CEO Amazon, Andy Jassy, bilang ke Gen Z untuk gak usah khawatir tentang karir mereka di usia 20-an. Dia lebih anjurkan anak muda untuk fokus belajar apa yang mereka suka—hal yang bener-bener bermanfaat buat Jassy sendiri. Sebelum kerja di Amazon hampir 30 tahun, dia pernah nyoba banyak pekerjaan kayak komentator olahraga, pelatih sepak bola, sampe banking investasi.
Gak banyak topik yang bikin debat sepanas ini: gimana sih harusnya hidup di usia 20-an? Ada yang anggap itu masa berantakan, ada juga yang liat sebagai kesempatan langka.
Tapi menurut Andy Jassy, Gen Z harus lebih santai dan sadar bahwa gak perlu punya rencana hidup sempurna di usia 20-an.
“Aku punya anak umur 21 dan 24, dan satu hal yang aku liat dari mereka dan temen-temennya: mereka semua merasa harus tau mau ngapain di umur segitu,” kata Jassy di podcast How Leaders Lead with David Novak. “Menurutku, itu gak bener.”
Meski cari tau passion karir bisa bikin pusing—apalagi di era AI yang ubah dunia kerja—Jassy sendiri pernah ngalamin hal yang sama.
Abis lulus dari Harvard tahun 1990, dia nyoba banyak profesi: dari komentator olahraga, manajer produk, sampe buka usaha. Dia juga pernah kerja di toko golf, latih tim sepak bola SMA, dan coba banking investasi. Akhirnya, dia balik kuliah buat ambil MBA dan eksplor dunia bisnis. Baru setelah lulus Harvard Business School, dia dapet role penting di Amazon, beberapa bulan sebelum umur 30.
“Aku nyoba banyak hal, dan menurutku di awal-awal, sama pentingnya untuk tau apa yang lo gak mau lakuin dibanding yang lo mau. Itu bantu lo nemuin passion beneran,” katanya.
Fortune udah kontak Jassy buat minta komentar lebih lanjut.
Nilai dari gagal—dan nanya
Eksplorasi minat itu penting, tapi buat Jassy (57 tahun), gak ada yang lebih kunci dari sering nanya. Punya “WhyQ” tinggi—alias kebiasaan nanya “kenapa”—itu yang bantu orang sukses di Amazon.
“Kami terus nanya ‘kenapa’ dan ‘kenapa enggak’,” tulis Jassy di suratnya ke pemegang saham. “Itu bantu kami pecahin masalah, cari akar penyebab, dan buka pintu yang sebelumnya kayak mustahil.”
Buat Gen Z, rasa penasaran dan pola pikir yang bener bisa jadi batu loncatan karir, aku Jassy.
“Banyak banget kesuksesan lo, terutama di usia 20-an, tergantung sama sikap,” kata Jassy ke CEO LinkedIn, Ryan Roslansky.
Meski sukses juga butuh keberuntungan dan mungkin banyak kegagalan, jalani sehari-hari aja—siapa tau suatu hari lo bisa dapet posisi CEO.
“Perjalanan aku banyak banget luck-nya, dan mungkin satu hal terbaik yang aku lakuin adalah gak overthinking,” tambahnya ke Novak.
CEO yang lewat jalan panjang
Meski keliatannya jadi CEO butuh karir yang lurus, kenyataannya jalannya bisa panjang dan berliku—Jassy cuma salah satu contoh.
Setelah lulus S1, Reed Hastings, pendiri Netflix, jadi guru matematika di Peace Corps di Eswatini, Afrika. Baru setelah pulang, dia kuliah lagi ambil ilmu komputer di Stanford sebelum bikin perusahaan teknologi bernilai $500 miliar lebih.
Bob Iger, CEO Disney, juga awalnya cuma baca cuaca di TV lokal di Ithaca, New York, sebelum jadi eksekutif media ternama.
Bahkan mentor Jassy, Jeff Bezos, awalnya cuma kerja part-time di McDonald’s.
“Lo bisa belajar tanggung jawab di pekerjaan apapun, asal serius,” kata Bezos ke penulis buku Golden Opportunity, Cody Teets. “Banyak pelajaran kerja di McDonald’s waktu remaja. Berbeda dari sekolah. Jangan remehin itu!”
Cerita ini pertama muncul di Fortune.com