Setahun Pemerintahan Prabowo: Dapatkah DPR Kembali Merebut Kepercayaan Publik?

Jakarta (ANTARA) – Sepuluh bulan memasuki kepresidenan Prabowo Subianto, Indonesia menyaksikan gelombang protes yang meningkat menjadi kerusuhan nasional pada akhir Agustus 2025, beberapa hari setelah negara itu merayakan hari jadinya yang ke-80.

Banyak yang percaya pemberontakan ini sebagian besar berasal dari ketidakpercayaan publik yang semakin besar terhadap wakil-wakil mereka di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)—suatu bentuk kemarahan yang mencapai titik didih setelah laporan mengenai gaji dan tunjangan berlebihan yang dinikmati oleh para anggota dewan.

Selama kerusuhan, Jakarta melihat ribuan orang dari berbagai lapisan masyarakat meluapkan kemarahan dan kekecewaan mereka di Kompleks Parlemen Senayan, dengan banyak yang mencoba menerobos gerbangnya dan menyerang lokasi secara langsung.

Eskalasi ini memicu tidak hanya Kepolisian Negara (Polri) tetapi juga Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mengerahkan personel guna mengembalikan ketertiban dan mengamankan kompleks tersebut. Pasukan tetap ditempatkan bahkan setelah ketegangan mulai mereda.

Peristiwa ini dengan jelas menggambarkan bagaimana parlemen dan markasnya berdiri sebagai simbol vital dari komitmen bangsa terhadap demokrasi.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa—yang menggantikan menteri keuangan berpengalaman Sri Mulyani, salah satu target utama ketidakpuasan publik selama kerusuhan—mengamati bahwa protes yang melanda Indonesia pada waktu itu adalah puncak dari tekanan ekonomi berkepanjangan yang telah ditanggung oleh rakyat.

Demikian pula, Ketua DPR Puan Maharani menyatakan selama sidang paripurna bahwa kerusuhan sebagian besar bersumber dari empat masalah mendesak yang mempengaruhi masyarakat, tiga di antaranya terkait dengan kesenjangan ekonomi.

Kesenjangan tersebut terkait erat dengan total penghasilan anggota DPR yang diperdebatkan—yang terdiri dari gaji pokok dan berbagai tunjangan—yang dilaporkan bisa mencapai hingga Rp230 juta (hampir US$14.000) per bulan, atau lebih dari 50 kali pendapatan sebagian besar warga biasa.

Keributan ini diperparah oleh beberapa anggota legislatif yang membuat pernyataan yang dianggap tidak sensitif atau tidak pantas oleh publik. Akibatnya, beberapa rumah anggota DPR dijarah oleh para perusuh.

MEMBACA  Tiga letusan tercatat di Gunung Lewotobi Laki-laki

Perkembangan peristiwa ini sekali lagi membuktikan bahwa meskipun DPR merupakan pilar dari komitmen Indonesia terhadap konsep trias politica demokrasi, ia dapat dengan mudah memicu kekacauan melalui keputusan yang tidak populer atau absennya kehati-hatian di antara anggotanya.

DPR harus merenungkan perannya dan harapan yang dibebankan padanya—mengambil pelajaran dari tahun pertama bangsa di bawah kepemimpinan Prabowo dan menggunakan tonggak sejarah ini untuk memperbarui komitmennya terhadap pelayanan publik.

Meskipun terus menghadapi tentangan di tengah tekanan yang meningkat, DPR telah berusaha untuk mewakili rakyat melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasannya.

Karya Legislatif

Pada 6 Oktober 2025, dua minggu sebelum peringatan satu tahun pemerintahannya, Presiden Prabowo menandatangani Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebagai undang-undang ke-16 yang disetujuinya, undang-undang ini meresmikan transformasi Kementerian BUMN menjadi sebuah badan setingkat lembaga yang disebut Badan Pengatur BUMN (BP BUMN).

UU baru ini merupakan amendemen atas UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN—yang pertama diberlakukan di bawah kepresidenan Prabowo—yang meletakkan dasar bagi pendirian Badan Pengelola Investasi Danantara.

Yang juga berfungsi sebagai dana kekayaan negara (sovereign wealth fund) Indonesia, Danantara dibuat melalui komitmen bersama pemerintah dan parlemen untuk membenahi tata kelola BUMN, memastikan perusahaan-perusahaan ini mengoptimalkan sumber daya negara untuk kepentingan bangsa, bukan kelompok atau kepentingan pribadi.

Keselarasan pemerintah-DPR juga tercermin dalam penandatanganan UU Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara oleh Presiden Prabowo, yang dirancang untuk memperluas akses publik kepada pengelolaan tambang melalui koperasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun, UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI yang berikutnya memicu debat publik karena pasal-pasal yang memperluas daftar lembaga non-militer di mana perwira TNI aktif dapat bertugas dan memperluas wewenang militer dalam operasi non-perang. Klausul semacam itu memicu kekhawatiran akan dihidupkannya kembali fungsi ganda militer, mengingatkan pada era Orde Baru di bawah Soeharto.

