Selasa, 16 Desember 2025 – 09:58 WIB
Jakarta, VIVA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi masih akan bergerak naik turun, tetapi ditutup melemah pada perdagangan hari ini.
Baca Juga:
Bitcoin Berdarah! Harga Anjlok ke Rp1,4 Miliar Imbas Investor Kian Waspada
Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau Jisdor BI, kurs rupiah terhadap dolar AS berada di level Rp 16.669 per Senin, 15 Desember 2025. Posisi rupiah itu melemah 17 poin dari kurs sebelumnya di level Rp 16.652 pada perdagangan Jumat, 12 Desember 2025.
Sementara itu, perdagangan di pasar spot pada Selasa, 16 Desember 2025 hingga pukul 09.00 WIB, rupiah ditransaksikan di Rp 16.671 per dolar AS. Posisi itu melemah 4 poin atau 0,02 persen dari posisi sebelumnya di level Rp 16.667 per dolar AS.
Baca Juga:
Airlangga Usul ke Prabowo, Pekerja WFA Tanggal 29-31 Desember 2025
Ilustrasi mata uang Rupiah.
Pengamat ekonomi dan pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, tahun 2026 berpotensi menjadi salah satu tahun yang paling tidak terduga dalam beberapa dekade terakhir. Kompetisi antara negara-negara besar berpotensi semakin ketat, aliansi global berpotensi bergeser, dan konflik yang sebelumnya bersifat regional berpotensi meluas.
Baca Juga:
Purbaya Pede Insentif Pemerintah Jelang Libur Nataru Bakal Dongkrak Ekonomi Akhir Tahun
Bahkan, berbagai lembaga dunia seperti IMF, Bank Dunia, Bank Sentral Eropa (ECB), dan OECD memprediksi, pertumbuhan ekonomi global akan melambat, terfragmentasi, dan sedang mengalami transformasi besar.
Perlambatan ini disebabkan oleh perdagangan dunia yang melemah, rantai pasok yang diatur ulang untuk keamanan bukan hanya efisiensi, utang publik di banyak negara yang berada pada titik tertinggi, dan perkembangan teknologi yang lebih cepat dibandingkan penerbitan regulasi baru.
Nilai aset di sejumlah negara berada di posisi yang rentan setelah naik terlalu cepat dalam beberapa tahun terakhir. Sistem perbankan juga belum benar-benar pulih akibat tekanan kredit bermasalah dan kerugian portofolio di tengah suku bunga tinggi.
Era suku bunga yang lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama juga berpotensi menjadi tekanan nyata bagi dunia usaha menjelang 2026. Ketidakpastian sosial dan politik juga meningkat.
Jika semuanya digabungkan, 2026 berpotensi menjadi tahun di mana banyak hal bisa salah, dan risiko ini kemungkinan akan terjadi di tahun depan.
Yaitu mulai dari perlambatan ekonomi global yang lebih tajam, proteksionisme dan pembatasan ekspor yang meningkat, ketidakstabilan energi, konflik berkepanjangan, hingga gangguan teknologi yang melampaui kemampuan adaptasi.
Halaman Selanjutnya
"Mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.660 – Rp 16.690," ujarnya.