Struktur Perusahaan yang "Datar" Berkat AI
Struktur perusahaan tradisional, berbentuk segitiga dengan eksekutif di puncak dan pekerja junior di bawah, sedang berubah secara diam-diam karena AI.
Di Moderna, departemen HR dan teknologi kini digabung di bawah satu pimpinan, yaitu "Chief People and Digital Officer". Di perusahaan kesehatan lain yang berbasis AI, tim 10 insinyur perangkat lunak diganti dengan unit tiga orang yang mengawasi agen AI. Amazon pun mengurangi lapisan manajemen menengah untuk membuat struktur lebih ramping dan siap AI.
AI bukan cuma alat baru di tempat kerja—ia juga mengubah cara perusahaan dikelola.
Ini disebut "The Great Flattening" (Pendataran Besar).
Saat para pemimpin bisnis berusaha mengintegrasikan AI, peran tingkat pemula menghilang, lapisan manajemen menipis, dan tugas tim mulai kabur. Di antara Fortune 500, manajer menengah dan pekerja pemula terkena dampaknya, tapi bahkan di level eksekutif (C-suite), struktur piramida lama mulai rata.
Bos-bos teknologi bilang AI bisa otomatiskan kerja membosankan, mengurangi tugas admin, dan memberi ruang untuk kreativitas. Seperti kata Satya Nadella (Microsoft) awal tahun ini: "Saya pikir dengan AI, saya bisa kerja lebih baik dengan kolega."
Tapi, bagaimana bentuk perusahaan berbasis AI dalam prakteknya?
Perusahaan yang "Datar" karena AI
Salah satu ciri perusahaan berbasis AI adalah struktur yang lebih datar—artinya lebih sedikit lapisan manajemen, peran junior dikurangi, dan semakin bergantung pada AI untuk tugas yang dulu dikerjakan manusia.
Ini juga berarti struktur tim tradisional bisa berubah atau bahkan gabung.
Contohnya, perusahaan farmasi Moderna menggabungkan departemen HR dan teknologi di bawah satu pimpinan. Menurut Wall Street Journal, langkah ini didorong oleh kerja sama dengan OpenAI, di mana AI membantu tugas HR dan peran junior.
Di McKinsey, ribuan agen AI dipakai untuk bantu konsultan dalam membuat presentasi, merangkum riset, dan memeriksa logika argumen. Sekitar 40% pendapatan perusahaan sekarang berasal dari konsultasi AI.
"Kalau perusahaan berbasis AI, agen AI bisa mengerjakan banyak tugas eksekusi," kata Nick South dari Boston Consulting Group. "Peran manusia pun jadi berbeda."
Ini terjadi karena tugas-tugas tertentu diotomatisasi AI.
"Peran pekerja jadi terurai—beberapa tugas diambil alih AI, yang lain mungkin baru," jelas Eva Selenko, profesor psikologi kerja. "Satu peran mungkin berkurang, tapi orang itu akan ambil fungsi lain."
Artinya, pekerjaan tidak hilang sepenuhnya, tapi tugas jadi lebih beragam dan batas antar tim mulai kabur.
"Sekarang kita beralih ke jaringan lebih datar, di mana tim manusia mengawasi agen AI," kata Rob Levin dari McKinsey.
Misalnya, sebuah perusahaan kesehatan mengganti tim pengembang software 10 orang dengan unit tiga orang: product owner, insinyur software yang mahir menggunakan alat coding AI, dan arsitek sistem.
Tapi, perubahan besar seperti ini lebih mudah dilakukan di perusahaan kecil atau startup daripada korporasi besar yang strukturnya kompleks.
Nasib Manajer Menengah
Salah satu cara perusahaan—khususnya di sektor teknologi—untuk mempermudah struktur di era AI adalah dengan memotong jumlah manajer. Misalnya, CEO Palantir Alex Karp berencana memangkas 500 dari 4.100 karyawan, sebutnya sebagai "revolusi efisien yang gila."
Manajer menengah sering dikritik, terutama oleh bos-bos teknologi macam Andy Jassy (Amazon), yang bilang manajer menengah bisa memperlambat keputusan dan inovasi.
Amazon kini mengejar struktur lebih datar dengan mengurangi manajer dan meningkatkan individual contributors.
Tapi, para ahli bilang manajer menengah belum tentu hilang sepenuhnya.
