Minggu, 29 September 2024 – 23:44 WIB
Jakarta, VIVA – Komisi IX DPR RI mendukung rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI yang akan mewajibkan pencantuman label nilai gizi atau nutrisi pada makanan kemasan. Rencana kebijakan ini dianggap positif dan diharapkan segera direalisasikan.
Baca Juga :
DPP PDIP Ungkap Alasan Pemecatan Tia Rahmania
Langkah ini bertujuan untuk menunjukkan kadar gula, garam, dan lemak (GGL) dalam produk makanan.
\”Kami mendukung kebijakan tersebut dan mendorong BPOM untuk segera merealisasikan rencana ini. Pelabelan nilai gizi di produk makanan harus menjadi hal yang umum. Bukan hanya sebatas pembicaraan,\” kata Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina, dalam keterangannya dikutip pada Minggu, 29 September 2024.
Baca Juga :
Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Tuai Polemik, Disebut Minim Pembahasan
Rencana kebijakan pencantuman label pada kemasan pangan sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Hal ini berkaitan dengan komitmen untuk mengatasi penyakit tidak menular (PTM) seperti stroke, jantung, dan diabetes yang merupakan penyebab kematian utama di Indonesia.
Anggota BKSAP DPR RI, Arzeti Bilbina
Baca Juga :
Kiprah Baru Verrell Bramasta di Senayan, Hadiri Pemantapan Nilai Kebangsaan
Detail mengenai penanggulangan PTM tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang mencakup pengendalian PTM melalui regulasi konsumsi GGL.
Arzeti menyatakan bahwa kebijakan ini seharusnya diterapkan sejak lama. Dengan demikian, masyarakat dapat menghindari penyakit tidak menular yang sering disebabkan oleh konsumsi berlebihan GGL.
“Oleh karena itu, pencantuman informasi nutrisi pada makanan harus menjadi persyaratan yang tidak dapat ditawar lagi,\” kata Arzeti, yang juga merupakan legislator dari Jawa Timur.
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit tidak menular menyebabkan 41 juta kematian setiap tahunnya, yang setara dengan 74% dari total kematian global.
Permasalahan PTM saat ini menjadi tantangan dalam dunia kesehatan di Indonesia. Diketahui bahwa PTM semakin banyak dialami oleh generasi muda Indonesia akibat konsumsi GGL yang berlebihan. Bahkan, kasus ini juga terjadi pada anak-anak.
Oleh karena itu, Arzeti berharap bahwa program-program untuk penanggulangan dan pencegahan PTM harus lebih ditingkatkan. Termasuk melalui kebijakan pencantuman label gizi pada produk makanan kemasan.
“Dengan demikian, masyarakat sebagai konsumen dapat dengan mudah mengidentifikasi produk makanan atau minuman yang tidak sehat karena adanya label nutrisi,” ujarnya.
\”Kesehatan masyarakat harus menjadi prioritas, sehingga pelabelan ini harus efektif. Bukan hanya sebagai langkah formal, tetapi juga sebagai bagian dari tanggung jawab pemerintah untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan masyarakat,\” ungkap Arzeti.
Sebenarnya, aturan tentang label nutrisi sudah ada dalam Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2021 yang mengatur tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan. Aturan tersebut berkaitan dengan label gizi pada pangan olahan yang mencakup kewajiban untuk mencantumkan tabel informasi nilai gizi dan pelabelan gizi di bagian depan label (front of pack nutrition labelling/FOPNL).
Arzeti juga berharap agar BPOM dapat segera menyelesaikan kajian yang sedang dilakukan sehingga aturan pencantuman nilai gizi dapat menjadi kewajiban untuk semua produk pangan olahan atau produk kemasan.
“Masalah Penyakit tidak menular di Indonesia semakin mendesak untuk diselesaikan,\” katanya.
\”Maka, diperlukan intervensi seperti kewajiban pelabelan nutrisi di produk makanan kemasan agar dapat menjadi peringatan atau pengingat bagi masyarakat,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia juga setuju dengan rencana penggunaan gambar sebagai bagian dari labelisasi. Hal ini bertujuan agar informasi gizi melalui label nilai gizi tersebut dapat lebih menarik dan mudah dipahami oleh masyarakat.
“Dengan adanya informasi nilai gizi melalui pelabelan pada produk pangan kemasan, diharapkan masyarakat dapat menghitung jumlah GGL yang mereka konsumsi,” ujar Arzeti.
Halaman Selanjutnya
“Oleh karena itu, pencantuman informasi nutrisi pada makanan harus menjadi persyaratan yang tidak bisa ditawar lagi,\” kata Arzeti, yang juga legislator dari Jawa Timur.