Komite Investasi Global dari Morgan Stanley bilang bahwa cerita tentang "konsumen AS yang kuat" mungkin mulai bermasalah. Meskipun orang-orang masih tetap belanja dengan pertumbuhan sekitar 5-6%, yang bikin bagus untuk saham AS di tahun 2026, tapi mereka mulai hati-hati.
Lisa Shalett, seorang kepala investasi, memperingatkan bahwa ekonomi berbentuk "K" ini perlu diperhatikan lebih dekat. Dia bilang ada "retakan yang nyata" untuk konsumen dengan pendapatan menengah ke bawah. Kelompok ini sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi karena mereka yang paling banyak menambah jumlah konsumsi baru, walaupun hanya menyumbang 40% dari total konsumsi negara. Belanja konsumen sendiri adalah dua-pertiga dari ekonomi Amerika.
Dia jelaskan bahwa orang dengan penghasilan rendah punya kecenderungan yang jauh lebih besar untuk belanja daripada orang kaya. Jadi, kalau kondisi mereka lemah, prospek untuk tahun 2026 bisa jadi semakin rapuh. Intinya, ekonomi akan tumbuh sehat hanya jika orang berpendapatan rendah dan menengah punya cukup uang untuk dibelanjakan, dan itu sekarang semakin terancam.
Pertumbuhan Konsumsi yang Rapuh
Selama tiga tahun terakhir, belanja konsumen kuat terutama karena efek kekayaan yang dinikmati oleh 20% orang terkaya, yang memiliki 80% saham. Tapi, 60% rumah tangga dengan pendapatan lebih rendah sekarang menghadapi tekanan yang meningkat.
Kekhawatiran ini juga diungkapkan oleh dua analis Wall Street lainnya, David Kelly dari JPMorgan dan Torsten Slok dari Apollo. Mereka bilang ekonomi berbentuk "K" dan masalah keterjangkauan harga masih menjadi tanda tanya besar untuk perekonomian nasional.
Kelly bilang, data menunjukkan pertumbuhan yang konsisten, tapi perasaannya berbeda bagi banyak orang. Dia ibaratkan ekonomi seperti jam. Jarum kecil (nasib orang kaya) menunjuk ke atas tajam, tapi jarum besar (nasib kebanyakan orang) hanya naik sedikit. Rasanya seperti resesi bagi banyak orang.
Survey menunjukkan 45% orang merasa kondisi ekonomi mereka lebih buruk daripada tahun lalu. JPMorgan percaya ekonomi masih tumbuh, tapi mereka menyoroti kelompok-kelompok yang sedang stres: pekerja pemerintah yang di-PHK, orang muda yang terbebani biaya rumah dan utang kuliah, serta jutaan orang yang premi asuransinya akan naik dua kali lipat tahun 2026.
Slok dari Apollo juga menekankan bahwa ini adalah ekonomi berbentuk "K". Orang kaya diuntungkan dari kenaikan saham dan rumah, sementara orang lain bergantung pada pendapatan tetap.
3 Masalah yang Perlu Diwaspadai
Menurut Shalett, pertumbuhan ekonomi di tahun 2026 bisa melambat jika konsumen mulai "layu". Komitenya memantau tiga faktor utama:
- Stress Kredit dan Keterlambatan Bayar
Tingkat tabungan turun jadi 4,6%, jauh di bawah rata-rata lama. Keterlambatan bayar pinjaman mobil untuk pinjaman berisiko tinggi mencapai level tertinggi sejak 1994. Saldo kartu kredit tumbuh 8%, dan keterlambatan bayar 30 hari mencapai level tertinggi dalam 11 tahun. Begitu juga dengan gagal bayar utang pelajar yang melonjak. - Krisis Keterjangkauan
Rumah tangga menengah-bawah berjuang dengan harga kebutuhan pokok seperti telur, kopi, listrik, asuransi mobil, dan kesehatan yang melonjak. Di sisi lain, pertumbuhan gaji melambat jadi 2,5%, sehingga kemampuan orang untuk mengimbangi inflasi menurun. - Sentimen Tenaga Kerja yang Memburuk
Lowongan kerja turun ke level sebelum COVID. PHK bulan Oktober meningkat, menunjukkan tren PHK terburuk sejak krisis keuangan dulu. Kepercayaan konsumen di survey Michigan adalah salah satu yang terendah dalam 73 tahun, dan ekspektasi untuk pekerjaan satu tahun ke depan adalah yang terburuk sejak 1980. Kekhawatiran digantikan oleh Kecerdasan Buatan (AI) juga menjadi faktor, bahkan bagi pekerja berpenghasilan tinggi.Kesimpulannya, premis bahwa tahun 2026 akan bagus untuk semua tidak akan terwujud tanpa kekuatan dari konsumen menengah-bawah. Jika tekanan pada 60% rumah tangga terbawah terus naik, ini bisa memperlambat penjualan ritel dan pendapatan, yang merupakan ancaman serius bagi pertumbuhan ekonomi.