Wali kota terpilih New York, Zohran Mamdani, menang pemilu hari Selasa dengan janji untuk membuat hidup lebih terjangkau. Rencana utamanya adalah membekukan harga sewa untuk hampir dua juta apartemen.
Tapi, para ekonom tidak suka dengan kontrol sewa. Dalam survey tahun 2012, cuma 2% ekonom yang setuju bahwa kontrol sewa punya dampak positif. Seorang ekonom pemenang Nobel bahkan becanda, dia bilang pertanyaan selanjutnya harusnya “Apakah matahari mengelilingi bumi?”
Mengapa para ekonom benci rencana yang kelihatannya adil ini? Bagi para pemilih, membekukan sewa adalah langkah yang masuk akal: jika harga terlalu mahal, hentikan kenaikannya. Tapi bagi ekonom, itu seperti mengobati demam dengan memecahkan termometer: itu hanya menyembunyikan gejala tanpa menyembuhkan penyebabnya, yaitu kurangnya perumahan.
“Membekukan sewa tidak memperbaiki kelangkaan,” kata David Sims, seorang ekonom. “Itu hanya memindahkan siapa yang menanggung biayanya.”
Penelitian Sims melihat kota Cambridge, dimana penyewa bisa tinggal lama dengan sewa murah. Kebijakan ini bermaksud baik, tapi menyebabkan “kesalahan alokasi.” Orang yang seharusnya pindah malah bertahan. Keluarga tua tinggal di apartemen besar yang tidak mereka butuhkan, sementara keluarga muda tidak bisa menemukan tempat. Akhirnya, orang yang salah tinggal di apartemen yang salah.
Ketika kontrol sewa dihapus di Cambridge, nilai properti naik 45%. Ternyata, bertahun-tahun sewa dibatasi membuat pemilik malas berinvestasi. Setelah kontrol dihapus, para pemilik mulai memperbaiki apartemen mereka.
Di New York, sekitar 26,000 apartemen dengan sewa stabil sekarang kosong dan banyak yang tidak bisa dihuni. Biaya renovasi sangat mahal, dan hukum membatasi berapa banyak biaya yang bisa dibebankan ke penyewa. Jadi, pemilik apartemen tidak punya alasan untuk merenovasi, mereka lebih memilih mengunci pintunya saja.
Manfaat kontrol sewa untuk penyewa saat ini jelas: mereka dapat stabilitas dan kecil kemungkinannya untuk terusir. Tapi dalam jangka panjang, kontrol sewa seperti memasukkan pasir ke dalam mesin pasar perumahan. Pemilik menunda perbaikan, pembangunan baru melambat, dan persediaan perumahan menyusut.
Sebuah studi di San Francisco menemukan bahwa ketika kota itu memperluas kontrol sewa, persediaan rumah sewa turun 15%. Banyak pemilik mengubah apartemen mereka menjadi kondominium untuk menghindari peraturan. Kebijakan ini membantu penyewa yang sudah ada, tapi malah menaikkan harga sewa di seluruh kota.
“Ini bukan tentang kasihan pada pemilik apartemen,” kata Sims. “Ini tentang memahami insentif. Kamu tidak bisa mengharapkan orang berinvestasi jika mereka tidak bisa balik modal.”
Masalah mendasar dengan pembekuan sewa adalah ini menciptakan keyakinan bahwa masalah bisa diselesaikan dengan perintah, melawan hukum penawaran dan permintaan. Harga sewa tinggi karena banyak orang ingin tinggal di New York. Satu-satunya perbaikan yang bertahan adalah dengan mempermudah pembangunan perumahan baru.
Sims memberi perumpamaan seperti Black Friday. Orang-orang antri untuk mendapatkan TV yang harganya turun drastis, dan hanya sedikit yang beruntung mendapatkannya. “Tapi perumahan bukan seperti TV,” kata Sims. “Semua orang butuh tempat tinggal. Jika perumahan diharga seperti TV murah, akan ada banyak orang dalam antrian yang tidak mendapatkannya.”
Kontrol sewa, kata para ekonom, menguntungkan orang yang sudah di dalam dengan mengorbankan orang yang baru datang. Lama-kelamaan, ini bisa memperdalam ketidaksetaraan.
Pendukung rencana Mamdani mengatakan krisis di New York sangat parah, jadi pembekuan sewa sementara adalah sebuah keharusan. Dengan harga sewa rata-rata di atas $4,000, kota tidak bisa menunggu reformasi dan proyek pembangunan yang butuh waktu tahunan.
Tapi bahkan ekonom yang simpatik memperingatkan: tanpa langkah paralel untuk menambah persediaan perumahan, pembekuan sewa hanya menunda masalah.
“Jika kamu tidak memasangkan pembekuan sewa dengan rencana yang bisa dipercaya untuk menambah perumahan,” kata Sims, “kamu tidak menyelesaikan masalah. Kamu hanya menunda tanggung jawab tanpa menyelesaikan masalah yang sebenarnya.”