Rabu, 10 Desember 2025 – 23:15 WIB
Jakarta, VIVA – Isu kerusakan alam kembali jadi perhatian setelah beberapa daerah di Sumatera dan Aceh terkena musibah. Di tengah kondisi ini, nama Chanee Kalaweit kembali muncul sebagai aktivis yang sejak muda mengabdikan dirinya untuk pelestarian lingkungan di Indonesia.
Baca Juga :
5 Keluhan Chanee Kalaweit Soal Kemenhut: Dicuekin hingga Dilarang Posting ke Medsos
Selama 27 tahun, dia tidak cuma menjaga satwa liar, tapi juga menyampaikan kritik terhadap praktek-praktek yang dianggapnya memperburuk kerusakan hutan. Di balik perjalanan panjang itu, kisah hidup Chanee, dari Prancis hingga menetap di Indonesia, adalah bagian penting dari perjuangannya.
Profil Chanee Kalaweit
Baca Juga :
Kemenhut Izinkan Warga Pakai Kayu Hanyut Banjir Sumatera Buat Bangun Rumah hingga Jembatan
Aktivis lingkungan sekaligus pendiri Yayasan Kalaweit, Chanee Kalaweit
Chanee Kalaweit, nama aslinya Aurelien Francis Brule, adalah aktivis lingkungan dan pendiri Yayasan Kalaweit. Lewat akun X pribadinya, dia menekankan bahwa menjaga alam adalah investasi jangka panjang untuk masa depan. “Kalau kita berinvestasi dalam kerusakan alam atau lewat kegiatan yang merusak alam, kita akan menuju bencana seperti yang kita lihat sekarang dengan saudara-saudara di Sumatera yang kesusahan.”
Baca Juga :
Chanee Kalaweit: Kemenhut Larang Kami Posting di Media Sosial soal Konservasi
Chanee lalu menceritakan pengalamannya berjuang selama hampir tiga puluh tahun. Walaupun Yayasan Kalaweit adalah mitra resmi Kementerian Kehutanan (Kemenhut), hubungan mereka tidak selalu lancar.
“Selama 27 tahun berjuang di Indonesia dengan Yayasan Kalaweit, walaupun jadi mitra dari Kementerian Kehutanan, dan dapat banyak sekali dukungan dari masyarakat Indonesia, kami selama ini cukup dicuekin oleh Kementerian Kehutanan, sama Menteri Kehutanan yang dulu,” ujarnya.
Dia bilang situasi ini makin sulit dalam sembilan tahun terakhir. “Jangankan cuma dicuekin, selama 9 tahun terakhir di masa Jabatan Menteri yang sebelumnya, kami tidak cuma dicuekin, kami ditekan, perizinan kami tidak diperpanjang,” tambah Chanee.
Bahkan, dia mengaku dibatasi dalam menyampaikan kritik di media sosial. “Dan bahkan kami dibatasi atau kami dilarang posting di media sosial hal-hal yang tidak disukai sama kementerian tentang konservasi.”
Chanee sendiri lahir di Prancis Selatan tanggal 2 Juli 1979. Ketertarikannya pada primata membuatnya memutuskan datang ke Indonesia tahun 1998, saat usianya baru 18 tahun. “Asal saya dari Perancis, sudah datang ke Indonesia tahun 1998 waktu itu saya umur 18 tahun. (Saya datang ke Indonesia), ingin menyelamatkan Owa, primata yang punya tangan panjang dan di pagi hari selalu bersuara di hutan,” jelasnya saat diwawancara di Kick Andy Show.
Halaman Selanjutnya
Keputusan itu jadi awal pengabdiannya membangun konservasi Owa dan satwa liar lain di Kalimantan. Dari perjalanan itu juga dia akhirnya tinggal tetap dan membangun kehidupannya di Indonesia.