Jeff Bezos Membangun Kerajaan Amazon dari Garasi Sewaan dan Mengadakan Rapat Tim di Barnes & Noble. Kini, ‘Toko Segalanya’-nya Bernilai $2,4 Triliun

Perjalanan Jeff Bezos dari garasi sewaan di Bellevue menjadi pemimpin perusahaan senilai $2,4 triliun sekarang jadi legenda bisnis. Musim panas 1994, Jeff Bezos tinggalkan karir di Wall Street dan pindah ke Bellevue, Washington, dengan visi: bikin toko buku online yang suatu hari bisa jual segalanya. Markas pertama Amazon cuma rumah sewaan sederhana. Dia dan istrinya saat itu, MacKenzie, kerja bareng, bungkus buku dan antar ke kantor pos. Garasi itu, dengan lantai beton dan server yang berisik, jadi tempat lahirnya yang nanti dikenal sebagai “toko segalanya.”

Ini juga lahirkan mentalitas Bezos sebagai pendiri Amazon, yang suatu hari akan tanamkan di perusahaan lebih besar sebagai “Hari Pertama,” artinya, setiap hari kerja harus dijalani seperti perusahaan baru umur satu hari dan kamu masih di garasi. Sukses atau gagal bisa terjadi kapan saja. Bezos kerja dari hari pertamanya untuk bikin inovasi, ambil risiko, dan iterasi berbasis data jadi budaya perusahaan.

Tapi di balik mitos garasi dan cerita grit kewirausahaan, kesuksesan Amazon juga bisa dipahami sebagai hasil antisipasi efek jaringan, pemikiran jangka panjang strategis, dan obsesi pada pelanggan. Bahkan, Bezos sempat mau namai perusahaan “relentless,” dan situs relentless.com masih arahkan ke Amazon, sungai panjang tempat semuanya mengalir.

Rapat tim di Barnes & Noble

Awal-awal, sumber daya terbatas dan ruang kantor mahal. Di bulan-bulan itu, Bezos dan tim kecilnya sering rapat di Barnes & Noble lokal. Ironisnya jelas: penjual buku online baru ini berstrategi di lorong toko buku fisik terbesar di AS.

Tahun 1996, saat profil Amazon naik, pendiri Barnes & Noble, saudara Riggio, sadar. Mereka temui Bezos, kasih pujian tapi juga peringatkan bahwa usaha online mereka sendiri akan segera kalahkan Amazon. Tak gentar, Bezos fokus pada visinya, buat motto “Get Big Fast” dan sasarkan ekspansi cepat.

MEMBACA  Rakyat Korea Selatan Akhirnya Memilih Presiden Baru, Setelah Pendahulunya Dicopot karena Usaha Menerapkan Darurat Militer 6 Bulan Lalu

‘Toko segalanya’ muncul

Akhir 1990an, Amazon sudah berkembang dari buku ke musik, film, dan akhirnya berbagai produk. Fokus pada pengalaman pelanggan—pengiriman cepat, harga murah, dan pilihan terus bertambah—membedakannya dari kompetitor. Amazon bertahan dari crash dot-com, kalahkan rival, dan terus berinovasi dengan layanan seperti Amazon Prime, Kindle, dan Amazon Web Services (AWS).

Kerajaan $2,4 triliun

Sekarang, Amazon jadi raksasa global, jangkauan dari e-commerce, komputasi awan, sampai hiburan dan AI. Per Juli 2025, nilai pasar Amazon capai $2,4 triliun, jadi perusahaan keempat paling berharga di dunia.

Tapi dampak Amazon lebih dari sekadar angka. Mereka ubah ekspektasi rantai pasok, pengaruhi pasar tenaga kerja, dan munculkan pertanyaan penting soal antitrust. Kritis bilang mekanisme yang bikin mereka sukses—reinvestasi agresif, dominasi platform, dan leverage data—juga ciptakan ketergantungan struktural dengan implikasi besar untuk kompetisi, privasi, dan tenaga kerja.

Keunggulan Amazon mungkin bukan cuma retail atau komputasi awan, tapi kemampuannya mengintegrasikan layanan fisik dan digital jadi satu sistem operasi adaptif. Di bawah penerus Bezos, Andy Jassy, mereka tambah layanan berbasis AI ke portofolio. Mereka relentless.

Untuk cerita ini, Fortune pake AI generatif buat bantu draft awal. Editor verifikasi akurasi informasi sebelum publikasi.