Alasan Produksi Minyak China Terus Meningkat Meski Harga Minyak Turun

Dalam beberapa tahun terakhir, industri minyak di Cina menunjukkan tren yang unik. Produksi mereka terus naik meskipun harga minyak dunia sedang turun. Biasanya, kalau harga minyak jatuh, perusahaan minyak akan mengurangi produksi untuk menghindari kerugian. Contohnya, di Amerika, beberapa produsen shale sudah memberi sinyal akan memotong produksi karena harga rendah.

Untuk mengerti situasi di Cina, kita harus lihat posisi mereka sebagai produsen dan importir minyak besar, serta peran besar pemerintah di sektor ini. Perusahaan minyak nasional menghasilkan 85% minyak Cina. Cina mulai produksi minyak pada tahun 1960-an dan bisa swasembada energi pada pertengahan 1990-an. Tapi, ini berubah sekitar tiga puluh tahun lalu. Sejak 1994, Cina menjadi importir bersih minyak karena konsumsinya lebih tinggi dari produksi dalam negeri berkat ekonomi yang tumbuh pesat.

Konsumsi minyak Cina naik jauh lebih cepat dari produksinya. Tahun lalu, Cina memproduksi hampir 5 juta barel minyak per hari, tetapi mengonsumsi lebih dari 16 juta barel. Sampai saat ini, Cina tetap importir minyak mentah terbesar di dunia dan sangat bergantung pada impor.

Produksi minyak Cina meningkat stabil selama dua dekade sampai akhirnya turun tajam pada tahun 2016 karena harga minyak internasional jatuh. Produksi domestik mulai pulih di tahun 2019 dan terus tumbuh selama pandemi, meski harga minyak global sangat rendah. Peningkatan produksi ini didorong oleh tekanan dari pemerintah Cina untuk meningkatkan eksplorasi dan produksi domestik lewat “Rencana Aksi Tujuh Tahun” mereka. Pemerintah ingin meningkatkan keamanan energi dengan produksi dalam negeri dan cadangan minyak strategis.

Sumber: Oxford Institute For Energy Studies

Dalam dekade sebelumnya, Beijing fokus pada produksi shale gas. Namun, pada tahun 2019, ketegangan perdagangan dengan AS mendorong Presiden Xi Jinping untuk menyerukan peningkatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas. Pemeritah juga memotong tarif pajak sumber daya untuk minyak berat hingga 40% dan menghapus bea masuk untuk peralatan kilang minyak impor yang tidak tersedia secara lokal.

MEMBACA  Adian Napitulu Mempertaruhkan Potongan Aplikator menjadi Ojol Turun Menjadi 10 Persen

Akibatnya, PetroChina hampir menggandakan belanja modalnya untuk eksplorasi dan produksi pada periode 2016-2023. Mereka fokus di beberapa cekungan dan meningkatkan pengeluaran untuk tight oil dan shale oil. Namun, produksi minyak mereka hanya naik 6% pada tahun 2024 dibanding level 2015. Di sisi lain, cadangan mereka meningkat signifikan.

CNOOC lebih berhasil menaikkan output. Produksi minyak mereka melonjak 45% pada tahun 2024 setelah menaikkan belanja modal domestik. Pertumbuhan produksi mereka banyak disumbang oleh Bohai Bay. Cadangan mereka juga meningkat lebih dari dua kali lipat.

Sementara itu, kenaikan belanja modal Sinopec telah membalikkan penurunan produksi bertahun-tahun dan meningkatkan produksi mereka sebesar 2%. Di bawah program tujuh tahun, Sinopec menambah cadangan signifikan, terutama shale oil di area Shengli/Jiyang.

Sayangnya, Cina harus menghadapi ladang minyak yang sudah tua, banyak yang berusia lebih dari setengah abad. Untungnya, PetroChina cukup berhasil menghidupkan kembali produksi yang menurun dengan menggunakan teknik Enhanced Oil Recovery (EOR). Sebagai contoh, dengan EOR, lapangan minyak Daqing berhasil memproduksi lebih dari 2 miliar barel minyak pada periode 2014-2023, meski sudah berproduksi sejak tahun 1960.

Oleh Alex Kimani untuk Oilprice.com

Artikel Top Lainnya dari Oilprice.com

Baca artikel ini di OilPrice.com