Organisasi adalah sistem kompleks yang terdiri dari orang-orang yang datang dan pergi, mirip seperti organisme biologis yang terbuat dari sel-sel individu yang mati dan beregenerasi. Tapi bedanya dengan sistem biologis, di mana setiap sel membawa kode genetik lengkap, pengetahuan institusional dalam organisasi itu terpecah-pecah: Tidak ada satu orang pun yang punya gambaran lengkap. Karena itu, organisasi menciptakan mekanisme untuk menangkap, menyimpan, dan meneruskan pengetahuan, agar tetap berjalan meski orang-orang silih berganti. Lew Platt, mantan CEO HP, benar saat bilang: “Kalau saja HP tahu apa yang HP tahu, produktivitas kita bisa tiga kali lipat.”
Nggak heran pasar “manajemen pengetahuan” diprediksi bakal mencapai $2,5 triliun pada 2030. Lonjakan nilai ini sebagian karena potensi dan kemajuan AI generatif sebagai alat untuk menggali data tersembunyi dan pengetahuan tacit, mengontekstualisasikannya ulang, dan memberi organisasi bukan cuma pemahaman lebih baik tentang masa lalu, tapi juga visi strategis yang lebih koheren untuk masa depan.
Pendekatan standar manajemen pengetahuan saat ini terbatas oleh dua hal. Pertama, mereka sering gagal menangkap hal yang mungkin paling penting: Gudang pengetahuan tacit yang jarang diubah menjadi dokumen “final” yang rapi. Alasan di balik keputusan penting, konteks kegagalan dan tindakan masa lalu, serta insting yang membentuk budaya institusi—ini jenis wawasan yang diam-diam hilang, mengurangi kemampuan organisasi untuk belajar dari dirinya sendiri. Kedua, sistem tradisional dibangun dengan asumsi bahwa organisasi bisa mengantisipasi pengetahuan apa yang dibutuhkan di masa depan.
Sebuah proyek seni baru-baru ini yang dipimpin oleh salah satu penulis kami, Zoé Vayssières, bersama Institut Desain Data Digital Harvard tentang penggunaan GenAI untuk mengungkap “memori” awal Harvard (hanya berdasarkan data mentah, seperti catatan gaji, bukan catatan sejarah yang ada) menunjukkan bagaimana teknologi bisa tidak hanya mengungkap kecerdasan institusional, tapi juga mengontekstualisasikannya ulang—membuat memori jadi dinamis, bisa ditemukan, dan digunakan dalam konteks yang berbeda-beda.
Pergeseran dari manajemen pengetahuan statis ke manajemen memori dinamis membuka kemungkinan baru untuk organisasi kompleks. Daripada mengandalkan kategori yang sudah ditentukan, GenAI memungkinkan organisasi mengklasifikasikan informasi saat dibutuhkan, menampilkan wawasan relevan berdasarkan pertanyaan yang diajukan, bukan asumsi saat penyimpanan. Responsivitas ini membuat memori tidak hanya lebih mudah diakses, tapi juga lebih bisa ditindaklanjuti. Ini bukan sekadar perubahan teknologi, tapi strategis: Untuk pertama kalinya, organisasi bisa memperlakukan memori bukan hanya sebagai sesuatu yang disimpan, tapi sumber daya yang diaktifkan—mengubah pengalaman terkumpul jadi keunggulan kompetitif.
### Apa itu memori—dan mengapa organisasi kehilangannya
Memori organisasi sering disalahartikan sebagai pencatatan. Tapi memori sejati bukan sekadar arsip masa lalu—itu mekanisme yang membuat institusi punya koherensi, kecepatan, dan ketahanan. Memori menangkap nilai-nilai yang memengaruhi kepemimpinan dan alasan di balik keputusan kritis, serta memperpendek kurva belajar untuk talenta baru. Tanpa itu, perusahaan bisa mengalami “amnesia strategis”: mengulang kesalahan masa lalu dan hanyut secara budaya setiap kali kepemimpinan berganti.
Tapi meski sangat penting, memori tetap rapuh. Berbeda dengan manusia, organisasi tidak mengingat secara “terpusat”: Memori mereka harus dibangun berdasarkan pengetahuan yang tersebar di thread email, sistem yang sudah tidak dipakai, folder tidak tertag, dan pikiran orang yang pergi tanpa ditanya apa yang mereka tahu. Apa yang diingat dalam organisasi sering dibentuk oleh struktur sistem (misalnya metrik kinerja) yang dibuat untuk dokumentasi, bukan untuk pemahaman. Di saat yang sama, wawasan yang lebih halus cenderung hilang.
Ironisnya, semakin banyak data yang dihasilkan organisasi modern, semakin sulit untuk mendapatkan wawasan bermakna: Perusahaan kebanjiran informasi tapi kelaparan kejelasan. Tantangan sebenarnya bukan kurangnya data, tapi absennya konteks dan sulitnya mengingat untuk tujuan spesifik.
