dari lima konsumen pindah bank karena pengalaman buruk dan kurang relevan. Bank yg bergerak sekarang punya cara utk memimpin—bukan lewat bahasa pemasaran, tapi aksi produk yg hargai keputusan yg dunia butuhkan. Ini bukan soal posisi, tapi ketahanan.

Masa depan perbankan akan ditentukan kepercayaan—bukan cuma keamanan, tapi nilai, visi, dan tujuan bersama. Bank yg menang adalah yg berani bilang bahwa apa yg kamu percaya lebih penting daripada apa yg kamu hasilkan.

Opini di artikel Fortune.com adalah pandangan penulis, belum tentu mencerminkan pendapat Fortune.