Layanan TI awalnya dibuat untuk mengatur kekacauan. Tapi sekarang, bagi banyak organisasi, layanan TI malah jadi sumber kekacauan baru. Antrian tiket terus bertambah. Prosesnya terasa kaku. Dan karyawan sering frustasi dengan sistem yang sepertinya tertinggal sepuluh tahun.
Angka-angka menunjukkan masalah ini. Pada tahun 2025, 40% organisasi mengganti atau mengimplementasi ulang alat layanan TI mereka. Ini tanda jelas modelnya sudah usang dan perlu dipikir ulang. Sementara itu, 58% organisasi mengatakan tim TI mereka menghabiskan lebih dari lima jam per minggu untuk permintaan yang berulang-ulang. Harus ada perubahan.
Dunia bisnis sekarang gesit. Pelanggan mengharapkan perbaikan instan, dan kecerdasan buatan (AI) mengubah cara kerja. Masalahnya? Banyak proses TI tidak mengikuti perkembangan. Mereka masih terbebani oleh alur kerja manual yang ketinggalan zaman dan memperlambat semua orang. Laporan terbaru menyebut 45% organisasi menganggap tugas berulang sebagai tantangan utama layanan TI di 2025. Agar tetap relevan, TI harus berkembang dari fungsi belakang layar menjadi pendorong strategis pertumbuhan bisnis.
Ini tiga tantangan terbesar yang menghambat layanan TI dan cara tim yang visioner mengatasinya:
### 1. Perangkap beban kerja manual
Bagi kebanyakan tim TI, hari diisi oleh tugas manual: mencatat insiden, membagikan tiket, mendokumentasikan perbaikan, dan memperbarui catatan. Proses berulang ini menghabiskan waktu dan produktivitas. Faktanya, 90% pemimpin TI mengatakan kerja manual dan berulang menyebabkan semangat kerja karyawan rendah.
Dampaknya dalam. Analis yang terampil dialihkan dari pekerjaan strategis. Proyek mandek. Kelelahan karyawan meningkat. Akhirnya, TI dilihat sebagai pusat biaya, bukan pendukung.
Solusinya dimulai dengan otomatisasi, tapi bukan cuma otomatisasi berdasarkan aturan. Generasi baru layanan TI dibangun dengan kecerdasan, sistem yang memahami konteks dan bisa mengerti apa yang dibutuhkan seseorang. Misalnya, saat seorang karyawan mengirim pesan ke TI tentang masalah, sistem bisa mengambil detail penting, membuat tiket, dan mengirimkannya ke orang yang tepat secara otomatis. Alih-alih manusia yang mengejar data, sistem yang melakukannya untuk mereka.
Perubahan ini tidak menggantikan manusia, tapi mengalihkan fokus mereka. Analis sekarang bisa menghabiskan waktu untuk pekerjaan penting seperti mendiagnosis masalah kompleks atau memperbaiki proses, bukan menyalin-tempel tiket.
### 2. Kesenjangan pengalaman karyawan
Tempat kerja modern berjalan di platform kolaborasi seperti Slack dan Teams. Tapi kebanyakan alat layanan TI masih berada di luar tempat orang benar-benar bekerja. Karyawan harus meninggalkan alur kerja mereka, membuka portal, mengisi formulir, dan menunggu. Seringkali, mereka melakukan ini tanpa tahu apa yang terjadi selanjutnya.
Hasilnya? Keterlibatan rendah. Di banyak perusahaan, banyak masalah TI tidak dilaporkan karena prosesnya terasa terlalu menyusahkan. Faktanya, 62% karyawan mengatakan mereka menghindari help desk sama sekali, dan 58% mengakui mereka hidup dengan masalah berkelanjutan yang belum bisa diperbaiki TI, menurut survei terbaru.
Analis TI juga merasakan gesekan ini. Percakapan penting (pemecahan masalah, pengumpulan konteks, pembaruan) terjadi di utas obrolan, sementara catatan resmi ada di sistem yang berbeda. Pindah tab terus-menerus itu memperlambat segalanya.
Pemimpin TI modern menutup kesenjangan ini dengan membawa layanan TI ke lapisan kolaborasi. Ketika karyawan bisa meminta bantuan dan melacak masalah langsung di tempat mereka berkolaborasi dan bekerja, seperti Slack atau Teams, konteks tetap utuh dan pekerjaan terus berjalan. Dengan agen AI yang sekarang ada di platform ini, mereka bisa meminta apa yang mereka butuhkan dengan bahasa alami, seperti mengobrol dengan rekan atau antarmuka seperti ChatGPT. Hasilnya: TI menjadi bagian aktif dari pekerjaan sehari-hari, bukan sistem terpisah yang dihindari.
Ini adalah perubahan budaya sekaligus teknis, menyelaraskan TI dengan cara karyawan sebenarnya berkomunikasi. Dan ini berhasil: 71% pemimpin TI percaya bahwa AI atau otomatisasi cerdas akan meningkatkan kepuasan karyawan dan pelanggan dalam layanan TI.
### 3. Proses kaku di dunia yang dinamis
Jika ada satu frasa yang membuat frustasi setiap pemimpin TI, frasa itu adalah: “Memang begini cara sistemnya bekerja.”
Kerangka kerja layanan TI tradisional sering mengunci tim dalam alur kerja tetap. Perlu menyesuaikan proses persetujuan untuk aturan kepatuhan baru? Menambah langkah khusus untuk jenis perubahan prioritas tinggi? Seringkali, butuh berminggu-minggu pengembangan atau konsultan mahal untuk pembaruan kecil sekalipun.
Ironisnya, layanan TI, yang dimaksudkan untuk memberikan fleksibilitas pada operasi, telah menjadi salah satu sistem paling tidak gesit dalam tumpukan teknologi perusahaan.
Yang berubah sekarang adalah munculnya alur kerja low-code dan adaptif. Platform seperti Salesforce, ServiceNow, dan alat ITSM modern lainnya memungkinkan tim merancang dan memodifikasi proses tanpa keahlian coding yang mendalam. Alih-alih sistem kaku yang dikodekan keras, TI dapat mendefinisikan siklus hidup dinamis di mana setiap tahap memiliki aturan, tugas, dan kontrol aksesnya sendiri. Persetujuan dapat menyesuaikan secara otomatis berdasarkan risiko atau dampak. Dan analitik terintegrasi membantu tim melihat apa yang berhasil dan di mana kemacetan terbentuk.
### Memikirkan ulang layanan TI untuk masa depan
Layanan TI masa depan tidak hanya akan mengelola insiden dan perubahan. Ia akan mengorkestrasi alur kerja cerdas di seluruh perusahaan. Karyawan akan berinteraksi dengan TI dengan cara yang sama mereka menggunakan aplikasi modern mana pun — secara percakapan, kontekstual, dan instan. Tim TI akan lebih fokus meningkatkan hasil daripada memelihara sistem.
Kita sudah melihat cetak birunya: otomatisasi mengurangi beban manual, kolaborasi yang mengutamakan Slack meningkatkan pengalaman, dan kerangka kerja fleksibel memungkinkan adaptasi. Bersama-sama, pergeseran ini mendefinisikan ulang apa itu layanan TI, mengubahnya dari fungsi pendukung menjadi mitra strategis untuk setiap departemen.
Tantangannya bukan lagi teknologi. Tapi pola pikir. Layanan TI modern bukan tentang menjaga agar lampu tetap menyala. Ini tentang menerangi jalan ke depan.
Pendapat yang diungkapkan dalam artikel komentar Fortune.com adalah pandangan penulisnya dan tidak selalu mencerminkan pendapat dan keyakinan Fortune.