Indeks S&P 500 Capai Rekor Baru, Begini Keunggulan Saham Eropa dan China

S&P 500 mencapai rekor tertinggi baru pada Jumat, setelah sebelumnya anjlok karena perang dagang Trump. Saham AS sempat hancur tapi akhirnya pulih beberapa bulan kemudian.

Tapi, meski investornya udah balik modal, banyak yang masih nyesel karena kehilangan peluang—atau seandainya situasinya beda. Misalnya, berapa level S&P 500 sekarang kalo Trump nggak nerapin tarif tinggi yang bikin pasar jatuh hampir 20%?

Awal 2024, banyak analis prediksi S&P 500 bakal tembus 7.000 tahun ini, lanjutan dari kenaikan 20% selama dua tahun berturut-turut. Saat itu, investor lebih fokus sama pemotongan pajak Trump daripada tarifnya, karena ekonomi AS masih dianggap istimewa dibanding Eropa dan China yang lambat.

Sekarang, ceritanya berbalik. Investor malah lebih banyak masuk ke pasar luar negeri, terutama setelah “Hari Pembebasan” awal April. Dolar AS turun 10% karena kepercayaan terhadap AS menurun.

Sementara itu, Eropa dan China cari cara untuk tingkatkan pertumbuhan. Eropa mau kurangi regulasi dan naikkan belanja pertahanan, sedangkan China fokus ke stimulus fiskal dan dukung konsumen dalam negeri. Perkembangan AI China, kayak terobosan DeepSeek, juga bikin pasar optimis.

Hasilnya, saham di Eropa dan China lebih bagus dari AS. Indeks DAX Jerman naik 20%, MSCI Eropa melonjak 21%, dan Hang Seng Hong Kong naik 21%. Sedangkan S&P 500 cuma naik 5% setelah Trump tunda tarif dan sepakati perjanjian dagang baru.

Pemulihan saham AS masih bergantung pada harapan—perang dagang nggak eskalasi, inflasi terkendali, dan ekonomi nggak resesi. Tapi pertanyaannya, apakah saham AS bisa kembali unggul dalam jangka panjang?

MEMBACA  Apa yang perlu diketahui tentang konfrontasi antara polisi dan penambang ilegal di tambang Afrika Selatan