Tawuran Remaja Menjadi Kejadian Rutin, Psikolog UI Membongkar Faktor-faktor Fungsi Otak dan Media Sosial

Minggu, 18 Februari 2024 – 08:02 WIB

Jakarta – Fenomena tawuran remaja terus menjadi peristiwa yang terjadi secara rutin dengan alasan yang relatif sama dari masa ke masa. Hal ini diungkapkan oleh Psikolog klinis anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (UI) Vera Itabiliana Hadiwidjojo.

Baca Juga :

Luhut Bilang Tak Mau Jadi Menteri Lagi Jika Ditawari Presiden Terpilih

Vera menjelaskan bahwa fenomena tawuran semakin memprihatinkan. Menurut Vera, terdapat dua faktor yang menjadi penyebab remaja terlibat dalam tawuran, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi fungsi otak yang belum optimal pada remaja sehingga membuat mereka sulit memikirkan konsekuensi jangka panjang. Mereka juga cenderung dipengaruhi oleh emosi dalam perilaku dan pengambilan keputusan.

“Remaja ingin merasa diterima oleh kelompok dan jika merasa diterima oleh kelompok tersebut, maka remaja akan cenderung mengikuti nilai-nilai kelompok tersebut, termasuk jika nilai-nilai tersebut mengandung kekerasan,” ujar Vera seperti dilansir Antara, Minggu, 18 Februari 2024. 

Baca Juga :

Survey: Masyarakat Israel Mulai Ragu Bisa Menang di Gaza

Ilustrasi tawuran remaja di Jakarta.

Sementara dari faktor eksternal, Vera berpendapat bahwa tradisi tawuran di sekolah dan lingkungan menjadi salah satu alasan utama remaja terlibat dalam tawuran. Sekolah yang berdekatan dengan lingkungan yang rawan kekerasan seperti pasar, terminal, dan tempat-tempat berkumpul geng, menjadi pemicu bagi remaja untuk terlibat dalam tawuran. Alasan eksternal lainnya meliputi kurangnya pengamanan atau pencegahan di lingkungan serta kurangnya wadah untuk menyalurkan energi mereka.

Baca Juga :

Prabowo-Gibran Menang di TPS Airlangga Hartarto Mencoblos

Dalam mengulas fenomena tawuran remaja saat ini, Vera juga menyoroti peran media sosial yang mampu memenuhi kebutuhan remaja, salah satunya adalah mendapatkan perhatian dari banyak orang.

MEMBACA  Melestarikan Pura Mangkunegaran

“Media sosial menjadi sarana yang mampu memenuhi kebutuhan remaja yang gemar akan sensasi, ingin dianggap berani, pemberontak, dan keren, serta menjadi pusat perhatian banyak orang,” katanya.

Fenomena serupa sebelumnya terjadi dalam tawuran antar kelompok pelajar di Jembatan Bandengan, Jakarta Utara, pada bulan Juli 2023. Saat itu, dua kelompok pelajar yang diduga siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) saling serang di samping jembatan dengan tangan kosong, bahkan ada yang menggunakan senjata tajam seperti celurit. Polsek Metro Penjaringan menyatakan bahwa motif tawuran ini semata-mata untuk mencari pengakuan atau eksistensi di media sosial.

Awal tahun ini, tawuran remaja terjadi di Jakarta melibatkan massa dari dua kelompok di bawah jembatan layang (flyover) Pasar Rebo, Ciracas, Jakarta Timur.

Mereka menggunakan senjata tajam seperti celurit dan parang dalam serangan mereka, mengakibatkan seorang individu mengalami luka parah di pergelangan tangannya. Polisi menyatakan bahwa media sosial (medsos) digunakan sebagai alat komunikasi untuk membuat janji pertemuan.

Polisi telah beberapa kali berhasil menggagalkan rencana tawuran, salah satunya pada Minggu, 11 Februari 2024. Saat itu, polisi menangkap delapan remaja yang bersenjata tajam yang hendak melakukan tawuran di Jalan Cengkareng Barat, Cengkareng, Jakarta Barat. (Ant)

Halaman Selanjutnya

Fenomena serupa sebelumnya terjadi dalam tawuran antar kelompok pelajar di Jembatan Bandengan, Jakarta Utara, pada bulan Juli 2023. Saat itu, dua kelompok pelajar yang diduga siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) saling serang di samping jembatan dengan tangan kosong, bahkan ada yang menggunakan senjata tajam seperti celurit. Polsek Metro Penjaringan menyatakan bahwa motif tawuran ini semata-mata untuk mencari pengakuan atau eksistensi di media sosial.