Pengguna GLP-1 seperti Ozempic dan Wegovy lebih jarang makan di restoran atau pesan makanan, menurut laporan terbaru dari Bloomberg Intelligence. Perubahan kebiasaan makan ini jadi masalah baru buat industri kuliner, yang udah susah bangkit setelah pandemi dan hadapi ketidakpastian ekonomi akibat tarif.
Restoran sekarang bukan cuma hadapi masalah ekonomi, tapi juga perubahan kebiasaan konsumen karena obat-obatan seperti Ozempic dan Wegovy makin populer.
Laporan Bloomberg Intelligence menyebut, pengguna GLP-1 mengurangi frekuensi makan di luar atau pesan takeout. Survei ke 1.000 pengguna di AS tunjukkan 54% responden bilang mereka "jauh lebih jarang" atau "lebih jarang" makan di restoran sejak pakai obat ini. Hampir sama persentasenya yang mengurangi pesan takeout.
Sebaliknya, 70% responden bilang mereka sekarang lebih sering masak di rumah, dan sekitar setengahnya belanja bahan makanan lebih banyak.
Obat GLP-1 bisa bikin turun berat badan cepat, jadi makin banyak dipakai. Sekitar 4% orang AS pakai obat ini buat turunin berat badan atau obati diabetes tipe 2—naik 600% dari 6 tahun lalu, menurut data FAIR Health.
Obat ini tingkatkan insulin dan turunkan gula darah, bikin makanan dicerna lebih lambat dan kurangi nafsu makan. Efeknya, beberapa pengguna makan lebih sedikit atau pilih makanan bergizi tinggi, yang mungkin bikin mereka enggan makan di restoran.
Penelitian Bloomberg Intelligence nambahin bukti bahwa pengguna GLP-1 makin jarang makan di luar. Survei Morgan Stanley April 2024 temukan hampir dua pertiga responden mengurangi pengeluaran di restoran, sementara 31% kurangi belanja bahan makanan.
Beberapa perusahaan makanan mulai adaptasi produk buat pengguna GLP-1. Oktober 2024, Smoothie King luncurkan menu tinggi protein dan serat khusus buat mereka. Sebelumnya, Nestle juga umumkan bakal bikin "produk pendamping" buat pengguna GLP-1 yang perlu kurangi kalori.
Produsen obat GLP-1 sadar kekhawatiran perusahaan makanan. Februari 2024, CEO Novo Nordisk (pembuat Ozempic) bilang dia sering terima telepon dari eksekutif perusahaan makanan yang "khawatir" soal dampak obat ini ke industri.
Masalah buat restoran
Laporan Bloomberg Intelligence sebut penurunan frekuensi makan di luar makin parah karena tekanan ekonomi. Penurunannya terjadi di semua kalangan penghasilan, dari yang gajinya di bawah $50.000 sampai lebih dari $150.000 per tahun. Restoran fast-food atau yang kurang sehat mungkin paling terdampak.
Industri restoran bukan cuma hadapi perubahan kebiasaan makan. Masih ada kelangkaan tenaga kerja pasca-pandemi dan ketidakpastian tarif yang bikin kepercayaan konsumen turun.
CEO Campbell’s bilang penjualan sup kaleng naik tajem, mungkin karena orang lebih milih masak di rumah.
"Sejak Januari, konsumen makin hati-hati belanja makanan. Efeknya, makin banyak yang milih masak di rumah—tingkat tertinggi sejak 2020," katanya.
Generasi Z juga mulai hemat dengan pesen makanan kecil, makan menu anak-anak, atau ga minum alkohol.
Meski ada bukti pengguna GLP-1 mengurangi makan di restoran, beberapa pemilik restoran anggap masalah ini berlebihan. CEO Portillo’s bilang dampak obat ini mungkin cuma di kota-kota pesisir, bukan di Midwest AS.
"Ini dibesar-besarkan. Narasi yang menarik, tapi ga pengaruhin bisnis kami," katanya.
Cerita ini pertama kali dimuat di Fortune.com.