### GenAI membuat memori institusional yang lebih baik mungkin terjadi
AI generatif mengubah segalanya dengan membuka apa yang sudah ada, memungkinkan organisasi berinteraksi dengan arsip tidak terstruktur mereka dalam skala besar dan akhirnya mengingat lebih banyak—mengungkap wawasan yang terlupakan, menyambungkan informasi yang tersebar, dan mengekspos pola yang terpendam.
Dalam hal ini, GenAI untuk manajemen memori lebih berfungsi seperti arkeolog korporat yang dipersonalisasi, bukan sejarawan organisasi: tidak mencatat sesuatu yang baru dari awal tapi menggali apa yang sudah ada. Dalam pemulihan dan pengontekstualisasian ulang ini, GenAI bisa memberikan pemahaman lebih dalam tentang konteks fakta relevan, kembali ke “asal” data atau keputusan, sambil membiarkannya bebas untuk diinterpretasikan ulang di masa depan berdasarkan konteks baru saat itu. Dalam proyek seni yang melibatkan arsip Harvard, model GenAI digunakan untuk menganalisis lebih dari 200 tahun catatan institusional—beberapa di antaranya tulisan tangan, tidak konsisten, atau hanya terdigitalisasi sebagian. Model ini mengungkap aturan institusional, peran sosial, dan catatan emosional yang bahkan sulit bagi sejarawan untuk temukan.
Misalnya, analisis data gaji sejarah mentah mengungkapkan bagaimana prioritas organisasi bisa berubah secara tiba-tiba dan bertahap. Pada 1752, presiden Harvard mendapat gaji hampir dua kali lipat lebih banyak dari steward, yang bertugas mengelola operasional tempat tinggal. Tapi pada 1779, di tengah pergolakan perang dan inflasi melonjak, gaji steward meningkat lebih dari tiga kali lipat sementara gaji presiden menurun—mencerminkan pergeseran prioritas selama krisis.
Dalam rentang waktu lebih luas, pola gaji juga mengungkapkan nilai yang berubah pada disiplin ilmu berbeda, dengan sains secara bertahap mengungguli teologi dalam kompensasi—menandakan transformasi yang lebih dalam dalam misi institusi. Bagi pemimpin bisnis, pola ini adalah pengingat kuat: Dalam masa transformasi, seringkali pergeseran informal—bukan deklarasi formal—yang menunjukkan di mana pengaruh berada, terutama awalnya. GenAI bisa mengungkap dinamika tersembunyi ini, membantu organisasi memahami bagaimana mereka beradaptasi secara historis di bawah tekanan, dan di mana budaya dan kekuasaan mungkin menyimpang dari struktur.
Contoh lain: Pengungkapan kembali perempuan yang perannya instrumental dalam perkembangan awal Harvard tapi hampir tidak ada dalam catatan sejarah tradisional. Kontribusi ini tidak hilang, hanya saja dulu dianggap kurang penting karena tidak mencerminkan apa yang ingin disorot generasi sebelumnya. Tapi dengan konteks saat ini, GenAI mengungkap detail kaya tentang lebih dari 10 perempuan kunci (termasuk Squaw Sachem, Anne Dudley Bradstreet, dan Elizabeth Glover Dunster) yang pengaruhnya lama tidak diakui. Pengambilan kembali kontribusi ini dengan GenAI menantang asumsi tentang siapa yang memegang pengetahuan kritis dan peran apa yang mereka mainkan. Di lingkungan korporat, blind spot yang sama ada. GenAI memungkinkan organisasi melihat kembali sejarah mereka dengan pandangan segar dan pemahaman kontemporer, mengungkap individu yang kurang dihargai, fungsi yang terlewat, atau sistem informal yang diam-diam menopang kinerja.
### Memori sebagai kasus penggunaan strategis untuk GenAI
Sementara banyak perhatian pada GenAI saat ini terfokus pada otomatisasi dan produktivitas, AI ini juga punya nilai jangka panjang untuk mengoperasionalkan memori institusional. GenAI bisa mendukung onboarding, pengembangan strategi, manajemen risiko, dan lebih banyak lagi, dengan aplikasi luas: mengungkap eksperimen yang terlewat yang mungkin sekarang masuk akal dalam kondisi pasar baru, menyambungkan benang yang terpisah antar unit bisnis, dan mengidentifikasi solusi yang berulang tapi tidak terdokumentasi. Dalam transisi kepemimpinan atau onboarding, GenAI bisa menyimpan know-how informal—bukan cuma cara sistem bekerja, tapi bagaimana sesuatu diselesaikan.
Contoh nyata datang dari perusahaan distribusi listrik Prancis Rexel, di mana alat penjualan berbasis AI yang dirancang untuk merekomendasikan penawaran terbaik berikutnya cepat menjadi lebih dari sekadar peningkat produktivitas. Karyawan baru mengandalkannya untuk panduan, sementara vendor berpengalaman menggunakannya untuk melatih sistem—mengonfirmasi atau menyempurnakan saran