Generasi Z Gantikan Pencarian Kerja Tradisional dengan TikTok—70% Mengandalkan Saran Karier dari Media Sosial

Pranav (Nav) Karmacharya sering kerja dari rumah. Kadang dia ke kampus lokal buat cari tempat nyaman buat baca pesan di Slack; kadang dia rekam diri sendiri jam 5 pagi nunggu di bandara buat terbang ke San Francisco buat kerjaan.

Begitulah kehidupan seorang influencer karir di TikTok.

Selain bagiin day-in-the-life sebagai [insert job title di sini], pria 23 tahun ini juga posting nasehat tentang magang yang bagus buat masuk dunia cybersecurity governance, risk, and compliance, atau penjelasan singkat kayak: "Maturing is realizing that there’s a non-technical field within cybersecurity."

Siapa yang nonton analis cybersecurity kerja dari rumah? Tanya aja ke 14.000 follower-nya.

Karmacharya bilang ke Fortune lewat DM kalo dia dapet ratusan pertanyaan tiap hari soal pekerjaannya lewat DM dan TikTok Live. Live 2 jam tanggal 9 Juli lalu dapet lebih dari 600 komentar. Analis cybersecurity di Chime ini cuma satu dari banyak influencer yang bagiin konten karir, dan dapet banyak follower cuma dalam 4 bulan. Suksesnya datang pas banyak anak muda rasa sekolah dan perusahaan kurang ngajarin mereka soal bidang karir yang pengen dieksplor.

Studi minggu ini nemuin 7 dari 10 anak muda umur 16-24 tahun nemu info pendidikan dan karir di medsos. Mereka lebih milih cari nasehat soal masa depan di TikTok, Instagram, dan YouTube ketimbang tanya guru, dosen, atau eksplor situs pencari kerja.

Studi ini—yang tanya 2.820 anak muda (kebanyakan dari keluarga berpendapatan rendah-menengah)—juga nemuin lebih dari 40% responden rasa sumber daya pendidikan dan pekerjaan yang ada ga ngasih panduan karir yang efektif.

"Aku rasa kayak job coach dan mentor hampir tiap hari," tulis Karmacharya.

MEMBACA  Tandem Diabetes dan Roche Capai Penyelesaian Paten.

Menurutnya, kebanyakan yang hubungi dia mahasiswa atau profesional pemula yang pengen masuk cybersecurity. Mereka sering tanya soal kesehariannya, jalur karir di industri ini, dan cara ningkatin skill biar menonjol.

"Banyak mahasiswa ga dapet mentorship dari dosen atau teman, jadi mereka cari creator online yang udah kerja di bidang yang mereka mau," tulisnya.

Temuan studi ini sesuai sama pandangan Karmacharya—40% anak muda aktif cari konten karir di medsos, sementara 30% lain nemuinnya pas scroll biasa.

"Medsos udah jadi career coach baru buat anak muda," kata Rajiv Chandrasekaran dari Schultz Family Foundation (nonprofit di Seattle yang ikut bikin studi ini) ke Fortune.

Menurut Chandrasekaran, alasan anak muda cari nasehat karir di medsos bukan karena mereka lebih sering pake medsos, tapi karena sumber daya tradisional ga memenuhi kebutuhan mereka.

"Orang dewasa yang seharusnya bimbing anak muda sering kasih panduan ketinggalan zaman, dan itu bikin perjalanan mereka ke dunia kerja jadi lebih ribet," ujarnya.

Di mana cari konten karir

Peneliti bilang anak muda lebih milih medsos ketimbang situs jaringan kayak LinkedIn buat nambahin mentor di kehidupan nyata.

Buat 40% anak muda yang aktif cari panduan karir di medsos, Instagram, TikTok, dan YouTube paling sering dipakai. LinkedIn jarang dipakai sehari-hari.

Peneliti bilang temuan ini beda sama persepsi orang tua soal sumber daya yang tersedia buat anak-anak mereka. Survei ini juga tanya 992 orang tua, dan cuma 16% yang dukung medsos jadi alat eksplorasi karir.

Tapi, itu ga bakal hentikan para pencari kerja buat eksplor pilihan karir lewat doom scroll.

Beberapa creator medsos yang bagiin konten karir dapet jutaan views. Contohnya, AdviceWithErin, creator nasehat karir & hidup dengan 2,2 juta follower di Instagram, yang reels-nya rata-rata dapet ratusan ribu views sampe total 50 juta plays.

AdviceWithErin adalah satu dari sekitar 30 creator karir yang diikuti Lindsay Sardarsingh (konsultan asuransi kesehatan) sejak umur 22 tahun.

MEMBACA  Lebih dari 220 Orang Tewas di Pakistan Akibat Banjir Bandang dan Longsor

Sardarsingh bilang creatorcreator itu ngajarin dia cara komunikasi dan tanya pertanyaan yang tepat pas eksplorasi peluang karir.

Follower Karmacharya lebih spesifik ke industri cybersecurity, tapi keahliannya sangat dicari di industri yang sering disalahpahami anak muda ini.

"Pertanyaan nomor 1 yang aku dapet: ‘What certs should I get to break into cybersecurity?‘" tulisnya. Versi B1 Bahasa Indonesia (dengan beberapa kesalahan/typo):

Orang-orang sering terlalu fokus pada sertifikat dan lupa pentingnya pengalaman langsung, soft skills, dan jaringan—yang sering lebih penting saat cari pekerjaan pertama.

Karmacharya bilang suksesnya kerja kantoran karena bimbingan mentor selama lima magang di kuliah, salah satunya di Deloitte. Di sana, dia sadar ingin berkarier di cybersecurity sepenuhnya.

Ditran Nesho, CEO HarrisX (konsultan riset di Washington, D.C.), kasih tahu Fortune bahwa anak muda sekarang pakai konten "sehari-hari" di media sosial sebagai ganti job shadowing atau pengalaman langsung yang susah dicari buat eksplor karier.

"Ini salah satu celah besar yang ditinggalkan perusahaan: kurangnya kesempatan magang dan mentor buat anak muda biar mereka paham kerja di organisasi itu seperti apa dan cara masuknya," kata Nesho.

Chandrasekaran dari Schultz Family Foundation bilang studi ini tunjukkan betapa generasi muda berkomitmen cari info tentang karier yang mungkin mereka minati.

"Di satu sisi, ini tunjukkan kreativitas dan semangat anak muda cari solusi, manfaatkan teknologi, dan pakai media sosial dengan baik," ujarnya. "Tapi di sisi lain, ini juga tanda peringatan bahwa lembaga tradisional yang seharusnya bantu mereka, gagal memberikan panduan dan dukungan dalam perjalanan dari sekolah ke dunia kerja."