Selasa, 21 Oktober 2025 – 17:49 WIB
Jakarta, VIVA – Diperlukan kerjasama lintas sektor untuk menangani perjudian online yang sedang marak saat ini. Terlebih, praktik seperti ini sudah menjadi ancaman serius bagi perekonomian nasional, stabilitas sosial, dan bahkan masa depan generasi muda.
Baca Juga:
Komdigi Blokir Aplikasi Zangi yang Dipakai Ammar Zoni di dalam Penjara
Hal tersebut diungkapkan oleh Safriansyah Yanwar Rosyadi, selaku Direktur Pengendalian Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika (Komdigi), dalam forum group discussion (FGD) bertajuk “Membangun Kolaborasi Digital Bebas Perjudian Daring”.
Komdigi mencatat, nilai deposit judi online pada semester pertama tahun 2025 sudah mencapai Rp17 triliun. Hingga 2025, Komdigi telah menangani lebih dari 7,2 juta konten judi daring, tetapi fenomena ini terus berkembang dengan sangat cepat.
Baca Juga:
Koperasi Desa Jadi Strategi Pemerintah Bangun Ekonomi dari Akar Rumput
“Kami sudah memblokir jutaan konten, tapi yang muncul juga sangat cepat. Ini adalah tantangan global yang memerlukan kerjasama semua pihak,” ujar Safriansyah, seperti dikutip dari pernyataannya, Selasa (21/10/2025).
Dia menambahkan, kerugian dari judi online tidak hanya bersifat finansial, tetapi juga sosial. “Praktik ini merambah berbagai kalangan masyarakat, menghancurkan keuangan keluarga, dan merusak masa depan anak muda,” tegasnya.
Baca Juga:
Prabowo Sebut Defisit APBN Indonesia Terendah di Dunia
Berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), perputaran transaksi judi online di Indonesia mencapai Rp927 triliun dari tahun 2017 hingga kuartal I 2025. Angka ini menunjukkan bahwa praktik ilegal ini sudah berskala besar dan menjadi fenomena sistemik yang menyentuh berbagai lapisan masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Strategi dan Kebijakan Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Muchtarul Huda, menjelaskan bahwa upaya pemerintah didasari oleh kerangka hukum yang kuat, seperti UU ITE, UU PDP, hingga PP 71/2019. Namun, menurutnya, regulasi saja tidak cukup.
“Kita perlu sistem deteksi berbasis AI, integrasi database antarinstansi, serta kerjasama internasional untuk mengurangi maraknya judi daring di Indonesia.”
Dalam konteks pemberantasan judi online, Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP) sering dijadikan kambing hitam atas maraknya transaksi judi daring. Padahal, dalam ekosistem tersebut, layanan keuangan tidak berada di awal, melainkan di tahap akhir yang sering disalahgunakan pelaku untuk mengambil keuntungan dari netralitas sistem pembayaran digital.
PJP, menurut Huda, merupakan mitra penting bagi pemerintah dalam menutup celah transaksi yang dipakai jaringan judi daring. Untuk itu, diperlukan kolaborasi yang ideal antara Komdigi, industri pembayaran, PPATK, dan Polri. Kolaborasi ini mencakup pemblokiran rekening mencurigakan, sistem deteksi transaksi ilegal, serta kampanye literasi keuangan yang masif.
Halaman Selanjutnya
CEO & Co-Founder Katadata, Metta Dharmasaputra, menilai bahwa forum ini merupakan upaya Katadata untuk menjadi jembatan komunikasi antara regulator, industri, dan masyarakat. Ia berharap diskusi ini dapat melahirkan langkah kolaboratif dan berbasis data, mengingat tidak ada satu lembaga pun yang dapat menyelesaikan masalah ini sendirian.