Buka newsletter White House Watch gratis
Panduan kamu untuk memahami arti masa jabatan kedua Trump bagi Washington, bisnis, dan dunia.
Larry Fink, CEO BlackRock, bilang AS "akan nabrak tembok" kecuali ekonominya tumbuh cukup cepat untuk mengatasi defisit besar dari belanja pemerintah. Banyak ahli keuangan juga memperingatkan soal utang AS yang makin menumpuk.
Fink, yang memimpin manajer aset terbesar dunia, sebut defisit adalah salah satu dari "dua masalah paling serius" yang diabaikan politisi AS. Presiden Donald Trump berencana memotong pajak yang akan nambah utang negara $2,4 triliun dalam 10 tahun ke depan.
"Kita ada rencana pajak yang bakal nambah $2,3 triliun, $2,4 triliun utang," kata Fink, sambil ngasih tahu utang AS sekarang udah $36 triliun. "Kalau kita ga bisa tumbuh 3% per tahun… kita bakal nabrak tembok."
Di konferensi Forbes di New York, Fink bilang, "Kalau pertumbuhan ga membaik dan ekonomi cuma naik 2%, defisit bakal membebani negara ini."
Ken Griffin, pendiri Citadel, juga ngomong di acara yang sama: "Kondisi fiskal AS ga beres." Dia nambahin, "Defisit 6-7% di saat lapangan kerja penuh dan setelah bertahun-tahun pertumbuhan itu ga bertanggung jawab."
Defisit AS melonjak akhir-akhir ini, sekarang mencapai 120% dari PDB. Imbal hasil obligasi pemerintah 30 tahun AS juga naik ke level tertinggi sejak akhir 2023 karena banyaknya surat utang baru di pasar.
Para bos Wall Street, termasuk CEO JPMorgan Jamie Dimon, udah peringatkan risiko defisit besar. Investor khawatir biaya bunga dari utang bakal membebani belanja pemerintah dan memperlambat pertumbuhan.
Kekhawatiran ini makin besar setelah DPR AS setujui rencana Trump yang bakal nambah defisit $2,4 triliun. Sekarang Senat sedang bahas rencana itu.
Meski pemerintahan Trump janji bakal kurangi belanja, pemotongan pajak tahun 2017 malah bikin defisit makin besar.
Ekonom bilang AS udah lama di jalan fiskal yang ga sustainable. Belanja besar-besaran (terutama pas pandemi) dibarengi pemotongan pajak. Bahkan sebelum rencana Trump, utang AS diprediksi bakal lebih tinggi dari level Perang Dunia II.
Makin banyak AS pinjam, makin banyak utang yang harus dijual ke investor: pasar obligasi AS udah membengkak dari $5 triliun (2008) jadi $29 triliun sekarang. Fink bilang, kelebihan pasokan surat utang bakal susah dicerna pasar, apalagi AS udah bikin investor asing jengah dengan kebijakan tarifnya.
"Yang penting, 25% pasar obligasi AS dimiliki asing," kata Fink. "Itu ga bagus pas kita lagi berantem soal tarif sama banyak negara. Sekarang dolar juga mulai melemah."