Alasan Strategi Investasi ‘AI Rollup’ Tidak Efektif

Nathan Benaich adalah pendiri Air Street Capital dan penulis Laporan State of AI. Nikola Mrkšić adalah CEO PolyAI.

Di dunia investasi teknologi, para investor meningkatkan taruhan mereka pada satu ide menarik: AI generatif akan mengubah bisnis layanan dengan margin rendah menjadi perusahaan perangkat lunak bermargin tinggi. Beberapa perusahaan venture terkenal telah mengalokasikan miliaran dolar untuk strategi ini dan mulai melakukan taruhan mereka. Begini alurnya:

Pertama, akuisisi perusahaan outsourcing proses bisnis (BPO) tradisional seperti pusat panggilan dan firma akuntansi dengan valuasi sederhana sekitar 1x pendapatan. Bisnis ini biasanya beroperasi dengan margin EBITDA 10-15%, terbebani oleh banyak pekerja manusia yang melakukan tugas berulang, dan otomatisasi menghadapi resistensi struktural terbesar.

Kedua, gunakan AI generatif untuk mengotomatisasi alur kerja inti, kurangi jumlah karyawan, dan tingkatkan margin EBITDA hingga 40% atau lebih. Apa yang dulu membutuhkan ratusan akuntan atau agen pusat panggilan, sekarang bisa dilakukan oleh sedikit orang yang mengelola sistem AI.

Ketiga, jual perusahaan layanan berbasis AI baru itu dengan kelipatan seperti perangkat lunak karena pembeli dan pasar publik mengakui bahwa bisnis layanan yang padat manusia telah berubah menjadi bisnis AI yang dapat diskalakan. Jika BPO tradisional dinilai 6x EBITDA, perusahaan perangkat lunak bisa bernilai 20x atau lebih.

Di atas kertas, ini arbitrase yang brilian. Namun dalam prakteknya, ini ilusi. Ini berdasarkan kesalahan kategori mendasar: mengira peningkatan operasional sama dengan transformasi model bisnis. Ya, AI bisa membuat alur kerja lebih efisien. Tapi tidak, itu tidak mengubah perusahaan layanan menjadi perusahaan perangkat lunak.

Lima tahun lalu, sebuah perusahaan AI yang sekarang terkenal mencoba eksperimen ini, lalu mundur. Temuannya harus jadi peringatan bagi para pendukung hari ini. Mari kita bahas.

MEMBACA  Investasi di Ladang Minyak Terubuk di Forel mencapai Rp10 triliun: Pemerintah RI

### Jurang valuasi 69x

Bukti paling buruk terhadap tesis AI rollup ada di pasar publik. Perusahaan BPO yang disebut “ditransformasi AI” sekarang—seperti Concentrix, Genpact, dan Infosys—dinilai 5-23x EV/EBITDA. Sementara perusahaan perangkat lunak murni seperti Salesforce, ServiceNow, dan Workday bernilai 22-92x EV/EBITDA. Perbedaan ini tidak bisa diatasi hanya dengan rilis pers tentang kemitraan OpenAI, Anthropic, atau Gemini. Ini perbedaan mendasar dalam cara pasar menilai bisnis yang bergantung pada manusia versus platform perangkat lunak sejati.

Contohnya Concentrix, sering disebut sebagai kisah sukses transformasi BPO. Meski meluncurkan produk AI generatif pada 2024 dan sekarang digunakan oleh lebih dari 1.000 pelanggan, valuasi EV/EBITDA mereka tetap rendah, dan margin EBITDA masih sekitar 10%. Pesan pasar jelas: mengotomatisasi alur kerja tidak mengubah model bisnis dasar.

### Ramalan PolyAI

Pada 2019, PolyAI, perusahaan AI percakapan terkemuka, mempertimbangkan untuk mengakuisisi pusat kontak berbasis manusia untuk mempercepat pertumbuhannya. Setelah menganalisis dengan mengunjungi lebih dari 10 pusat kontak, menjalin hubungan dengan tiga BPO besar, dan mempekerjakan penasihat industri, jawabannya jelas: tidak.

“Perusahaan BPO tidak dipercaya untuk berinovasi, tidak dihargai untuk inovasi, dan tidak diizinkan berinovasi,” tulis dokumen dewan mereka.

