Sabtu, 18 Oktober 2025 – 22:51 WIB
Jakarta, VIVA – Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) mengumumkan bahwa sekitar 300.000 pelajar di Jalur Gaza, Palestina, akan melanjutkan pendidikan mereka.
Baca Juga:
PBB Sebut Biaya Rekonstruksi Gaza Sangat Besar
Adnan Abu Hasna, penasehat media UNRWA, dalam sebuah pernyataan di platform X mengungkapkan, sekitar 10.000 pelajar akan belajar secara tatap muka di sekolah dan tempat penampungan, sementara sebagian besar lainnya akan mendapatkan pembelajaran jarak jauh. Sekitar 8.000 guru akan berpartisipasi dalam program ini.
“UNRWA telah menyusun rencana untuk melanjutkan proses pendidikan bagi 300.000 pelajar Palestina dan jumlah ini kemungkinan akan bertambah,” ujarnya dikutip dari Anadolu, Sabtu, 19 Oktober 2025.
Baca Juga:
Ibas Yudhoyono Tegaskan Pendidikan Berkarakter Dapat Lahirkan Generasi Unggul
Pembelajaran jarak jauh terpaksa dilaksanakan karena banyak sekolah yang hancur akibat perang yang dilancarkan Israel, sementara para pelajar harus segera kembali belajar setelah empat tahun putus sekolah sejak pandemi melanda dunia.
Menurut data Kementerian Pendidikan Palestina, sejak perang meletus pada Oktober 2023, Israel telah menghancurkan 172 sekolah negeri, mengebom atau merusak 118 sekolah lainnya, dan menyerang lebih dari 100 sekolah yang dikelola UNRWA.
Baca Juga:
Pemerintah Didesak Segera Bentuk Ditjen Pesantren, PKB Ungkap Alasannya
Kementerian tersebut juga melaporkan bahwa 17.711 pelajar tewas di Gaza sejak Israel melancarkan genosida, dan 25.897 lainnya luka-luka. Selain itu, 763 pekerja pendidikan gugur dan 3.189 lainnya terluka.
“Kami juga berencana untuk merevitalisasi 22 klinik kesehatan pusat di Jalur Gaza,” kata Abu Hasna. “Kami memiliki puluhan titik distribusi makanan dan ribuan pegawai dengan pengalaman tinggi di bidang logistik.”
Dia menambahkan bahwa UNRWA telah membeli persediaan senilai ratusan juta dolar yang masih tertahan di luar Gaza.
Warga Gaza mengantri makanan karena kelaparan
“Banyak kebutuhan pokok, termasuk bahan-bahan bangunan untuk tempat tinggal, selimut, pakaian musim dingin, dan obat-obatan tidak diizinkan masuk ke Gaza oleh Israel, sehingga memperburuk situasi kemanusiaan,” kata Abu Hasna.
Ia memperingatkan bahwa 95 persen penduduk Gaza kini bergantung pada bantuan kemanusiaan setelah kehilangan mata pencaharian dan kondisi tersebut memburuk dengan cepat.
“Ratusan ribu orang yang mengungsi tinggal di tempat terbuka setelah kembali ke Kota Gaza, menyusul diberlakukannya gencatan senjata pada 10 Oktober,” katanya. “Masuknya bantuan menjadi kebutuhan yang sangat mendesak menjelang musim dingin.”
Israel dan kelompok perlawanan Palestina, Hamas, menyepakati gencatan senjata pekan lalu berdasarkan rencana yang diajukan Presiden AS Donald Trump.
Halaman Selanjutnya
Tahap pertama kesepakatan itu mencakup pertukaran tawanan dan tahap selanjutnya adalah pembangunan kembali Gaza dan pembentukan pemerintahan baru tanpa keterlibatan Hamas.