Alex Karp, CEO Palantir yang rambutnya kribo, udah jadi ahli dalam menghadapi kritikan. Pas dia diwawancara April lalu di acara Hill and Valley Forum di Washington D.C., ada seorang penonton yang teriak-teriak dari balkon. Tapi Karp santai aja, bilang ke audiens bahwa dia menghargai hak orang itu untuk menyampaikan pendapatnya.
Tapi minggu ini—setelah Palantir umumkan laba yang luar biasa—Karp sempetin buat pamer kesuksesan perusahaan sekaligus sindir kritikusnya.
Palantir, yang berkantor di Denver, kali pertama raup pendapatan kuartalan lebih dari $1 miliar, melebihi perkiraan analis. Sahamnya melonjak ke $160 per lembar, naik 555% dari tahun lalu. Sampai Senin kemarin, kapitalisasi pasarnya nyentuh $409 miliar, jadi perusahaan ke-23 termahal di dunia—hanya kalah dari Johnson & Johnson yang pendapatannya 23x lebih besar dan punya karyawan 35x lebih banyak.
Di konferensi investor, Karp—yang punya gelar PhD di teori sosial neoklasik—terlihat seneng banget dan, kayak biasanye, sedikit sarkas.
"Aku udah diingetin buat jangan sombong soal angka-angka bombastis ini, tapi jujur, gak ada cara lain selain bangga dan bersyukur," kata Karp. Dia juga becanda ke investor retail soal analis yang "selalu salah tiap kuartal." "Mungkin berhenti dengerin haters—mereka udah menderita," ujarnya.
Palantir, perusahaan software yang didirikan Peter Thiel, emang punya banyak "haters". Sejak awal, mereka jual software ke militer AS waktu Perang Teror, jadi sering terlibat di debat politik yang panas. Sekarang, Palantir dikritik karena softwarenya dipakai imigrasi AS dan militer Israel.
Di sisi finansial, ada kritik lain: gimana mungkin perusahaan kecil—yang pendapatan dan labanya jauh di bawah pesaing—bisa jadi salah satu yang paling berharga di dunia?
Perjalanan Palantir emang panjang dan berliku—penuh gugatan hukum, protes besar, dan tim leadership yang unik (karyawan sering panggil satu sama lain "hobbit", terinspirasi dari Lord of the Rings). Belakangan, mereka juga ikut tren AI generatif.
"Mereka udah stabil—siklus penjualannya lebih matang. Mereka bikin produk yang sangat dibutuhin perusahaan multinasional besar," kata Evan Loomis, investor sekaligus teman dekat salah satu pendiri Palantir.
Walau saham Palantir termasuk yang terbaik di S&P 500, harganya juga terkenal sangat fluktuatif dan kadang dipengaruhi investor retail. Lagi naik daun—tapi apa bakal bertahan?
‘Dua kali lebih mahal’
Analis biasanya liat data jangka pendek: penjualan, arus kas, laba, retensi pelanggan. Dari sini, saham Palantir terhitung mahal.
"Mereka diperdagangkan minimal dua kali lebih mahal dari metrik tradisional," kata Mariana Pérez Mora, analis Bank of America yang teliti Palantir sejak 2022.
Tapi Pérez Mora ingetin soal metrik jangka panjang yang selalu ditekankan Karp: "Rule of Forty".
Aturan ini menghitung pertumbuhan pendapatan tahunan ditambah margin operasional. Kalau totalnya di atas 40%, artinya pertumbuhannya sustainable. Kuartal lalu, Palantir dapat 94%.
"Itu level pertumbuhan mereka—dan makin cepat, tanpa ganggu profitabilitas. Jarang ada yang kayak gini," jelasnya. "Sahamnya mahal karena pasar percaya mereka bakal terus tumbuh."
Salah satu faktor pendorongnya: kontrak pemerintah.
Dari dulu, pemerintah jadi klien utama Palantir—kontrak pertamanya dari CIA. Akhir Juli, mereka dapat kontrak 10 tahun senilai $10 miliar dari Angkatan Darat AS, yang terbesar sepanjang sejarah mereka. Ironisnya, dulu Palantir pernah menggugat departemen ini karena dianggap diskriminatif dalam proses tender.
Kedepannya, bisa ada lebih banyak kontrak besar berkat RUU FoRGED Act yang bakal mempermudah perusahaan tech jual produk ke pemerintah. Undang-undang yang didukung Palantir dan dipromosikan oleh eksekutifnya dalam sidang publik, mungkin akan mengurangi keuntungan perusahaan besar seperti Boeing, Lockheed Martin, RTX, dan Northrop Grumman yang sudah lama menguasai industri ini.
Departemen Pertahanan AS sudah memotong anggaran sejak Trump menunjuk Pete Hegseth sebagai pemimpin. Tapi Palantir justru mendapat keuntungan dari hal ini. Beberapa bulan setelah Departemen Pertahanan menghentikan kontrak senilai $5,1 miliar dengan konsultan seperti Accenture dan Deloitte, kedua perusahaan itu mengumumkan kerjasama baru dengan Palantir untuk memberikan solusi ke klien pemerintah.
