Oleh Leika Kihara
TOKYO (Reuters) – Bank Jepang semakin hati-hati dalam menaikkan suku bunga karena sangat bergantung pada data inflasi yg kurang dikenal. Kelompok ‘doves’ berargumen ini menunjukan permintaan konsumen yg lemah, tapi kritikus bilang ini bikin pesan bank jadi membingungkan.
Inflasi inti di Jepang, yg fokus pada permintaan domestik dan upah (bukan makanan & bahan bakar yg fluktuatif), masih di bawah target Bank Jepang sebesar 2%.
Ini sangat berbeda dengan angka inflasi utama yg berada di atas target dan mencapai level tertinggi dalam beberapa tahun, membuat publik kesal dan sebelumnya jadi alasan kuat untuk naikkan suku bunga lagi.
Analis bilang, kekhawatiran baru BOJ soal konsumsi lokal dan ekonomi global memperumit upaya mereka mengelola ekspektasi inflasi di negara yg lama terjebak deflasi.
"Apa yg dilakukan BOJ belum pernah terjadi, dan kurangnya rekam jejak dalam menstabilkan ekspektasi inflasi jadi alasan kenapa BOJ pakai konsep tidak jelas soal inflasi inti," kata mantan pejabat BOJ Nobuyasu Atago, sekarang kepala ekonom di Rakuten Securities.
Dari sisi kebijakan, Gubernur BOJ Kazuo Ueda sudah akui tantangan dalam mengatur ulang ekspektasi inflasi dan mengukur inflasi inti dgn tepat.
"Kami berhasil menggeser ekspektasi dari nol, tapi belum bisa stabil di 2%," ujarnya bulan lalu. "Makanya kami tetap pertahankan kebijakan suku bunga rendah."
PANDUAN YG TIDAK JELAS
Sekilas, Jepang punya masalah inflasi, makanya bank sentralnya termasuk sedikit yg naikkan suku bunga saat bank lain justru turunkan.
Inflasi konsumen utama capai 3,6% di April, jauh di atas AS (2,3%) dan tertinggi kedua di G7 setelah Inggris (4,1%). Indeks harga lain juga tetap di atas target 2% selama 3 tahun.
BOJ tidak punya satu indikator utk ukur "inflasi inti", tapi mereka pakai metode seperti weighted median dan mode, yg saat ini masih di bawah 2%.
Kekhawatiran atas dampak tarif AS dan pertumbuhan ekonomi juga jadi alasan BOJ jeda kenaikan suku bunga setelah naik jadi 0,5% di Januari.
Tapi, tetap tidak jelas apa yg sebenarnya jadi masalah utama BOJ.
"Bagi masyarakat, yg penting harga makanan, bukan konsep rumit seperti inflasi inti," kata sumber dekat BOJ.
BOJ berharap jarak antara inflasi utama dan inti akan mengecil jika kenaikan harga makanan melambat dan kenaikan upah stabil. Mereka juga siap naikkan suku bunga lagi jika yakin inflasi inti capai 2%.
Survei Reuters memperkirakan kenaikan suku bunga berikutnya (25 basis poin) baru terjadi awal 2026.
Tantangan utama BOJ sekarang adalah cara menyampaikan sikap hati-hatinya, apalagi jika inflasi makanan dan konflik Timur Tengah terus berlanjut.
Isu ini juga picu perbedaan pendapat di internal BOJ. Kritikus bilang panduan terlalu dovish bisa bikin bank terlambat antisipasi risiko inflasi.
"Saya pikir fokus harus pada ekspektasi inflasi perusahaan dan rumah tangga, karena merekalah penggerak ekonomi. Ekspektasi ini sudah mendekati 2%," kata anggota BOJ Naoki Tamura, yg dikenal pro-kenaikan suku bunga.
"Jika risiko inflasi naik, BOJ harus bertindak tegas sebagai penjaga stabilitas harga."
(Laporan oleh Leika Kihara; Disunting oleh Sam Holmes)