Gaza, VIVA – Kelompok perlawanan Palestina, Hamas menyambut baik pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menolak rencana pemindahan massal warga Palestina dari Jalur Gaza, yang telah hancur akibat perang.
Pada Rabu 12 Maret 2025, Trump memastikan “tidak akan mengusir warga Palestina dari Gaza”, ketika menanggapi pertanyaan usai pertemuannya dengan Perdana Menteri Irlandia Micheal Martin.
“Jika pernyataan Presiden AS Trump merupakan penolakan dari semua gagasan untuk memindahkan warga Jalur Gaza, maka itu disambut baik,” kata juru bicara Hamas Hazem Qassem dalam sebuah pernyataan, Kamis.
“Kami menyerukan untuk memperkuat posisi ini dengan mewajibkan penjajah (Israel) untuk melaksanakan semua ketentuan perjanjian gencatan senjata (Gaza),” ujarnya, menambahkan.
Juru bicara Hamas itu mendesak Trump untuk menahan diri dari “berpihak pada visi sayap kanan Zionis ekstrem” terhadap warga Palestina dan tanah mereka.
Komentar Trump muncul setelah pejabat keuangan sayap kanan Israel Bezalel Smotrich mengatakan bahwa Tel Aviv akan membuka kantor “Otoritas Emigrasi” baru di bawah otoritas pertahanan untuk mengatur pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza, menurut beberapa laporan media.
Padahal, KTT Arab dan pertemuan Organisasi Kerja Sama Islam pada awal Maret menyetujui rencana komprehensif negara-negara Arab untuk membangun kembali Gaza tanpa menggusur penduduk Palestina.
Rencana tersebut diperkirakan akan membutuhkan waktu lima tahun dengan perkiraan biaya sekitar 53 miliar dolar AS (sekitar Rp869,4 triliun).
Proposal dari Arab itu muncul menyusul rencana Trump untuk “mengambil alih” Gaza dan memukimkan kembali warga Palestina ke lokasi lain serta mengubah wilayah tersebut menjadi tujuan wisata.
Gagasan tersebut ditolak oleh dunia Arab dan banyak negara lain, karena dianggap sama saja dengan pembersihan etnis.
Lebih dari 48.500 korban tewas dalam serangan brutal Israel di Gaza sejak Oktober 2023. Serangan itu dihentikan berdasarkan gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan, yang berlaku pada Januari lalu.
Wilayah di bagian timur dan barat Gaza Utara menyaksikan gelombang pengungsian warga Palestina pada Sabtu malam, 5 Oktober 2024.
Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan pada November 2024 untuk pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan pejabat pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di wilayah kantong Palestina tersebut. (ANT)