Bagaimana Wall Street Mencapai Rekor Tertinggi dan Apa yang Akan Datang Selanjutnya

Perdagangan Perang dan Dampaknya di Pasar Saham

Ada trade war dan juga perang sungguhan dengan bom di Timur Tengah. Presiden Amerika Serikat juga sering menghina kepala Federal Reserve.

Tapi, pasar saham tetap kuat dan bahkan mencapai rekor baru pada Jumat lalu. Indeks S&P 500 tutup di level tertinggi sepanjang masa, yaitu 6.173. Investor yang tetap bertahan di tengah gejolak pasar akhirnya dapat hadiah.

Meski Wall Street bisa bernapas lega, tantangan masih ada. Jeda tarif yang diberlakukan Presiden Donald Trump akan berakhir awal Juli. Laporan laba kuartal kedua dan indikator ekonomi berikutnya bisa ungkap dampak tarif yang sudah berlaku. Federal Reserve mungkin hadapi keputusan sulit soal suku bunga.

Guncangan Tarif

Tanggal 2 April, Trump umumkan kenaikan tarif lebih tinggi dari perkiraan untuk hampir semua mitra dagang AS, terutama China. Tarif impor dari China naik jadi 145%, dan China balas dengan menaikkan tarif untuk produk AS jadi 125%.

Dalam 4 hari, S&P 500 jatuh sekitar 12%, dan Dow Jones turun hampir 4.600 poin (11%). Trump tidak peduli dengan penurunan pasar saham, tapi dia tidak bisa abaikan masalah di pasar obligasi dan valas. Harga obligasi pemerintah AS turun, bikin khawatir tentang statusnya sebagai tempat teraman untuk menyimpan uang. Nilai dolar AS juga melemah, tanda berkurangnya kepercayaan investor.

Waktu untuk Jeda

Tanggal 9 April, Trump umumkan "JEDA 90 HARI" untuk sebagian besar tarif, kecuali yang ke China. S&P 500 langsung melonjak 9,5%, salah satu hari terbaik sepanjang sejarah.

Di Mei, pemerintah AS capai kesepakatan dagang dengan Inggris. Berita terbesar datang ketika AS dan China setarik untuk sementara tarif yang sudah diberlakukan. Kedua negara mengklaim sudah ada kesepakatan, tapi detailnya masih simpang siur.

MEMBACA  Penawaran Printer Terbaik: Dapatkan Pilihan dari Canon, Epson, dan HP Mulai dari $54

Pasar sempat panik saat Trump ancam tarif ke Uni Eropa, tapi dia akhirnya tunda sampai 9 Juli sambil negosiasi berjalan.

Perang dan Minyak

Perang dagang tergeser oleh perang sungguhan bulan ini ketika Israel dan Iran saling serang. Harga minyak melonjak, berpotensi tingkatkan inflasi dan perlambat ekonomi global. Serangan AS ke fasilitas nuklir Iran diikuti gencatan senjata, dan harga minyak turun drastis. Wall Street lega dan melanjutkan kenaikan menuju rekor baru.

Trump dan Federal Reserve

Trump ingin Fed turunkan suku bunga, tapi Fed bilang perlu lihat dampak tarif Trump dulu. Presiden AS sering kritik Jerome Powell, ketua Fed yang masa jabatannya habis tahun depan. Menurut Wall Street Journal, Trump mungkin tunuk pengganti Powell lebih awal untuk melemahkan posisinya. Drama ini bisa pengaruhi pasar obligasi dan valas, serta Wall Street.

Intinya

Laporan laba kuat kuartal pertama bantu atasi tekanan tarif. Perusahaan akan segera umumkan hasil kuartal kedua. Analis Wall Street turunkan ekspektasi pertumbuhan laba untuk perusahaan di S&P 500, tapi perkirakan masih tumbuh 5%. Rata-rata pertumbuhan laba 5 tahun terakhir adalah 12,7%. Beberapa perusahaan batalkan ramalan laba karena ketidakpastian tarif.

Tarif Kembali?

Pasar saham masih sensitif terhadap perkembangan perdagangan. S&P 500 sempat turun Jumat sore setelah Trump bilang hentikan negosiasi dagang dengan Kanada karena rencana pajak untuk perusahaan teknologi.

"JEDA 90 HARI" dengan sebagian besar negara berakhir 8 Juli. Tidak jelas apa yang terjadi setelahnya. Tarif timbal balik Trump (11%-50%) bisa kembali berlaku, berisiko bikin pasar panik.

Atau, Trump bisa bilang bahwa negosiasi berjalan baik dan beri waktu tambahan. Anggota pemerintahannya seolah tunjukkan ada fleksibilitas dalam tenggat waktu ini.

MEMBACA  UBS Mendukung Costco untuk Bertahan Lebih Baik Terlepas dari Kondisi Ekonomi