Ketika Jamie Dimon beli saham pertamanya waktu masih remaja, dia gak nyangka kalau 50 tahun kemudian, pelajaran utamanya—jangan sampai hancur—akan jadi dasar budaya risiko di bank terkuat di dunia. Dimon, sekarang CEO JPMorgan Chase, cerita ttg pelajaran ini dan pengaruhnya besar ke cara dia ngelola bank di podcast “Acquired”, yang direkam di Radio City Music Hall, New York.
Pelajaran awal dari roller coaster Wall Street
Ayahnya, seorang broker saham, yg mengenalkan Dimon ke dunia pasar. Umur 14 tahun di 1972, Dimon beli saham pertamanya, trus lihat pasar jatuh 45% dalam 2 tahun. “Semua limousin di Wall Street hilang. Restoran banyak yg tutup. Pasar bisa berubah sangat cepat,” kata Dimon ke pendengar podcast, cerita pelajaran berharga yg bikin dia selalu waspada terhadap risiko selama puluhan tahun.
Pelajaran simpel tapi keras: pasar bisa jadi sangat buruk. Selama beberapa dekade, Dimon alami dan selamat dari banyak krisis: resesi 1982, crash Black Monday 1987, krisis properti 1990-an yg hampir runtuhkan bank besar, gelembung dot-com, dan yg paling parah, krisis finansial global 2008.
‘Jangan hancur’: aturan utama
Kalau ada mantra Dimon, itu adalah “jangan hancur”, yg artinya harus hati-hati ketika orang lain terlalu semangat. Mereka pasti akan hancur karena kesemangatan itu, jelasnya, dan tugasmu adalah mencegahnya.
“Selalu ada yg bilang semua orang melakukannya, semua baik-baik aja, kali ini beda. Sejarah mengajarkan banyak hal,” kata Dimon. Dia memastikan timnya uji stres untuk skenario terburuk—hal-hal yg dianggap mustahil. Kalo ada yg bilang suatu kejadian terlalu jarang terjadi, dia ingatkan kejadian masa lalu dan bilang itu bisa dan akan terjadi, bahkan sering.
Gak cuma omong doang—Dimon terapkan ini di JPMorgan Chase dgn strategi “ Kategori Bisnis