MEMBACA  Distribusi 288.000 Panel untuk Percepatan Digitalisasi Sekolah

Menanggapi hal ini, pemerintah, DPR, dan TNI meyakinkan publik bahwa undang-undang baru tersebut tidak akan mengorbankan supremasi sipil—sebuah prinsip yang telah dijunjung Indonesia sejak Era Reformasi. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto bahkan memerintahkan perwira aktif untuk mengundurkan diri dari posisi di lembaga-lembaga yang tidak tercantum dalam undang-undang.

Presiden Prabowo juga menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Melalui revisi ini, DPR mendukung kebijakan presiden untuk mentransformasi Badan Penyelenggara Jemaah Haji (BP Haji) menjadi Kementerian Haji dan Umrah, dengan Mochammad Irfan Yusuf diangkat sebagai menteri dan Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai wakil menteri.

Langkah ini merupakan bagian dari rencana yang lebih luas untuk membebaskan Kementerian Agama dari tugas pengelolaan Haji dan Umrah mulai tahun 2026.

Selain itu, DPR telah bekerja untuk menyelesaikan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), melanjutkan upayanya selama masa reses saat ini, dari 3 Oktober hingga 3 November, dengan mengumpulkan masukan dari publik.

Menuju Transformasi

Dari waktu ke waktu, Mahkamah Konstitusi (MK) menanggapi seruan publik untuk pengujian judicial atas undang-undang yang telah diberlakukan, mengakomodasi aspirasi publik sambil menghormati kewenangan legislatif DPR. Dalam beberapa putusannya, MK mengingatkan para pembuat undang-undang untuk menjunjung tinggi partisipasi publik yang bermakna dalam setiap proses legislatif.

Sejalan dengan ini, Ketua Maharani telah memastikan bahwa setiap dengar pendapat parlementer mencerminkan suara rakyat, memperkuat mandat DPR sebagai wakil sah dari publik.

Kerusuhan Agustus berujung pada warga yang menyusun tuntutan mereka menjadi yang disebut "Tuntutan Rakyat 17+8," yang menguraikan 17 tuntutan segera dan delapan tuntutan jangka panjang yang beredar luas di media sosial.

Salah satu tuntutan jangka panjang, yang diharapkan terpenuhi pada 31 Agustus tahun depan, menyerukan perubahan komprehensif untuk "membersihkan" parlemen.

MEMBACA  Pidato Pertama Presiden Prabowo Memunculkan Optimisme Rakyat, MUI Soroti Isu Ini

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad memastikan bahwa DPR akan menindaklanjuti tuntutan tersebut, dengan Ketua Maharani memimpin inisiatif ini. DPR telah menghentikan rencana kontroversial untuk memberikan tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta per bulan bagi anggota dewan, memenuhi salah satu tuntutan jangka pendek.

Lebih lanjut, DPR telah menunjukkan komitmennya untuk mempercepat RUU Pengampuan Aset dan RUU Kepolisian dengan menetapkannya sebagai prioritas legislatif, seperti yang dituntut oleh publik.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mencatat bahwa baik pemerintah maupun DPR memiliki pandangan yang sama bahwa memajukan RUU Pengampuan Aset sangat penting untuk memerangi korupsi. Dia menambahkan bahwa hasil yang lebih cepat dapat dicapai jika DPR mengambil inisiatif legislatif.

Sementara itu, RUU Kepolisian diharapkan dapat memajukan reformasi di dalam kepolisian. Rencana pemerintah untuk membentuk Komite Reformasi Polisi melengkapi upaya legislatif ini, yang bertujuan untuk menghasilkan rekomendasi yang akan membentuk revisi RUU tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menekankan bahwa Presiden Prabowo—bersama dengan DPR—memegang kewenangan untuk menentukan struktur dan status kepolisian di masa depan. Dia mencatat bahwa UUD 1945 mengamanatkan hal-hal tersebut diputuskan melalui proses legislatif yang formal.

Dengan mempertimbangkan semua hal, tuntutan dan perkembangan selama setahun terakhir ini menyoroti peran sentral DPR dalam kerangka demokrasi Indonesia—dan menunjukkan bahwa, meskipun memiliki kekurangan, rakyat masih menganggapnya sebagai platform kunci untuk mendorong reformasi dan akuntabilitas.

Seiring pemerintahan Prabowo menandai tahun pertamanya, DPR harus merenungkan tidak hanya pencapaiannya tetapi juga tantangannya.

Tekanan yang meningkat harus menjadi wake-up call bagi para anggota dewan untuk membangun kembali kepercayaan publik melalui tindakan yang bermakna, memastikan DPR tetap menjadi kekuatan yang kredibel dalam membentuk dan mengawasi kebijakan nasional.

Editor: M Razi Rahman
Hak Cipta © ANTARA 2025