Jakarta (ANTARA) – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah membentuk aliansi strategis untuk memerangi ancaman eksploitasi anak yang semakin meningkat.
Kedua lembaga tersebut memformalkan komitmen mereka untuk melindungi anak dalam konteks kejahatan pencucian uang yang terkait dengan anak dengan menandatangani nota kesepahaman pada hari Jumat.
Kolaborasi ini menyusul penemuan transaksi senilai 127 miliar rupiah Indonesia (sekitar 7,8 juta dolar AS) yang terkait dengan dugaan prostitusi anak.
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menandatangani MoU di Kantor KPAI di Jakarta.
Yustiavandana mengungkapkan bahwa PPATK telah mengidentifikasi sekitar 130 ribu transaksi senilai Rp127 miliar yang terkait dengan dugaan prostitusi anak.
Transaksi tersebut dilakukan melalui dompet digital dan aset kripto, menyoroti risiko tinggi anak-anak terkena pornografi dan perjudian online.
Dia juga memperkirakan bahwa sekitar 24 ribu anak usia 10 hingga 18 terlibat dalam prostitusi anak.
Menekankan seriusnya situasi tersebut, Yustiavandana mengatakan, “Selain perjudian online, pornografi adalah masalah yang signifikan dan persisten yang memengaruhi anak-anak. Jelas bahwa Komisi Perlindungan Anak Indonesia membutuhkan dukungan kolektif kita untuk mengatasi tantangan ini.”
Sementara itu, Solihah menekankan pentingnya kolaborasi tersebut, menyatakan, “Kerjasama ini penting untuk melindungi anak-anak Indonesia dari eksploitasi demi keuntungan finansial.”
Berita terkait: Indonesia dalam ‘darurat pornografi’ selama tiga tahun terakhir: KPAI
Berita terkait: Indonesia bergabung dengan inisiatif global tentang perlindungan anak online
Translator: Anita Permata Dewi, Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Tia Mutiasari
Hak cipta © ANTARA 2024