Ada pergeseran suasana hebat yang sedang terjadi—dan itu bukan yang kamu pikirkan. Ini adalah perubahan besar dalam kekuasaan di tempat kerja dan sangat terasa, baik di ruang rapat direksi maupun ruang istirahat. Bos kembali memegang kendali, yang intinya bisa disimpulkan dalam empat kata sederhana: "Karena saya yang bilang." Ini adalah kelanjutan dari Great Resignation, di mana kekurangan tenaga kerja memaksa pemimpin bisnis memberikan kenaikan gaji dan bonus yang sangat besar. Selamat datang di Great Resentment (Kebencian Besar).
Ini lebih dari sekadar reaksi terhadap DEI atau ESG. Ini lebih dari soal apakah kerja remote atau fleksibel itu paling produktif. Dan ini lebih dari koreksi pasar setelah periode di mana gaji dan inflasi sempat membuat para sejarawan ekonomi membuka lagi buku teks tentang krisis tahun 1970-an.
Ini tentang para bos yang merebut kembali kekuasaan dari pekerja. Ini tentang balas dendam—untuk para pekerja yang lupa siapa yang sebenarnya berkuasa. Ini tentang kelas sosial, pengingat bahwa beberapa orang punya segalanya dan yang lain tidak. Yang paling penting, ini tentang rasa benci.
Membatasi Kenaikan Gaji
Di era pandemi, terutama antara 2021 dan pertengahan 2023, perusahaan berebut mengisi lowongan kerja dengan menaikkan gaji secara besar-besaran. Karyawan yang pindah pekerjaan sering dapat kenaikan gaji sekitar 16%, khususnya di sektor seperti perhotelan dan ritel. Lowongan kerja menawarkan gaji yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan pekerja memanfaatkan keuntungan baru mereka, sering keluar secara massal untuk mencari tawaran yang lebih baik—fenomena yang dikenal sebagai Great Resignation.
Tapi setelah keadaan tenang, pendulum tenaga kerja mulai berayun kembali. Dengan permintaan yang mendingin dan PHK yang meningkat sepanjang 2024, kekuatan negosiasi beralih kembali ke bos. Menurut laporan ZipRecruiter 2023, hampir setengah perusahaan AS yang disurvei mengaku menurunkan gaji yang diumumkan untuk posisi tertentu. Mereka bilang ini adalah penyesuaian ulang setelah hiruk-pikuk perekrutan tahun-tahun sebelumnya.
Pasar tenaga kerja yang ketat, ditandai dengan sedikitnya lowongan kerja dan naiknya pengangguran, membuat karyawan punya sedikit daya tawar—dan bos punya posisi yang lebih kuat.
Kembali ke Kantor: Disiplin yang Disamarkan sebagai Kebijakan
Mungkin ekspresi balas dendam bos yang paling terlihat adalah perintah wajib kembali ke kantor (RTO). Yang awalnya pergeseran bertahap di akhir 2023, kini di tahun 2025 mengeras menjadi kebijakan yang tidak bisa ditawar. CEO memaksa kerja di kantor lima hari seminggu; pekerja yang menolak menghadapi hukuman atau dipecat. Meski beberapa perusahaan bilang alasannya untuk kolaborasi dan produktivitas, sebenarnya tujuannya berbeda.
Penelitian membenarkan apa yang sudah dicurigai banyak pekerja: Bagi beberapa bos, RTO adalah cara halus untuk mengurangi jumlah karyawan. Para eksekutif tahu bahwa memaksa staf remote kembali ke kantor akan membuat mereka mengundurkan diri, sehingga mengurangi penggajian tanpa perlu melakukan PHK terang-terangan. Taktik ini paling memengaruhi karyawan yang berkembang di bawah fleksibilitas era pandemi, dan dilihat oleh para pendukung buruh sebagai hukuman atas otonomi pekerja selama bertahun-tahun.
Pemotongan Gaji dan ‘Penyesuaian’: Memutar Waktu ke Belakang
Selain RTO, perusahaan diam-diam menarik kembali kenaikan gaji era pandemi. Industri yang paling terpukul oleh Great Resignation—perhotelan, ritel, perawatan kesehatan—telah mulai membekukan gaji atau menerapkan pemotongan gaji bertahap. Mungkin para CEO sedang marah karena posisi mereka sendiri juga tidak aman: Pergantian CEO mencapai titik tertinggi dalam lima tahun pada 2023 dan tetap tinggi sejak saat itu. Konsultan ketenagakerjaan Challenger, Gray & Christmas menyebut 2025 sebagai awal dari "ekonomi gig untuk CEO."
Beberapa perusahaan membenarkan pengurangan dengan alasan pertumbuhan gaji melebihi inflasi, sementara yang lain hanya bilang butuh menyesuaikan kompensasi kembali ke norma sebelum pandemi. Hasilnya: Pekerja yang direkrut saat masa keemasan sekarang menghadapi gaji yang lebih kecil untuk pekerjaan yang sama, jika mereka cukup beruntung untuk mempertahankan pekerjaannya.
Reaksi Pekerja: ‘Revenge Quitting’ yang Meningkat
"Pembalasan besar" ini tidak dibiarkan begitu saja. Pekerja yang tidak puas, terutama Gen Z dan milenial, memicu tren baru: "revenge quitting" (keluar kerja sebagai balas dendam). Tidak seperti "quiet quitting" atau "pengunduran diri diam-diam," revenge quitting dilakukan secara tiba-tiba dan sering diwaktu untuk mengakibatkan gangguan maksimal, seperti selama periode bisnis yang penting.
Ada juga bukti anekdot tentang "revenge RTO": pekerja yang berulah dalam berbagai cara kecil untuk memprotes diam-diam lingkungan kerja yang kini lebih dikuasai bos. Forum AntiWork di Reddit punya seluruh utas yang mendokumentasikan (dan mencari ide) "tindakan perlawanan halus." Bos mungkin sudah memerintahkan pekerja kembali, tapi mereka bisa pilih untuk tidak pernah mengangkat telepon di kantor, terlalu banyak bersosialisasi, atau bahkan sengaja membakar popcorn di microwave.
Faktanya, tempat kerja di pertengahan 2020-an mirip seperti hutan, dengan semua jenis ‘fauna’ pekerja yang berbeda, yang beradaptasi dengan berbagai cara untuk menghindari gelombang Great Resentment. Lihatlah kemunculan "pekerja kopi" (coffee badger), seorang pekerja yang menggesek kartu masuknya ke kantor hanya cukup untuk bertemu muka dengan rekan kerja, memastikan bos mereka melihatnya, minum secangkir kopi kantor, dan buru-buru pulang ke rumah. Pekerja kopi ini biasanya dari generasi milenial, karena pekerja di pertengahan karier ini sudah terbiasa dengan kerja remote selama bertahun-tahun dan mereka tidak terlalu suka keluar dari ‘lubang’-nya dibanding Gen Z, yang justru sangat ingin mendapatkan bimbingan secara langsung dan suasana kantor yang jadul.
Para CEO yang penuh dengan rasa benci atas hilangnya status dan kekuasaan mungkin sedang menikmati momen balas dendam mereka, tapi mereka harus waspada terhadap semua ‘jenis’ pekerja malas baru yang bermunculan. Bagaimanapun, rasa benci itu jalan dua arah, dan di luar sana seperti hutan belantara.