Jakarta (ANTARA) – Duta Besar Sudan untuk Indonesia, Dr. Yassir Mohamed Ali, menyatakan bahwa Sudan bersedia setuju untuk gencatan senjata hanya jika pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) dan pendukung asing mereka menyerah.
“Sudan bilang, OK, kita bisa setuju gencatan senjata kalau mereka nyerah dan pergi. Kalau tidak, kami akan lawan mereka karena mereka yang menyerang kami,” katanya kepada ANTARA pada hari Rabu.
Ali menekankan bahwa Sudan bukanlah penyerang, tetapi sedang mempertahankan diri dari serangan oleh RSF dan tentara bayaran asing. “Kamu tidak bisa meminta pemerintah Sudan untuk gencatan senjata karena Sudan sedang bertahan. Sudan tidak agresif,” ujarnya.
Dia menggambarkan konflik ini sebagai bagian dari “agenda internasional” untuk menggoyang stabilitas Sudan, bukan hanya pemberontakan internal.
“Orang-orang ini… direkrut dari negara lain dan mereka membunuh rakyat kami. Mereka mau menyerbu negara kami. Mereka ingin mengubah sistem di sana,” tambahnya.
Ali menuduh aktor asing melakukan kemunafikan—memberlakukan sanksi ke Sudan sambil memasok senjata ke RSF melalui Uni Emirat Arab.
“Kami harap UAE menghentikan dukungan kepada mereka. Ini satu-satunya cara untuk mereka datang berdamai,” katanya.
Meskipun kekerasan masih berlangsung, Ali bersikeras bahwa Sudan mendukung upaya perdamaian. “Pemerintah Sudan tidak menolak perdamaian. Mereka juga tidak menolak perundingan damai,” ujarnya.
Pada 4 November, perwakilan Sudan untuk Uni Afrika, Duta Besar Al-Zain Ibrahim Hussein, mendesak komunitas internasional untuk menghentikan pengiriman senjata ke RSF dan menetapkan kelompok itu sebagai organisasi teroris.
Dia menuduh aktor regional memungkinkan kekejaman di El-Fasher dan daerah lainnya.
Perang antara militer Sudan dan RSF dimulai pada 15 April 2023, dan telah menewaskan ribuan orang serta mengungsikan jutaan lainnya.
Meski ada upaya mediasi, termasuk oleh utusan AS Massad Boulos, gencatan senjata yang tahan lama masih belum tercapai.