Purbaya Beberkan Penyebab Krisis Moneter 1997-1998, Singgung Kondisi Ekonomi Era SBY hingga Jokowi

Kamis, 11 September 2025 – 06:30 WIB

Jakarta, VIVA – Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, membeberkan beberapa faktor yang menurutnya menjadi penyebab terjadinya krisis moneter di Indonesia pada tahun 1997-1998. Hal itu disampaikan Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, terkait Pengantar Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Tahun 2026.

Dia menceritakan, krisis itu awalnya berawal dari beberapa negara di kawasan Asia, sampai kemudian memunculkan istilah Krisis Keuangan Asia 1997. Meskipun sebelumnya lebih dulu terjadi di Thailand dan Korea, tapi akhirnya Indonesia juga merasakan dampak buruk yang cukup memukul perekonomian nasional waktu itu.

Untuk memahami masalah tersebut, Purbaya mengaku melakukan analisis dengan mengacu pada pengalaman krisis di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1930, yang juga sudah dianalisis oleh berbagai ekonom peraih Nobel.

“Di buku moneter itu, ada pemenang Nobel yang bilang bahwa waktu krisis mereka debat bunga di-nol-kan, tapi kok masih krisis? Ternyata waktu itu walaupun suku bunga nol, tapi uang primer yang di sistem perekonomian itu negatif, jadi ekonominya dicekik,” kata Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu, 10 September 2025.

Dia mengatakan bahwa kondisi ekonomi AS waktu itu masih tidak bisa bergerak, karena peredaran uang primer (base money) justru sedikit. Sampai kemudian, kondisi dan langkah kebijakan serupa juga dialami Indonesia pada periode 1997-1998. Waktu itu, suku bunga di Indonesia juga dinaikkan untuk meredam tekanan kurs, tapi peredaran uang primer malah diperbanyak hingga menyebabkan tekanan inflasi secara signifikan.

“Jadi di tahun 1997 itu kita memang melakukan kesalahan yang fatal. Waktu itu Bank Indonesia menaikkan bunga sampai 60 persen lebih untuk menjaga rupiah. Semua berpikir kita melakukan kebijakan uang ketat, tapi kalau bunga tinggi mana ada yang pinjam,” ujarnya.

MEMBACA  Rakyat menginginkan pemimpin bangsa berdamai setelah pemilihan: Prabowo

Terlebih, waktu itu pemerintah diakui Purbaya justru mencetak uang sehingga pertumbuhannya 100 persen dan membuat kebijakan kacau balau. Hal itulah yang menurutnya menjadi awal mula kehancuran perekonomian Indonesia pada 1998. Bahkan, Purbaya menyebut bahwa saat itu Indonesia tanpa sadar telah membiayai kehancuran ekonominya sendiri.

“Kalau kita membuat kebijakan kacau, yang keluar adalah setan-setannya dari kebijakan itu. Bunga yang tinggi menghancurkan sektor riil. Uang yang banyak, dipakai untuk menyerang nilai tukar rupiah kita. Jadi tanpa sadar waktu itu kita membiayai kehancuran ekonomi kita sendiri,” kata Purbaya.

Meski begitu, Purbaya menegaskan bahwa kekacauan yang terjadi bukan disebabkan karena kelalaian para ekonom Indonesia pada waktu itu. Melainkan karena saat itu Indonesia memang belum pernah menghadapi kondisi seperti yang terjadi di AS pada masa 1930-an.

“Jadi saat itu kita belum tau seperti apa kondisinya, dan saya simpulkan kesalahan kita di situ,” ujarnya.

Sampai akhirnya, perbaikan ekonomi nasional perlahan mulai dirintis lagi sejak era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan dilanjutkan oleh pemerintahan Periode Joko Widodo (Jokowi).

“Sampai akhirnya waktu itu Pak SBY bisa tingkatkan pertumbuhan (ekonomi) hingga 6 persen, terus diganti ke Pak Jokowi dan (ekonomi nasional) pertumbuhannya sedikit di bawah 5 persen rata-rata,” ujarnya.