Awal tahun ini, perusahaan-perusahaan menumpuk stok barang untuk memastikan mereka sudah memesan sebelum rencana tarif Trump berlaku, yang akan menyebabkan harga impor melonjak. Stok-stok itu juga membantu menahan kenaikan harga bagi konsumen. Tapi sekarang, tiga bulan setelah pengumuman tarif pertama di April, cadangan mulai menipis. Perusahaan butuh produk baru, dan biaya sudah naik.
Perusahaan yang sebelumnya berhasil menunda pembayaran tarif sekarang tidak punya pilihan selain mengisi ulang stok mereka dengan harga lebih tinggi. Kenaikan harga bagi importir hampir pasti, meski pejabat Gedung Putih kadang bilang semua biaya tarif akan ditanggung eksportir.
Apakah harga akan naik buat konsumen, dan seberapa besar, akan menentukan dampak besar dari tarif ini. Itu membuat ekonom mencoba menjawab pertanyaan ini dan memprediksi masa depan Amerika Serikat.
"Semua orang berusaha mengantisipasi tarif. Mereka membeli barang dengan harga lebih murah sebelum biayanya naik," kata Dryden Pence, direktur investasi Pence Capital Management.
Setelah stok-stok itu habis, ekonomi AS akan benar-benar menghadapi lingkungan dengan tarif. Perusahaan tidak bisa lagi mengandalkan stok lama untuk menghindari keputusan sulit. Mereka harus menaikkan harga ke konsumen atau melihat margin keuntungan turun. Bagi Federal Reserve, ini akan menunjukkan dampak sebenarnya dari tarif. Jika perusahaan naikkan harga dan memicu inflasi, maka kemungkinan suku bunga turun lebih kecil. Jika perusahaan memotong biaya di tempat lain, seperti PHK, maka pengangguran bisa melonjak dan pemotongan suku bunga jadi kebutuhan.
Beberapa kategori yang bisa jadi sinyal awal inflasi adalah barang-barang konsumen dasar—pakaian, mainan, furnitur—dan mobil, karena banyak bagiannya yang diimpor.
Minggu ini, Biro Statistik Tenaga Kerja merilis laporan inflasi Juni. Harga naik 2,7% dalam 12 bulan terakhir, sesuai ekspektasi. Namun, ada beberapa kategori yang mengalami kenaikan tajam yang mungkin menunjukkan stok pra-tarif mulai habis. Kategori seperti pakaian dan perabotan rumah naik 0,4% dan 1,0%.
Dalam catatan yang dirilis Selasa, Deutsche Bank menyebut angka-angka ini "bukti jelas dampak tarif pada data barang inti."
Kemungkinan harga pakaian dan barang sehari-hari lainnya naik bisa jadi tanda perusahaan—yang menjual produk impor—tidak bisa lagi mengandalkan stok murah yang mereka beli awal tahun.
Menurut Jake Schurmeier, manajer portofolio di Harbor Capital, stok-stok itu akan habis dalam satu hingga dua bulan. "Saya pikir perusahaan akan mulai kehabisan stok itu," katanya.
Tapi Dryden melihat barang-barang dasar seperti pakaian atau mainan punya rantai pasok yang lebih fleksibel, sehingga lebih mudah pindah produksi ke negara dengan tarif lebih rendah. Kaos atau mainan bisa dibuat di negara baru dengan tarif lebih rendah, jadi kurang bisa memprediksi tingkat dan lama inflasi, menurutnya.
"Semakin sedikit modal yang dibutuhkan, semakin mudah untuk pindah," kata Pence.
Dia lebih menyarankan melihat harga komponen barang jadi. Bagian mobil adalah "faktor paling penting" dalam menilai tingkat inflasi karena rantai pasok mobil sangat kompleks dan banyak bagiannya diimpor.
"Anda harus lihat berapa persen produk jadi terdiri dari komponen yang kena tarif," katanya.
Dryden memperkirakan harga mobil akan naik di kuartal ketiga dan keempat tahun ini.
Dalam laporan inflasi Juni, harga mobil justru turun 0,3% dibanding tahun lalu. Beberapa bulan terakhir, perusahaan mobil berusaha menyeimbangkan permintaan yang fluktuatif—yang menyulitkan kenaikan harga—sementara biaya produksi mereka akan naik.