Serunya mencari saham teknologi atau kripto yang akan naik bisa bikin semangat, tapi mencari yang terbaik itu seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Itu bukan strategi yang bagus.
Sam Byrne, investor umur 25 tahun dan pemilik toko sepatu Block P di Liverpool, bilang ke Moneywise kalau mengejar saham yang sedang tren tidak memberinya hasil yang berarti. Dia memilih strategi pertumbuhan yang stabil daripada berjudi pada hal yang baru.
“Orang-orang tidak mau melakukan itu karena mereka ingin beli Bitcoin atau cari yang seperti Tesla atau Amazon berikutnya,” katanya. “Daripada coba cari jarum di tumpukan jerami, saya beli tumpukan jeraminya saja. Rata-ratanya akan bagus dalam waktu lama, dan itu cara terbaik menurut saya.”
Tapi bagaimana strategi itu bekerja untuk orang lain yang punya masalah?
Setelah kecelakaan saat main bola sampai kepalanya retak, Byrne berhenti kerja dan fokus ke pasar saham. Selama pandemi, dia dapat untung dari investasi. Pengalaman itu mengajarkannya hal penting: berinvestasi adalah salah satu cara terbaik untuk membuat uangmu bekerja. Cara kamu investasi menentukan apakah kamu bisa kaya.
Sekarang, sebagian besar portofolio Byrne ada di Stocks and Shares ISA, mirip seperti Roth IRA di Inggris. Kamu bayar pajak dulu, lalu tarik uangnya tanpa pajak, tapi ISA tidak cuma untuk pensiun dan aturannya beda.
“Itu akun bebas pajak yang bertambah nilainya seiring waktu. Banyak kekayaan saya ada di tracker yang ikuti S&P 500, yang naik rata-rata 8% per tahun dalam 50 tahun terakhir,” jelasnya.
Performa terkini membuktikannya. S&P 500 naik 23% di tahun 2024 karena AI dan sektor teknologi. Dalam dua tahun, naik 53%, salah satu kenaikan terkuat sejak akhir 1990-an.
Morgan Housel, penulis buku *The Psychology of Money*, setuju dengan filosofi ini. Rahasia menjadi kaya bukan mengalahkan pasar, tapi bertahan di dalam pasar.
Cerita Berlanjut
Daripada cari Tesla berikutnya, Housel ingin jadi “investor biasa dalam waktu yang sangat lama.” Atau, seperti kata Byrne, jangan cari jarumnya. Beli saja tumpukan jeraminya.
“Saya rasa tidak ada yang bisa mengalahkan pasar,” kata Housel. “Yang ingin saya maksimalkan dalam investasi adalah ketahanan dan durasi.”
Baca Lagi: Vanguard ungkap apa yang mungkin terjadi pada saham AS, dan ini peringatan untuk pensiunan. Ini alasannya dan cara melindungi diri
Byrne masih lihat nilai di aset alternatif, terutama di pasar yang paling dia pahami: sepatu sneakers. Atau, seperti orang Inggris bilang, trainers.
Dia contohkan Air Max 95 Beetroot. Byrne beli 100 pasang dengan harga £140 per pasang, disimpan, dan lihat harganya naik. Sekarang harganya sekitar £310 dan musim liburan lalu dia jual sekitar £280 per pasang, hampir dua kali lipat investasinya. Itu bukan keberuntungan. Itu karena tahu apa yang akan laku dan kenapa.
Dan itu bukan kemenangan terbesarnya.
“Sepasang sepatu termahal yang pernah kami jual, saya rasa, sekitar enam ribu pound,” katanya, dan menambahkan pembelinya lalu jual lagi di lelang seharga £12,000.
Tapi tidak setiap sneaker adalah investasi. Investasi sneaker hanya berhasil kalau kamu pahami apa yang buat nilainya naik. Kondisi penting, sepatu baru dalam kotak asli harganya paling tinggi, sementara sepatu yang dipakai atau ditandatangani bisa lebih berharga kalau terkait momen budaya penting. Kelangkaan juga pengaruh besar, terutama edisi terbatas dan warna eksklusif.
Relevansi budaya bisa ubah sneaker biasa jadi barang koleksi, bahkan ukuran pengaruhi permintaan, dengan ukuran pria AS 8 sampai 10 biasanya paling laku.
Bagi Byrne, detail-detail itulah yang buat sneaker bukan judi, tapi kelas aset alternatif yang sah.
Memilih portofolio dengan hati-hati baru setengah jalan. Setengahnya lagi adalah jujur ke mana uangmu pergi saat kamu tidak lihat. Byrne bilang salah satu jebakan terbesar, terutama untuk investor muda, adalah tarikan konsumerisme.
“Orang-orang mau barang mewah. Mereka tidak mau taruh uang itu untuk investasi jangka panjang,” ujarnya.
Dr. David Dubois, profesor marketing di INSEAD, bilang ke Forbes bahwa status tetap jadi alasan utama di balik belanja barang mewah meski tidak ada yang mau mengakuinya.
“Status adalah salah satu motivasi utama yang menjelaskan kenapa orang beli barang mewah,” katanya. “Tentu, tidak ada yang mau mengaku mereka ingin bangun status dengan beli barang mewah… tapi membangun status sangat penting karena orang ingin dihormati oleh orang lain.”
Data mendukung itu. Survei baru dari Boston Consulting Group dan Worth Media temukan bahwa 54% Milenial kaya secara terbuka pakai belanja barang mewah untuk tunjukkan kekayaan dan prestasi, sementara 70% khawatir dengan citra yang mereka proyeksikan.
Pada akhirnya, pendekatan Byrne bukan tentang menyiksa diri atau pura-pura status tidak penting. Ini tentang memutuskan versi dirimu yang mana yang ingin dilayani oleh uangmu. Apakah kamu beli dana indeks atau jual-belil Air Max 95, pelajarannya sama: kamu tidak perlu jarumnya. Beli tumpukan jeraminya, tetap konsisten, dan beri waktu untuk uangmu tumbuh.
Kami hanya menggunakan sumber yang diperiksa dan laporan pihak ketiga yang kredibel. Untuk detailnya, lihat etika dan pedoman editorial kami.
The Investor’s Centre (1); Visual Capitalist (2); Timeless (3); Forbes (4; Worth Magazine (5).
Artikel ini hanya untuk informasi dan bukan nasihat. Disampaikan tanpa jaminan apapun.