Hambatan struktural yang mereka identifikasi masih berlaku hari ini:

– Ilusi kontrol: Membeli BPO tidak berarti menguasai bisnis yang didukung. Anda hanya menyewa hak untuk menyediakan tenaga kerja sesuai syarat klien. Tech stack, proses, dan persetujuan tetap di tangan klien.
– Jebakan harga: Bisnis layanan biasanya menagih per jam. Efisiensi yang mengurangi jam tagihan malah mengurangi pendapatan.
– Biaya peralihan nol: Kontrak layanan sekarang sering hanya 3 tahun atau kurang, menyulitkan pengembalian investasi AI di awal.

MEMBACA  Saham Prancis Naik di Penutupan Perdagangan; CAC 40 Naik 0,00% Menurut Investing.com

PolyAI memilih tetap jadi perusahaan perangkat lunak, bermitra dengan BPO alih-alih membelinya. Sekarang mereka bernilai $500 juta dengan pelanggan seperti PG&E, Marriott, dan FedEx. Sementara BPO yang pernah mereka pertimbangkan masih bernilai kelipatan satu digit.

### Mengapa kali ini tidak berbeda

Investor melewatkan ini: bisnis layanan tidak efisien karena kebetulan, tapi karena desain. Ketidakefisienan adalah produknya. Klien membayar untuk fleksibilitas, kustomisasi, dan seseorang yang bisa disalahkan jika ada masalah.

Mengotomatisasi manusia tidak hanya mengurangi biaya, tapi mengubah apa yang dijual. Klien yang mau perangkat lunak sudah akan membeli perangkat lunak.

Perusahaan layanan paling sukses paham ini. Mereka gunakan AI untuk memperkuat manusia, bukan menggantinya. Mereka pertahankan margin melalui kekuatan harga dan hubungan, bukan pengurangan karyawan.

### Pelajaran sejarah

Tesis AI rollup mencerminkan pola lama di investasi teknologi: menyamakan kemampuan teknologi dengan transformasi model bisnis. Kita pernah lihat ini sebelumnya.

Di awal 2000-an, orang pikir e-commerce akan mengubah margin ritel. Amazon membuktikannya dengan membangun ritel digital asli, bukan dengan mengakuisisi dan mentransformasi Sears. Di tahun 2010-an, investor yakin perangkat lunak akan menguasai industri tradisional. Pemenangnya adalah yang membangun bisnis baru berbasis perangkat lunak, bukan yang memodifikasi yang lama.

Pelajaran yang sama berlaku sekarang. AI mungkin mentransformasi sebagian layanan profesional, terutama jika pemilik modal ventura mendorong adopsi. Tapi ini berbeda dari tesis AI rollup yang dikejar VC—yang berasumsi bisnis layanan padat karya bisa berubah jadi platform mirip perangkat lunak hanya dengan memasang AI. Transformasi sejati akan datang dari perusahaan baru berbasis AI, bukan dari yang lama.

### Intinya: Kuasai perangkat lunak, bukan layanan

MEMBACA  Memilih untuk tidak memiliki anak di Asia Selatan yang 'apokaliptik' | Demografi

Tesis AI rollup adalah upaya VC untuk memanfaatkan perbedaan valuasi antara layanan dan perangkat lunak. Tapi perbedaan itu ada alasannya. Bisnis layanan, bahkan yang sangat terotomatisasi, punya kendala, ekonomi, dan hubungan pelanggan yang berbeda dengan perusahaan perangkat lunak.

PolyAI melihatnya di 2019. Pasar publik melihatnya sekarang. Revolusi AI nyata. Peluang meningkatkan bisnis layanan dengan AI juga nyata. Tapi gagasan bahwa ini mengubah mereka jadi perusahaan perangkat lunak? Kemungkinan besar tidak akan terjadi, sama seperti di 2019.

AI rollup mungkin masih menghasilkan keuntungan, tapi bukan jenis yang diharapkan VC. Ini lebih seperti ekuitas swasta berbasis teknologi: berat secara operasional, terbatas valuasinya, dan sulit diskalakan seperti perangkat lunak.

Pendapat di artikel ini adalah pandangan penulis dan tidak selalu mewakili Fortune.

Baca lebih lanjut: