Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Jawa Timur telah menetapkan 3 tersangka dalam kasus penyerangan yang mengakibatkan kematian seorang pendukung paslon Cabup-Cawabup Sampang, Slamet Junaidi-Ahmad Mahfudz. Kejadian tersebut terjadi di Desa Ketapang Laok, Ketapang, Sampang, Madura, pada Minggu, 17 November 2024.
Ketiga tersangka pembacokan dengan senjata tajam jenis celurit tersebut adalah FS, AR alias D, dan MS alias I. Mereka dipamerkan oleh petugas di Markas Polda Jawa Timur. Ketiga tersangka terlihat menundukkan kepala dengan mengenakan kaus oranye tahanan dan tangan terborgol. Sejumlah barang bukti berupa 3 bilah celurit juga diperlihatkan saat konferensi pers.
Menurut Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim, Komisaris Besar Polisi Dirmanto, ketiga pria tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jatim, Komisaris Besar Polisi Farman, menjelaskan bahwa ketiga tersangka memiliki peran berbeda dalam kasus tersebut.
Tersangka AR adalah orang pertama yang menyerang korban dengan senjata celurit, mengenai kepala korban. Sementara tersangka FS membantu AR dalam menganiaya korban dengan menyabetkan senjata celuritnya ke tubuh korban sebanyak dua kali. Sedangkan tersangka MS juga turut serta dalam penyerangan terhadap korban. Mereka dijerat dengan pasal yang sama, yakni Pasal 170 Ayat (2) ke-3e KUHP tentang kekerasan yang menyebabkan matinya orang dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun penjara.
Kasus ini mencuat setelah video penyerangan tersebut beredar luas di media sosial. Peristiwa tersebut terjadi di Desa Ketapang Laok, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. Dalam video tersebut, terlihat sekelompok orang menggunakan senjata celurit menyerang korban. Peristiwa tersebut menewaskan Jimmy Sugito Putra.
Pilkada Sampang diikuti oleh dua paslon, yaitu paslon Cabup-Cawabup nomor urut 01 KH Muhammad bin Mu’afi-H Abdullah Hidayat (Manjat), dan paslon cabup-cawabup nomor urut 02 Slamet Junaidi-Ahmad Mahfudz (Jimad Sakteh). Kejadian ini menjadi sorotan publik dan menunjukkan kekerasan yang tidak dapat diterima dalam konteks pemilihan umum.
Pada akhirnya, kasus ini mencerminkan pentingnya menjaga ketertiban dan keamanan dalam setiap proses demokrasi, serta menegaskan bahwa kekerasan tidak boleh menjadi cara untuk menyelesaikan perbedaan pendapat. Semua pihak diharapkan dapat mengambil pelajaran dari kejadian ini dan berperan aktif dalam menciptakan suasana yang kondusif dan damai dalam setiap tahapan pemilihan umum.