Trump Diduga Dukung Rusia Kuasai Wilayah Ukraina sebagai Syarat Perdamaian

Senin, 18 Agustus 2025 – 09:08 WIB

Jakarta, VIVA – Presiden AS Donald Trump disebut mendukung rencana yang memungkinkan Rusia mengambil alih wilayah Ukraina yang belum diduduki sebagai bagian dari perjanjian damai. Informasi ini bocor dari percakapannya dengan pemimpin Eropa setelah KTT.

Baca Juga:
351 Orang Tewas Akibat Banjir Bandang dan Longsor di Pakistan

Menurut laporan New York Times, Trump memberi tahu pemimpin Eropa bahwa solusi damai mungkin tercapai jika Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy bersedia menyerahkan wilayah Donbas. Dua pejabat Eropa mengonfirmasi hal ini.

Donbas adalah daerah yang gagal direbut Rusia meski sudah bertempur lebih dari tiga tahun.

Baca Juga:
Jika Tak Lapor Sebulan Sekali hingga April 2029, Bebas Bersyarat Setya Novanto Dicabut

Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin

Sumber dari negosiasi di Alaska mengungkapkan bahwa Putin meminta Ukraina menarik diri dari Donbas (termasuk Donetsk dan Luhansk) sebagai syarat menghentikan perang. Dia juga mengusulkan pembekuan operasi militer di garis depan lain kepada Trump.

Baca Juga:
Heboh Gaji Anggota DPR Disebut Naik Jadi Rp 3 Juta per Hari, Puan Merespons

Meski Rusia menguasai sebagian besar Luhansk, Ukraina masih pegang wilayah penting di Donetsk seperti Kramatorsk dan Sloviansk. Putin kabarnya berjanji menghentikan serangan di Kherson dan Zaporizhzhia jika dapat Donetsk dan Luhansk.

Trump mendukung penyerahan Donbas yang kaya mineral ke Rusia, lebih memilih kesepakatan damai daripada gencatan senjata. Dia menyebut gencatan senjata "sering tidak bertahan lama" dalam unggahan media sosial.

Pemimpin Eropa menyatakan siap bekerja sama dengan Trump dan Zelenskyy untuk pertemuan trilateral, tapi menegaskan bahwa Ukraina harus memutuskan nasib wilayahnya sendiri.

MEMBACA  Trump Sebut PBB Punya Potensi Luar Biasa, Tapi Harus Belajar Seni Perdamaian yang Sebenarnya darinya

Zelenskyy menegaskan bahwa perdamaian harus nyata dan tahan lama, bukan sekadar jeda sebelum invasi berikutnya. Dia juga menilai usulan perdamaian tanpa gencatan senjata awal justru memperumit situasi.

(Ant)

Halaman Selanjutnya