Rencana vasektomi untuk bantuan di Jawa Barat kurang memiliki legitimasi: Menteri

Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhaimin Iskandar menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk secara sepihak merumuskan dan melaksanakan aturan yang memberlakukan syarat akses terhadap bantuan sosial publik.

Iskandar menyampaikan pernyataan tersebut sebagai tanggapan terhadap usulan dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang berencana mewajibkan suami untuk melakukan vasektomi atau sterilisasi sebagai syarat untuk menerima bantuan pemerintah provinsi, termasuk beasiswa dan bantuan sosial.

“Mereka tidak bisa membuat aturan sendiri,” ujar Iskandar kepada media di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Sabtu.

Beliau menegaskan bahwa pemerintah pusat tidak pernah menjadikan partisipasi dalam gerakan keluarga berencana nasional, yang mendorong kebijakan beranak dua, sebagai syarat untuk menerima bantuan publik.

“Tidak, tidak ada persyaratan seperti itu,” tegas menteri tersebut.

Gubernur Mulyadi telah menarik perhatian publik dengan rencananya untuk mengaitkan kelayakan untuk berbagai bentuk bantuan sosial dengan partisipasi dalam program keluarga berencana, khususnya yang melibatkan metode kontrasepsi pria, seperti vasektomi.

Dalam pembicaraannya di Bandung pada Senin (28 April), beliau menjelaskan bahwa rencana tersebut bertujuan untuk mendorong distribusi bantuan yang lebih adil, mencegah agar tidak terkonsentrasi di antara sejumlah individu atau keluarga yang terbatas.

Untuk mendukung hal ini, gubernur menekankan pentingnya mengintegrasikan data penerima bantuan sosial dengan data populasi, termasuk catatan partisipasi dalam keluarga berencana.

“Rencananya adalah untuk memeriksa kelayakan calon penerima bantuan. Jika mereka adalah peserta keluarga berencana, mereka dapat menerima bantuan. Jika tidak, mereka harus terlebih dahulu mengadopsi tindakan kontrol kelahiran, khususnya metode pria. Saya serius,” tegasnya.

Rencana Mulyadi juga mendapatkan kritik dari Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Atnike Nova Sigiro, yang menegaskan bahwa mensyaratkan vasektomi sebagai imbalan untuk bantuan publik merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

MEMBACA  Kepolisian Jakarta memastikan keamanan untuk Konferensi Antarparlemen OKI

“Ini juga merupakan masalah privasi karena keputusan tentang tubuh seseorang, termasuk apakah akan melakukan vasektomi, adalah hak asasi manusia. Oleh karena itu, hal tersebut tidak boleh ditukar dengan bantuan sosial atau manfaat lainnya,” ujarnya di kantornya pada Jumat.

Berita terkait: Komisi hak asasi manusia melawan rencana vasektomi gubernur

Berita terkait: Kontrasepsi pada pria memiliki resiko yang lebih rendah dibandingkan pada wanita: BKKBN

Penerjemah: Fath P, Tegar Nurfitra
Editor: Azis Kurmala
Hak cipta © ANTARA 2025