Terapkan Peraturan Pengemasan Rokok Tanpa Merek, Serikat Pekerja Tembakau Protes ke Kemenkes

Jakarta, VIVA – Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM–SPSI), kecewa terhadap keputusan Kementerian Kesehatan, yang kabarnya akan tetap menerapkan aturan kemasan rokok tanpa identitas merek.

Sebagai salah satu aturan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes), hal itu bahkan telah ditolak keras oleh FSP RTMM-SPSI melalui aksi unjuk rasa yang dihadiri ribuan pekerja tembakau di kantor Kementerian Kesehatan.

Ketua Umum FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS menjelaskan, sebelumnya aksi unjuk rasa ini telah membuahkan audiensi. Di mana, Kementerian Kesehatan diwakili oleh Ketua Tim Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau, Benget Saragih, telah hadir menemui perwakilan FSP RTMM-SPSI dan menghasilkan keputusan bahwa Kementerian Kesehatan akan mempertimbangkan kembali aturan ini.

“Secara lisan yang kami dengar, saat perwakilan kami tanggal 10 Oktober diterima masuk oleh Kemenkes, dikatakan bahwa tidak dan/atau belum ada rencana penyeragaman kemasan. Namun, sampai saat ini kami belum diundang kembali untuk membahas Rancangan Permenkes tersebut, sesuai janji dan kesepakatan tertulis,” kata Sudarto pada Senin, 28 Oktober 2024.

Meski demikian, Sudarto mengatakan pihaknya mendapat informasi terbaru bahwa Kementerian Kesehatan tetap akan mendorong aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Di mana, kata dia, Kementerian Kesehatan tetap akan mewajibkan keseragaman warna kemasan dan logo, serta penulisan merek menggunakan huruf yang sama.

Keputusan ini diakui Sudarto sangat mengecewakan pihaknya, karena hal ini membuktikan bahwa Kementerian Kesehatan abai dengan suara mereka dan tetap mendorong aturan yang akan merugikan industri tembakau untuk memasarkan produk legalnya.

“Kalau penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek ini dipaksakan, maka akan bertabrakan dengan aturan Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI), di mana identitas merek telah dilindungi secara hukum,” ujarnya.

MEMBACA  6 Bahaya Konsumsi Mie Instan, Meningkatkan Risiko Serangan Penyakit Ini

Sudarto juga melihat aturan ini bertentangan dengan Asta Cita Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang akan mendorong target pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen sampai akhir masa jabatan.

“Karena kebijakan ini berpotensi mematikan seluruh ekosistem industri tembakau, dan imbasnya secara ekonomi mencakup penurunan penerimaan cukai hingga PHK besar-besaran yang tidak boleh dipandang sebelah mata,” ujarnya.