Polisi Aktif Diizinkan Memegang Jabatan di Luar Institusi, Namun…

Minggu, 16 November 2025 – 15:30 WIB

Jakarta, VIVA – Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) memberikan koreksi terhadap banyaknya pemberitaan yang menafsirkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXII/2024 sebagai larangan total bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan di luar institusinya.

Baca Juga :


Bukan Melarang, Prof Juanda Bongkar Arti Sebenarnya Putusan MK Soal Polisi Aktif Isi Jabatan Sipil

PBHI menegaskan, putusan tersebut tidak serta merta memaksa seluruh polisi yang sedang bertugas di lembaga lain untuk ditarik pulang atau mundur dari kepolisian.

Ketua PBHI, Julius Ibrani, mengatakan kesimpulan yang beredar di publik tidak mencerminkan isi putusan secara utuh. Menurutnya, tafsir yang menyebut polisi aktif tak lagi boleh menjabat di instansi sipil tanpa pengecualian adalah keliru.

Baca Juga :


Usai Putusan MK, Prabowo Diharap Segera Tarik Polisi Aktif dari Jabatan Sipil

“Tersiar luas pemberitaan bahwa anggota Polri tidak lagi dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian yang artinya semua anggota Polri yang tidak bertugas di Polri itu harus ditarik mundur atau harus mengundurkan diri sebagai anggota dari kepolisian,” kata Julius saat dihubungi di Jakarta, Minggu, 16 November 2025.

Julius menjelaskan, pokok perkara sebenarnya terletak pada Penjelasan Pasal 28 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, khususnya frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’. Frasa ini yang kemudian dinyatakan inkonstitusional oleh MK.

Baca Juga :


Melihat Keunggulan E-BPKB dari Aspek Keamanan hingga Efisiensi

Menurut dia, hakim menilai kata ‘atau’ dalam penjelasan pasal tersebut bersifat disjungtif dan menimbulkan multitafsir. Ruang interpretasi yang terlalu luas itu dinilai dapat memunculkan konflik kepentingan antara tugas utama sebagai anggota Polri dan tugas di luar institusi.

MEMBACA  Tanah Air Gaza Pernah Kulihat Dibangun Kembali, Namun Kali Ini Berbeda

“Kalau kita membaca putusan, kemudian permohonan dan risalah persidangan secara mendetail, ternyata maknanya tidak demikian,” kata dia.

MK menilai frasa itu membuka pilihan tanpa batas, apakah polisi perlu mundur atau tidak, bahkan ketika seseorang ditempatkan melalui penugasan resmi Kapolri. Kondisi tersebut dianggap tidak selaras dengan asas kepastian hukum.

Julius juga memaparkan pendapat berbeda (concurring dan dissenting opinion) dari para hakim MK. Hakim Arsul Sani, dalam concurring opinion, menilai paradigma Polri sebagai alat negara tetap memungkinkan anggota menduduki jabatan fungsional maupun struktural di luar institusi. Namun, frasa bermasalah tersebut dianggap memperluas tafsir secara berlebihan hingga menimbulkan ketidakjelasan batas kewenangannya.

Sementara dissenting opinion disampaikan oleh Hakim Daniel Yusmic dan Guntur Hamzah. Keduanya berpandangan bahwa norma pasal dan penjelasannya harus dipahami sebagai satu kesatuan.

Halaman Selanjutnya

“Mereka mengatakan bahwa dia menduduki jabatan di luar institusi kepolisian harus mengundurkan diri apabila dia tidak ada sangkut pautnya sama sekali atau tidak dengan penugasan Kapolri,” katanya.