Tapi, pertumbuhan terbesar Palantir tahun lalu berasal dari segmen pelanggan baru—bisnis komersial. Pendapatan di sektor komersial naik 93% dibanding tahun sebelumnya. Hampir semua kontrak ini berasal dari platform AI generatif yang diluncurkan tahun 2023, bernama "AIP" (singkatan dari "artificial intelligence platform").
Perez Mora bilang banyak perusahaan yang menawarkan model bahasa besar, tapi Palantir membantu mereka memanfaatkannya untuk hasil nyata.
Dalam laporan laba terakhir, Karp menyebut Citibank sekarang bisa verifikasi data pelanggan dalam hitungan detik—sebelumnya butuh 9 hari. Fannie Mae mendeteksi penipuan hipotek dalam detik, bukan 2 bulan. Lear Corporation juga pakai platform Palantir untuk atasi risiko tarif.
Investor memperhatikan ini, karena peluncuran AIP tahun 2023 berhubungan langsung dengan kenaikan saham Palantir.
Tapi AI generatif masih baru—banyak perusahaan belum paham sepenuhnya pekerjaan apa yang bisa digantikan atau dipercepat. Palantir sendiri juga belum pasti. CEO Karp bilang di CNBC minggu ini bahwa Palantir bisa terus tumbuh meski pecat 500 karyawan. Tapi kenyataannya, mereka malah nambah 200 pekerja antara 2023-2024. Perusahaan seperti Alphabet atau Salesforce juga bilang AI efisien, tapi jumlah karyawan mereka tetap bertambah.
Salah satu perusahaan paling kontroversial di Silicon Valley
Meski valuasi Palantir terus naik, perusahaan ini tetap kontroversial. Mereka sering jadi target protes di New York, Palo Alto, Denver, Seattle, dan Los Angeles karena kontrak dengan ICE (Palantir sedang menjalankan proyek pilot tentang manajemen imigrasi). Mereka juga bermitra dengan Angkatan Pertahanan Israel untuk misi perang, yang memicu kecaman. Laporan ke PBB menyebut ada "alasan kuat" bahwa Palantir menyediakan teknologi prediktif untuk Israel.
Juru bicara Palantir bilang mereka tidak terlibat dalam serangan misil atau targeting di Gaza.
Karp membela Palantir di laporan laba terakhir: "Kami diserang karena bantu negara ini jadi lebih baik." Tahun ini, Karp dan Nicholas Zamiska menerbitkan The Technological Republic, mengkritik Silicon Valley karena menghindari kerja dengan pemerintah.
Tapi mantan karyawan juga protes. Mei lalu, 13 eks-karyawan Palantir menandatangani surat terbuka yang menuduh perusahaan melanggar prinsipnya karena kerja dengan pemerintahan Trump.
Juru bicara Palantir bilang mereka menghargai pendapat berbeda, tapi hanya sedikit mantan karyawan yang protes.
Meski banyak kritik, sejak 2022 (saat Rusia serang Ukraina), Silicon Valley mulai menerima bahkan mendukung teknologi pertahanan. Sektor ini sekarang sangat diminati, seperti startup drone Anduril yang valuasinya capai $30,5 miliar.
Dulu perusahaan teknologi takut dengan kontrak pertahanan. Tapi di era Trump, semuanya berubah. Meta bekerja sama dengan Anduril untuk mulai mengerjakan proyek helm dan headset untuk militer AS. Banyak perusahaan LLM, termasuk OpenAI, xAI, dan Anthropic, mulai bekerja dengan Departemen Pertahanan untuk urusan keamanan nasional. Bahkan Google, yang dulu berhenti kerja sama dengan pemerintah pada 2018 karena protes karyawan, sekarang juga terlibat dalam bisnis militer.
Di sisi lain, Palantir—dan juga SpaceX—menjadi katalis perubahan ini. Awalnya, Palantir ditolak oleh perusahaan modal ventura besar di Silicon Valley saat mencari dana awal. Sequoia Capital dan Kleiner Perkins menolak investasi. Pendiri Thiel akhirnya mengeluarkan uangnya sendiri dan dapatkan dana dari mantan pejabat pemerintahan George W. Bush serta firma modal ventura CIA, In-Q-Tel.
Sekarang, dengan J.D. Vance (protege Thiel) sebagai Wakil Presiden AS dan pemerintahan yang mendukung teknologi pertahanan, Palantir punya akses ke lingkaran kekuasaan tertinggi. Karp, yang menulis "surat untuk pemegang saham" dalam bahasa Inggris, Jerman, dan Prancis setiap kuartal, punya banyak pendapat. "AS tidak boleh jadi campuran lemah dari nilai dan selera global," tulis Karp, mengacu pada karya C.S. Lewis tahun 1943 tentang "orang tanpa dada".
"Orang tanpa dada," kata Karp, "berjanji membawa kita maju tapi tak punya substansi, hanya peduli pada diri sendiri." Untuk sekarang, pandangan Karp dan bisnis Palantir sepertinya mengalahkan kritik dan para haters.