"AI mungkin mengurangi beban koordinasi, yang dulu jadi tugas manajer menengah," kata Tristan L. Botelho dari Yale. "Tapi, saya tidak yakin peran mereka akan hilang total." Menurut gw, ini bakal ngubah cara manajer mikir tentang peran mereka di organisasi," katanya. "Satu hal yg sering gw bahas sama eksekutif…adalah ide bahwa AI yg terintegrasi dengan organisasi harus…tingkatkan skill lu sebagai manajer."
Di era AI, soft skills juga makin penting, apalagi buat manajer menengah yg punya fungsi vital di HR. Karyawan tetap butuh di-manage, dan tim harus bisa kerja dengan empati, atau organisasi bisa kehilangan orang-orang terbaiknya.
"Ada sisi manusiawi di sini," kata Stella Pachidi, Dosen Senior di King’s Business School. "Nggak sustainable kalo bos cuma algoritma, itu nggak bakal bertahan lama."
Berbeda dengan narasi Big Tech, beberapa ahli bilang kelas manajerial bakal berkembang dalam struktur organisasi tradisional karena otomasi gantikan pekerjaan level rendah.
Nick South dari BCG bilang ke Fortune bahwa pekerjaan level eksekusi, yg biasanya di bawah org chart, bakal pertama kena dampak AI, sementara level manajerial atau "orchestration" bakal makin kompleks dan penting.
"Di layer orchestration, itu harus lebih besar dari sekarang…akan ada bagian manusia yg kritis, yaitu memastikan semua ini berjalan," ujarnya.
"Kalo liat profil manajer menengah klasik, skill-nya kayak general manager. Tapi yg dibutuhkan di masa depan adalah gabungan antara proficiency AI buat manage tenaga kerja manusia-AI, plus skill dasar logika, etika, retorika, dan komunikasi, biar bisa kolaborasi di organisasi yg kurang siloed. Jadi, peran orchestration bakal cukup rumit."
The new C-suite
Sementara manajer menengah dan karyawan entry-level mungkin paling kena dampak AI, perubahan ini sampe ke level atas.
AI udah menggeser dinamika kekuasaan di C-suite dan bikin peran eksekutif baru yg kuat. Menurut studi Foundry 2023, 11% perusahaan besar udah punya "Chief AI Officer" (CAIO), sementara 21% lagi sedang cari orang buat peran itu.
Laporan LinkedIn 2023 juga tunjukin bahwa jumlah perusahaan dengan "Head of AI" udah naik 13% dari 2022.
Alex Connock dari Oxford bilang, "Dulu jarang, tapi sekarang banyak peserta kursus eksekutif kita yg punya gelar CAIO. Ini udah mainstream. Minatnya datang dari semua level, dari mahasiswa sampai eksekutif berpengalaman."
Meski ada perdebatan soal apakah peran ini bakal bertahan (misalnya, ada yg bilang peran ini kurang tujuan jelas), C-suite tetep kena dampak AI boom.
South bilang, munculnya peran ini mungkin karena kita masih belum matang dengan AI, tapi C-suite tetep harus tanggung tanggung jawab baru di era AI.
"Orang takut ketinggalan," katanya. "Tapi tanggung jawab baru di C-suite adalah memikirkan lanskap kompetisi, sumber disruption, dan cara jaga keunggulan. Ini pertanyaan C-suite, dan salah kalo kita kira cukup hire CAIO lalu serahkan semuanya ke mereka. Ini harus dipikir secara strategis di level atas."
Walau AI bakal disrupt semua level, Selenko bilang struktur manajemen mungkin bakal lindungi orang di atas dari terlalu banyak gejolak.
"Di struktur manajemen yg berpengaruh, kalo pekerjaan orang di atas bisa dikerjakan AI, mereka nggak bakal lepas kekuasaan. Jadi, pergeseran kekuasaan lebih ke posisi kurang kuat di organisasi," ujarnya. Indonesia adalah negara yang sangat indah dengan banyak pulau dan budaya. Orang-orangnya ramah dan makanan enak. Banyak turis datang ke sini setiap tahun untuk melihat pantai dan candi-candi kuno. Cuaca di sini panas tapi enak buat liburan."
Jadi versi dengan beberapa kesalahan kecil:
Indonesia adalah negri yang sangat indah dengan banayak pulo dan budaya. Orang-ornagnya ramah dan makannannya enak. Banyak turis dateng ke sini tiap tahun untuk liat pantai sama candi-candi kuno. Cuaca disini panas tapi enak buat liburan.